Alea terkejut. Radit kembali bertutur lembut dan mengatakan sayang padanya. Ia juga dibuat tersipu saat menatap mata suaminya yang berbinar sambil tersenyum dengan begitu manis.
'Apakah ini efek mabuk? Aah, sudahlah... mabuk pun tak apa. lebih enak melihatnya yang bersikap lembut seperti ini,' gumam Alea sambil mengulum senyumnya.Namun sayang, senyuman itu seketika mengendur tatkala Radit bangkit dan kembali mengatakan sayang. Sebuah kata yang ternyata bukan ditunjukkan padanya."Sayang, kamu dari mana saja?"Pria itu berjalan ke arah pintu yang terbuka. Disana berdiri seorang wanita cantik bersama pelayannya yang menatapnya tanpa ekspresi.Alea terkejut, mereka pun sama terkejutnya.Tangan Maura terkepal saat melihat seorang wanita duduk di sofanya. Ia yakin jika wanita itu adalah Alea, wanita yang dijodohkan dengan kekasihnya. Maura melihat potret wanita itu pada sebuah majalah saat pernikahan CEO muda yang tak lain adalah kekasihnya."Ngapain kamu bawa wanita itu? Kamu jahat! Bisa-bisanya kamu bawa dia ke hadapanku!" Maura memukul-mukul dada bidang Radit yang saat itu mendekat dan hendak memeluknya. Nampak sekali kemarahan yang tersirat dari matanya yang berapi-api itu."Sayang, dengarkan aku dulu. Aku tadi mencarimu ke rumah sakit. Perawat mengatakan jika kamu sudah dibawa pulang. Aku khawatir karena nomor ponselmu tidak bisa dihubungi. Aku berinisiatif kemari untuk memastikan kamu baik-baik saja," ucap Radit menjelaskan kesalah pahaman ini."Apa harus dengan wanita itu?" tanya Maura sambil menunjuk ke arah Alea dengan tajam..Alea merasa kikuk. Ia repleks menundukkan kepalanya. Harusnya kan dirinya yang marah juga karena suaminya masih berhubungan dengan wanita lain padahal sudah sah menjadi suami orang. Namun kali ini, Alea merasa seperti wanita antagonis dalam sebuah film. Seorang wanita jahat yang tega merebut kekasih orang."Tenang dulu, Sayang." Radit langsung memeluknya. Pemandangan itu sungguh tidak mengenakkan. Apalagi saat Maura tergugu dalam pelukan pria itu dan Radit terus mengelus punggungnya dengan lembut.Maura tersenyum kecut, 'Kapan Mas Radit bisa seperti itu padaku ya?''Sadar Alea, sadarlah. Jangan halu,' gumam Alea mencoba menyadarkan dirinya bahwa ia hanyalah orang ketiga dalam hubungan mereka ini."Dia keserempet mobil tadi. Besok kakek akan datang, aku tidak mau buat masalah jika sampai dia hilang di kota ini. Maafkan aku, Sayang. Aku harap kamu mengerti," ucap Raditya dengan lembut. Pria itu mengurai pelukannya, mencoba menenangkan hati kekasihnya yang tengah dilanda amarah dan cemburu itu."Sudah makan?" tanya Radit sambil mengelus rambut bergelombang kecoklatan milik kekasihnya.Maura menggeleng pelan. Ia mengendus bau alkohol yang cukup menyengat. Dalam hatinya membatin, pasti Radit minum banyak. untung saja ia datang cepat. Jika tidak, entah apa yang akan pria itu lakukan pada istrinya dalam keadaan mabuk. seketika pikiran kotor itu hinggap dalam benaknya."Jenny, tolong belikan makanan dan minuman hangat untuk Maura. Beli juga suplemen terbaik agar Maura cepat pulih," titah Radit pada Jenny yang berdiri siaga di depan pintu apartemen mewah itu."Baik, Tuan."Jenny bergegas pergi untuk membeli pesanan tuannya. Sementara itu, Radit mengajak Maura untuk beristirahat di dalam kamar. Mereka berjalan melewati Alea begitu saja. Tidak memperdulikan Alea yang juga merasa kesal karena tak dianggap itu.BRUK.Pintu kamar di tutup dengan rapat. Alea terhenyak, dalam pikirannya menerka-nerka. Apa yang akan dilakukan dua manusia itu dalam kamar? Seketika pikiran kotor hinggap dalam benaknya.'Duh, mereka ngapain ya? Gimana kalau mereka sampai....'Entah mengapa perasaannya menjadi tak menentu. Alea merasa tidak rela Radit berada di dalam sana. Padahal mereka sudah membuat kesepakatan agar Alea tidak mencampuri urusan pribadi suaminya."Duuh, sial sekali. Aku seperti nyamuk," ucap Alea dengan kesal.Tak lama kemudian .Ceklekk.Krieettt.Pintu kamar itu tiba-tiba terbuka. Alea bernafas lega saat Radit keluar bersama wanita itu dalam