Share

Part 7-Drama Wina si Bocah

Saat ini Wina sedang berada di minimarket untuk membeli beberapa camilan ringan. Lebih tepatnya camilan murah, sih. Ia sangat terkejut karena melihat Dirga—Target Misinya—sedang mengantri di kasir.

Winapun langsung bersembunyi di rak-rak jajan sambil mengawasi targetnya. Ia juga melihat si Dokter Cerobong Asap menenteng snack, lalu merogoh uang bergambar dua tokoh proklamator Indonesia. Memang sih, Wina juga ragu kalau sang dokter masih mengingatnya. Tapi untuk berjaga-jaga, ia bersembunyi dengan bergeser ke bagian mesin penyeduh kopi dan mie instan.

Lumayan deh buat hangat-hangat mie-nya.

Setelah beberapa menit Wina yakin Dirga sudah pergi, ia pun berniat untuk membayar di kasir. Tapi naas, mie instan dalam cup yang masih panas tumpah karena ia menabrak laki-laki di belakangnya.

“Oh, Shit!” teriak laki-laki yang tingginya 30 centi di atas Wina.

“Maaf-maaf,” ucap Wina dengan tangan sibuk membersihkan mie instan yang berserakan menempel di kemeja biru langit milik laki-laki kini sedang mengumpat lirih. Terdengar sangat kesal!

Wina yang awalnya merasa bersalah karena membuat baju mahalnya kotor, sekarang ia justru merasa takut begitu melihat ponsel keluaran baru di tangan laki-laki itu ikut terkena kuah mie yang masih panas.

Oh, noooo! Kalau rusak terus disuruh ganti, gimana ini? Batinnya panik.

Tapi sepertinya kesialannya belum berakhir. Begitu ia mendongak, justru mereka berdua yang kaget.

Ini’kan bocah SMP kemarin? Tanya Dirga dalam hati.

Melihat Dirga yang sepertinya mengingatnya, Wina semakin khawatir.

Sial!

“Kamu lagi?! Sekarang harus ganti rugi. Aku gak mau dikadalin lagi!” Dirga langsung teriak karena masih merasa kesal dengan tingkah ‘bocah SMP’ di depannya.

Orang-orang yang berada di minimarket juga mulai mendekati meraka karena mendengar teriakan Dirga. Ada beberapa yang bertanya ‘apa yang terjadi?’. Belum sempat menjawab pertanyaan orang-orang, Dirga dan pengunjung minimarket lainnya menatap heran ketika melihat Wina yang tiba-tiba menangis.

“Ma-maaf, tapi itu uang du-dua ratus uang terakhir aku, Om,” kata Wina terbata-bata dengan wajah penuh air mata.

Berbeda dengan Dirga yang kebingungan, para pengunjung minimarket justru merasa simpati kepada Wina.

“Adek kenapa, kok malah nangis?” Tanya salah satu Ibu-ibu yang menenteng keranjang belanja berisi minyak goreng dan  sembako lainnya.

“O-om ini minta ganti rugi lagi, Bu. Tapi aku udah gak punya uang lagi,” jawab Wina dengan suara tersendat-sendat karena tangisnya.

Dirga langsung paham. Dia akan ditipu lagi! Dan untuk mencegah kesalahpahaman semakin berlanjut, Dirga membantah dengan tegas tuduhan Wina.

“Pak, Bu. Kalian jangan percaya sama bocah ini. Dia itu penipu, Pak, Bu.”

Wina semakin deg-degan. Ia tidak mau jika harus disuruh ganti rugi. Dan tiba-tiba otaknya memberikan sebuah ide. Sambil menahan diri agar tidak tesenyum penuh kemenangan. Wina kembali mengatur wajahnya menjadi bocil yang memelas.

“Aku punya buktinya kok, Pak, Bu. Di kantong celana Om ini ada uang merah 2 lembar. Itu uang ganti rugi yang diminta karena aku ngotorin bajunya.”

Bapak-Ibu pengunjung minimarket sontak menoleh ke arah kantong celana Dirga. Entah kenapa Dirga justru ikut reflek merogoh saku celanya. Ya emang ada uang 200 ribu di kantong tersebut. Tapi ’kan itu uang punya Dirga.

Tapi naas, tindakan Dirga justru menyelamatkan Wina dan membenarkan tuduhannya. Minimarket jadi ramai karena pengunjungnya berganti menuduh Dirga. Mengatainya memalak anak kecil.

“Padahal tadi kesini naik mobil. Tapi uang segitu saja minta dari anak kecil.” Ucap salah satu bapak-bapak yang menggendong anak perempuan. Dan ramai lagi ucapan-ucapan buruk  yang dituduhkan untuk Dirga.

Mendengar itu semua, Wina menyembunyikan wajah sumringahnya di balik tangannya. Ia benar-benar mengucap syukur dalam hati.

Sedangkan Dirga benar-benar menyumpah serapah dalam hati.

Sialan!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status