Semenjak tragedi file tesis yang menghilang tanpa jejak, pola hidup Dirga memang sangat berantakan. Masa ‘berkabungnya’ bahkan sampai satu minggu. Alkohol dan rokok tidak pernah absen seharipun. Ditambah setelah masuk kerja, ia langsung mendapat jatah 2 kali shift malam berturut-turut. Tidurnyapun jelas terganggu.Jadi, tak heran jika tubuhnya langsung protes.Tadi pagi saat menunggu Wita, sebenarnya tubuhnya sudah demam. Sayangnya, terjadilah peristiwa burung hantu plus tubrukan Wita yang membuatnya jatuh. Jadi ia harus menunggu beberapa saat untuk merebahkan tubuhnya di kasur empuknya.Ternyata tubuhnya sudah tidak kuat lagi. Dirga juga enggan meminta bantuan pada asistennya yang tengah berkutat membersihkan kamarnya. Akhirnya ia memilih sofa panjang sebagai tempat berlabuh—meski tidak bisa menampung seluruh kakinya.Setelah tertidur cukup lama, ia merasakan goncangan pelan di lengannya. Sebenarnya ia sadar dan dengar suara-suara di sekitarnya. Termasuk suara Wita yang memanggilnya
Mansion utama keluarga Hermanto terbangun di atas tanah yang luasnya hampir mencapai satu hektare. Setiap sudutnya menegaskan kemewahan dan kekayaan pemiliknya. Fasilitasnya pun tak kalah lengkap. Berjejer 20 kamar, ruang tamu mewah bertema Eropa klasik, ruang keluarga yang mampu menampung hingga 50 orang lebih, dan banyak lagi ruangan-ruangan berkapasitas besar.Jangan lupakan fasilitas gym, jogging track, kolam renang, taman, rumah kaca, garasi mobil dan kendaraan lainnya, mini studio foto, home teater, gudang wine berusia lebih dari 20 tahun, air terjun buatan di halaman belakang, serta masih banyak lagi.Tentunya paviliun sendiri di sayap kanan mansion khusus para pembantu, tukang kebun, dan pegawai lainnya.Namun di balik semua kemawahan ada satu ruangan yang paling dihindari oleh semua penghuni mansion dan anak-cucu Hermanto.Ruang pribadi Hermanto.Hanya ada dua kemungkinan alasan seseorang dipanggil ke ruangan tersebut yakni 20 persen akan mendapatkan hadih, dan sisanya akan
“Mau aku bantu dapatkan Dirga?”Sheryl menoleh, mencari suara bariton yang tiba-tiba menghampirinya. Tadinya dokter ber-IQ 140 itu enggan menggubris pria yang mendekatinya. Namun mendengar nama Dirga disebut, ia tertarik untuk sekedar mendengarnya.Pagi itu, Sheryl sedang menunggu supirnya. Ia baru saja lari pagi di tempat biasanya Dirga lari pagi. Sayangnya sudah lebih dari tiga putaran ia lari, pria yang ditunggu tak juga datang. Sheryl menyerah dan meminta supirnya segera menjemputnya.Saat sedang menunggu di pinggir jalan sembari menggulir layar ponselnya, pria yang ia tahu merupakan sepupu Dirga mengatakan hal yang menarik atensinya.Mereka tidak perlu saling mengenalkan diri. Karena meski tak berteman, mereka pernah beberapa kali bertemu saat bermain bersama Dirga. Atau saat ada acara keluarga Hermanto.“Maaf, saya tidak tertarik.”Tentu saja Sheryl tak langsung percaya. Terlebih lagi pada sepupu Dirga satu ini yang terkenal paling ‘gila’. Selain itu Ia juga harus menjaga image-
Di kamar yang sengaja masih dibuat temaram. Dirga sebenarnya sudah terbangun sejak sejam yang lalu. Tapi ia masih betah memandang gadis mungil yang semalam menjadi gulingnya. Meski sudah lewat jam 7, Wina masih betah merem.Iya Wina.Saat terbangun Dirga sampai berpikir itu mimpi. Seingatnya, kemarin yang membereskan kekacauan adalah Wita. Bahkan sebelum ia benar-benar terlelap, ia masih mendengar Wita berbicara melalui telepon.Begitu bangun Dirga memastikan bahwa yang ada didekapannya benar-benar Wina. Wajahnya yang bersih tanpa riasan dan pakaiannya yang khas ala bocil. Tentu itu bukan Wita.Ketika terbangun, Dirga cukup bingung dengan diri sendiri. Biasanya ketika sakit, ia hanya bisa terlelap saat ditemani bundanya. Namun sejak ia gagal sidang, rasanya ia belum berani mengunjungi orangtuanya. Dirga masih malu. Saat bertemu di mansion utamapun mereka hanya sedikit mengobrol.Namun dengan Wina, ia bisa tidur saat sakit. Bahkan tidur nyenyak.Dirga meraba dahinya lalu tersenyum. Bag