keadaan rapi. Itu tandanya mereka tidak melakukan apapun di dalam sana."Aku akan pulang setelah menyuapimu makan ya, Sayang," ucap Radit membawa Maura duduk di sofa ruang tamu itu.Alea dibuat canggung ketika harus berada satu meja dengan Radit dan juga kekasihnya."Kapan kamu bisa menginap?" tanya Maura dengan manja.Wanita itu menyenderkan kepalanya di bahu Raditya. Alea memalingkan wajahnya, entah mengapa ia merasa jika Maura tengah memanasinya."Mungkin minggu depan ya, Sayang. Aku cari cara dulu supaya bisa menginap disini. Untuk sekarang-sekarang aku belum bisa. Kamu tahu sendiri kan bagaimana aku jika ada kakekku?"Maura mengerucutkan bibirnya. Jari telunjuknya yang lentik itu menari-nari pada dada bidang Radit. Membuat Alea jengah melihatnya."Tapi janji ya, kamu nanti menginap disini. Aku rindu sama kamu, Sayang," ucapnya lagi dengan manja dan menggoda.Radit tersenyum sambil mengangguk pelan. Sementara Alea, ia bergidik melihat tingkah wanita itu. Sakit saja bisa seperti itu, apalagi sedang sehat? Alea seketika membayangkan sejauhmana hubungan mereka?'Heemm... Jadi ini wanita yang membuat Mas Radit tergila-gila. Aku pikir sosok Maura itu adalah gadis yang polos. Tapi sepertinya aku lebih polos dari wanita itu. Ckk... sungguh memuakkan. Lebih baik tidak melihat saja dari pada menyaksikan dua manusia yang tak punya malu itu.'Alea terus mengumpat dalam hati ketika Maura dan Radit duduk bermesraan di hadapannya. Mereka hanya tersekat meja dengannya. Radit duduk dengan tangan yang direntangkan pada lengan sofa. Sementara Maura menyender pada bahu pria itu. Tatapan penuh cinta terlihat jelas ketika keduanya saling memandang.Mereka mengobrol akrab dan saling bersenda gurau, membalas senyuman satu sama lain. Pemandangan yang memuakkan untuk Alea yang awalnya sudah tertarik dengan suaminya itu.Selain kesal, kecewa dan canggung, Alea juga merasa tidak enak hati saat ini. Sedekat itu Radit dan Maura. Bahkan Radit sangat bucin pada kekasihnya itu.**Bersambung...Drrrttttt... Drrrttttt...Getar ponsel di atas meja mengalihkan perhatian tiga orang di ruang tamu apartemen itu. Radit dan Maura yang wajahnya semakin dekat itu dengan repleks menjauhkan wajah mereka.Berbeda dengan Radit dan Maura yang nampak kesal, Alea malah menahan senyumnya. Ia berpikir jika semseta pun tidak merestui mereka. Lagipula mereka benar-benar gila, bisa-bisanya hendak bercumbu di depan Alea, istri sah pria itu."Ckk... Mama. Ada apa sih? Mengganggu saja," pekik Radit setelah mengetahui siapa yang menghubunginya saat ini.Radit mendiamkan panggilan itu. Membiarkan ponselnya kembali mati. Rasanya sangat malas untuk mengangkat telepon itu. Paling ibunya hanya akan bertanya dimana mereka sekarang berada? Satu, dua, hingga tiga kali panggilan itu terus berbunyi. Maura yang juga ikut kesal akhirnya meminta Radit untuk mengangkat panggilan tersebut. Ia tak mau jika sampai Nyonya Rahayu tahu jika Radit sedang berada di apartemennya saat ini. "Angkat saja, Sayang," titah Mau
Alea terkejut. Radit kembali bertutur lembut dan mengatakan sayang padanya. Ia juga dibuat tersipu saat menatap mata suaminya yang berbinar sambil tersenyum dengan begitu manis.'Apakah ini efek mabuk? Aah, sudahlah... mabuk pun tak apa. lebih enak melihatnya yang bersikap lembut seperti ini,' gumam Alea sambil mengulum senyumnya.Namun sayang, senyuman itu seketika mengendur tatkala Radit bangkit dan kembali mengatakan sayang. Sebuah kata yang ternyata bukan ditunjukkan padanya."Sayang, kamu dari mana saja?"Pria itu berjalan ke arah pintu yang terbuka. Disana berdiri seorang wanita cantik bersama pelayannya yang menatapnya tanpa ekspresi.Alea terkejut, mereka pun sama terkejutnya.Tangan Maura terkepal saat melihat seorang wanita duduk di sofanya. Ia yakin jika wanita itu adalah Alea, wanita yang dijodohkan dengan kekasihnya. Maura melihat potret wanita itu pada sebuah majalah saat pernikahan CEO muda yang tak lain adalah kekasihnya."Ngapain kamu bawa wanita itu? Kamu jahat! Bisa