Hingga beberapa saat, Wina dan Dirga masih saling pandang. Tak sadar, diam-diam keduanya saling mengagumi. Wina melihat dengan seksama wajah tampan majikannya. Sementara Dirga masih setia memperhatikan bibir tipis Wina.Tiba-tiba Wina memejamkan matanya, Dirgapun refleks mendekatkan wajahnya. Namun sebelum ekspektasi Dirga terwujudkan ....HATCHUI!Wina bersin dengan brutalnya. Tepat di wajah Dirga, hingga seluruh wajah dokter tampan itu basah.Dirga sampai memejamkan matanya menahan malu dan kesal.“WINAAA!” Teriaknya tak kalah kencang dari suara bersin gadis mungil di depannya.Sedangkan pelakunya sudah kelabakan, panik atas ulahnya sendiri. Ia berniat membersihkan wajah majikannya yang basah karena bersinnya. Namun belum sempat menyentuh, Dirga buru-buru menahan. Dicengkeramnya pergelangan tangan mungil itu.“Tangan. Kamu. Kotor!” ucap Dirga penuh penekanan di setiap katanya.Raut wajah dokter berahang tegas itu sudah sangat tidak bersahabat. Wina hanya bisa tersenyum kecut karena
Tidak mungkin seseorang pergi berperang tanpa adanya strategi dan senjata. Begitu pula dengan Aldo yang tidak mungkin menumbangkan Dirga tanpa persiapan. Oleh karena itu, ia harus meminta saran dari yang lebih expert. Dan satu-satunya orang yang paling bisa dipercaya adalah papanya.Selama ini aldo memang terkenal sebagai anak yang nakal dan masa bodoh dengan keadaan sekitarnya. Namun tanpa banyak orang tahu, di balik sikapnya yang hanya tahu main-main, Aldo adalah pengamat yang cerdik. Baik pengamat dalam hal bisnis maupun kehidupan pribadi setiap anggota keluarga besar Hermanto.Termasuk kehidupan papanya."Papa kira, Aldo tidak tahu siapa dalang di balik hancurnya keluarga Rizal?" cecarnya kala papanya masih menolak untuk membantunya.Kemudian tanpa diminta, pria berwajah oriental itu menceritakan apa saja yang ia ketahui tentang perbuatan papanya di masa lalu. Sehingga mau tidak mau papanya bersedia bergabung dalam agenda untuk menyingkirkan Dirga, sang cucu emas."Bagaimana denga
Siang itu sesuai perjanjian, Sheryl menemui sepupu Dirga untuk membahas rencananya. Namun untuk menjaga privasi keduanya, Aldo minta bertemu di perusahaannya saja.Sheryl sudah sangat putus asa. Pasalnya orangtuanya tak main-main dengan rencananya. Kedua belah pihak, minus Sheryl, sepakat meneruskan perjanjian yang sudah mereka agendakan sejak anak gadisnya baru menginjak dunia perkuliahan.Sebenarnya orangtuanya pernah membicarakan hal tersebut pada Sheryl. Namun Sheryl 10 tahun yang lalu meminta untuk membahasnya lagi ketika ia sudah menjadi dokter spesialis. Orangtuanya setuju. Sheryl juga minta perjodohan harus otomatis dibatalkan jika sebelum waktu yang ditentukan ia sudah menemukan pasangannya sendiri.Apesnya, selama itu pula Sheryl belum berhasil memperkenalkan Dirga sebagai calon suami. Memang banyak laki-laki yang mendekatinya. Beberapa senior yang sudah mapan bahkan sudah mengajaknya serius.Namun dokter kandungan berparas cantik itu menolak semua pria yang datang. Ia masih
Dirga keluar dari ruang rapat bersama para direksi dengan wajah masamnya. Ia menghela napasnya kala melihat berkas yang ada di kamarnya. Tidak menyangka dengan hukuman yang diberikan kakeknya. Ternyata ini alasan ia harus mengikuti rapat para direksi?Dirga mendapat tugas mencari sekaligus survey lokasi yang akan dijadikan tempat Bakti Sosial tahunan rumah sakit milik keluarga Hermanto. Padahal ia harus mematangkan kembali persiapan sidang tesisnya pada gelombang berikutnya.Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya. "Mau saya temani survey?" Tawar Dokter Fahmi, salah satu seniornya yang tadi juga mengikuti rapat.Dirga menggeleng pelan dengan tetap memperlihatkan senyumnya. "Gak usah, dok. Terimakasih. Ini sudah jadi tugas saya," tolak pria berkulit tan itu dengan halus. Bisa panjang urusannya jika ketahuan kakeknya. Melalui pesan teks, kakeknya sudah mewanti-wanti untuk mengurus semuanya sendiri. Tanpa bantuan rekan dokter lainnya.***Karena pertemuannya dengan Aldo, Dirga jadi lupa tuj