"Bagaimana kabarmu, Say–"Bibir pria itu langsung terkatup saat melihat kamar inap VIP itu sudah kosong.Dimana Maura? Mengapa dia tidak ada?Dengan tergesa, Radit segera keluar dari kamar inap itu lalu menemui suster jaga."Permisi, Sus.""Ya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang perawat yang berjaga di resepsionis itu."Saya mau tanya, kemana pasien atas nama Maura Cintya? Mengapa tidak ada di kamarnya?" tanya Raditya bingung dan gelisah. "Pasien atas nama Maura sudah meninggalkan rumah sakit satu jam yang lalu, Tuan. Seorang pria paruh baya yang mengaku ayahnya meminta agar Maura bisa pulang hari ini. Dan karena keadaan Nona Maura sudah cukup baik, dokter pun menyetujuinya."Mendengar itu, Radit langsung terhenyak.'Ayahnya? Bukankah Maura sebatang kara?' Dengan pikiran yang kalut dan penuh kebingungan, Radit pun meninggalkan area rawat inap itu. Berjalan sambil menempelkan benda pipih itu di telinganya.Radit mencoba menghubungi Maura. Berharap kekasihnya itu mengangkat
Tiiiinnnn...BUUGH.Suara klakson yang panjang beriringan dengan suara benda terjatuh dengan cukup kencang."Aduuhh, aaaaww... sakit." Seorang wanita mengaduh dan meringis kesakitan ketika seseorang tiba-tiba mendorongnya hingga ia tersungkur di pinggir jalan.Alea, ia menahan sakit sambil menatap lekat wajah pria yang mendorongnya itu. Siapa lagi kalau bukan Raditya, suami yang tidak mengakuinya."Telat sedetik saja, mungkin kau sudah mati!" tegas Radit dengan ketus. Ia yang juga ikut terjatuh dengan posisi menindih tubuh Alea, langsung bangkit dan menepuk-nepuk jas miliknya yang sedikit kotor terkena jalanan aspal itu. Pria itu sedikit kesal, bisa-bisanya ia repleks menolong Alea saat sebuah mobil melaju kencang ke arahnya.'Mengapa tidak aku biarkan saja wanita itu tertabrak dan mati? ' gumamnya.Beberapa pasang mata memperhatikan mereka, namun tidak ada satupun yang menyapa maupun membantu Alea saat itu. Mungkin mereka berpikir jika sudah ada pria baik yang menolongnya. Padahal ny
'Ternyata dia cantik sekali. Mengapa aku baru menyadarinya,' gumamnya seraya terus memandang wajah wanita di hadapannya tanpa berkedip.Raditya dengan cepat menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia menyadarkan dirinya, tidak boleh sampai terpukau dengan kecantikan wanita yang menurutnya menjadi pembawa masalah itu. Hati dan cintanya hanya untuk Maura seorang."Silahkan dinikmati hidangan pembuka dari kami. Pengiring musik akan mengiringi makan malam Tuan muda dan Nona. Selamat menikmati, semoga hari anda menyenangkan," ucap seseorang yang memecah kesunyian di antara dua insan itu.Pelayan itu datang kembali bersama pramusaji lainnya yang membawakan hidangan pembuka.Raditya meraih segelas wine yang baru dituangkan oleh pelayan. Ia menegaknya perlahan. Matanya terus menatap datar ke arah Alea yang nampak gugup sekaligus bingung harus berbuat apa?Para pelayan undur diri. Bersamaan dengan itu, alunan musik klasik terdengar begitu merdu. Membuat suasana romantis yang tidak mereka nikmati saat i
Sepanjang hari, pria itu hanya menekuk wajahnya tanpa mempedulikan ibunya yang sibuk memilih perhiasan untuk sang menantu. Mimik wajah tampan itu tak bersahabat, ia sangat kesal dengan permintaan yang memaksa dari ibunya itu."Akhirnya selesai juga. Alea pasti suka," ucap Nyonya Rahayu dengan mata yang berbinar. Ia menghampiri Radit yang saat ini duduk di lobby toko perhiasan langganannya itu."Sudah sore. Yuuk, jalan!" ajaknya."Hemm... Dari tadi kek, Mah. Aku malas dan capek, pengen banget pulang dan beristirahat," ucap Raditya sambil bangkit dari duduknya.Pria itu berjalan lebih dulu meninggalkan ibunya yang saat ini berpamitan pada pemilik toko perhiasan itu. Sangat menjenuhkan jika menunggu wanita berbelanja. Apalagi ibunya ini berbelanja hadiah untuk Alea. Memuakkan, batin Radit terus bergerutu dalam hati.Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Nyonya Rahayu meminta Raditya mampir ke suatu tempat."Mau apa lagi sih, Mah?" tanyanya kesal ketika di perempatan jalan Nyonya Rahayu memi