Jian Huànyǐng kembali berjalan menelusuri jalan setapak berlapis batu bata yang mulai ditumbuhi lumut. Angin sepoi-sepoi berhembus membawa aroma dedaunan basah dan tanah yang lembap. Suasana di kediaman ini sungguh sepi, kontras dengan kenangan tentang kediaman keluarga Jian di Kota Shuifeng. Di Teluk Laut Biru, Kediaman Klan Jian, setiap sudutnya menawarkan kegembiraan dan kebersamaan, meski mereka harus berlatih pedang dan kultivasi setiap hari dengan kesungguhan hati.
"Eh, Kau!" Lagi-lagi ada seseorang yang memanggilnya, membuat Jian Huànyǐng terpaksa menghentikan langkahnya. Dia menoleh dan melihat seorang pelayan pria berlari ke arahnya, diikuti oleh seorang pemuda yang tampak seumuran dengannya. "Aku?" Jian Huànyǐng menunjuk pada dirinya sendiri, seakan tidak yakin bahwa dirinya yang dipanggil. "Tentu saja kau! Hantu gentayangan!" Pria itu berteriak dan melemparinya dengan sepotong kayu yang tergeletak di tanah. Tentu saja Jian Huànyǐng sangat terkejut dan berteriak, "Aiyo, kau ini kenapa memukulku? Apa salahku?" "Diam kau!" Tiba-tiba saja pemuda yang tadi berlari di belakang pelayan pria itu membentaknya dan memukul kepala Jian Huànyǐng. Seketika Jian Huànyǐng merasa kesal dan membalas memukulnya tanpa berpikir panjang, tangannya bergetar akibat adrenalin yang mengalir deras. Pemuda itu semakin kesal dan berteriak padanya, "Berani-beraninya kau memukulku!" "Kenapa aku tidak berani memukulmu? Kau pikir siapa dirimu?" Jian Huànyǐng membalas ucapannya dengan teriakan yang tak kalah keras. Perkelahian pun tak terhindarkan dan segera saja menjadi keributan yang menjalar ke segala penjuru kediaman. Dalam sekejap, orang-orang berdatangan melerai mereka berdua. Suara benturan tubuh mereka terdengar keras, seakan-akan mengguncang fondasi kediaman itu. Seorang wanita berpakaian mewah berlari dan berteriak-teriak panik. Sepertinya dia adalah ibu dari pemuda yang berkelahi dengan Jian Huànyǐng. Tak berapa lama, seorang Nyonya Tua dengan pakaian elegan datang dan seketika menghentikan keributan. Kehadirannya membawa aura wibawa yang membuat semua orang terdiam. "Apa yang terjadi di sini?" Pelayan wanita yang mendampingi Nyonya Tua itu bertanya dengan nada tegas dan dingin, membuat suasana menjadi semakin tegang. Semua orang tertunduk diam, tidak berani berkata terlebih dahulu. Bahkan pemuda yang tadi memukulnya pun kini meringkuk ketakutan di belakang wanita berpakaian mewah tadi. Jian Huànyǐng tersenyum di dalam hati dan mulai memahami situasinya. Meski ingatan Murong Yi hampir menghilang sepenuhnya dari memorinya, tetapi hal-hal yang berkaitan dengan kediaman para bangsawan tidak jauh berbeda dengan kediaman klan-klan seperti klan Jian di mana dia lahir dan dibesarkan. "Zǔmǔ!" Jian Huànyǐng seketika berlari kemudian memeluk kaki Nyonya Tua itu, memeluknya erat-erat dan mulai menangis seperti anak kecil yang mengadu, ketakutan dan merasa sakit serta malu. Air matanya mengalir deras, membasahi kaki Nyonya Tua yang seakan menjadi pelindung terakhirnya. "Dà Gōngzǐ, bangunlah!" Pelayan wanita yang tadi menegur kini menegurnya lagi dan memberi isyarat pada pelayan lain yang datang bersama Nyonya Tua itu. Pelayan wanita itu mengangguk kemudian menarik lengan Jian Huànyǐng untuk berdiri. "Aku tidak mau! Aku mau di dekat Zǔmǔ saja. Kalau tidak, dia akan memukuliku!" Jian Huànyǐng merengek ketakutan dan tidak mau melepaskan pelukannya pada kaki Nyonya Tua. Suaranya pecah karena tangisan yang tak terbendung. "Dà Gōngzǐ, tidak akan ada yang memukuli Anda lagi." Pelayan wanita itu membujuknya dengan lembut. Senyum manis nan lembutnya membuat Jian Huànyǐng terpesona, mengingatkan pada senyum seseorang yang dahulu selalu bisa membuatnya tenang. "Benarkah? Kakak, kau jangan berbohong. Aku tidak mau dipukuli lagi. Kemarin aku hampir mati karenanya, aku tidak mau mati!" Jian Huànyǐng pun melepaskan pelukannya kemudian berjongkok dan menangis terisak-isak sembari menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Isak tangisnya terdengar memilukan, menggetarkan hati siapa saja yang mendengarnya. Nyonya Tua meliriknya kemudian mendesah pelan. Dia menatap wanita cantik berpakaian mewah di hadapannya. Wanita itu menundukkan kepalanya dalam-dalam, tidak berani menatap wajah Nyonya Tua. "Selir Ying, semakin hari kau semakin keterlaluan. Kendalikan putramu. Jika terjadi sesuatu pada Murong Yi, apakah kau akan bertanggung jawab?" Nyonya Tua berbicara dengan pelan tetapi sangat tegas. Suaranya seperti belati yang menusuk langsung ke hati. "Tài Fū Rén, ini tidak seperti yang Anda lihat. Ini hanya kesalahpahaman saja." Selir Ying, wanita itu berdalih dengan gaya tak berdayanya, namun kegelisahan terpancar jelas di wajahnya. "Zǔmǔ! Lihatlah!" Jian Huànyǐng yang sudah muak dengan drama para selir yang menjijikkan tidak ingin terlalu lama terlibat. Dia berdiri dan menyingsingkan lengan hanfu lusuhnya, memperlihatkan luka-luka yang mengerikan. Nyonya Tua terkejut melihat luka-luka di lengan pemuda itu. Tak cukup puas dengan aksinya, Jian Huanying tiba-tiba saja melepaskan jubahnya. Seketika pelayan wanita yang tadi membujuknya berteriak keras. "Nyonya Tua, ini ...!" Tunjuknya pada punggung Jian Huànyǐng yang penuh luka yang belum sembuh sepenuhnya. Nyonya Tua menghela napas panjang seakan menahan beban yang begitu berat. Wajah tuanya menggelap, tetapi tatapannya penuh rasa iba saat menatap Jian Huànyǐng. Matanya berkaca-kaca, menahan air mata yang hampir saja jatuh. "Selir Ying, Yunhua mungkin sudah tiada, tetapi hingga hari ini kau belum menjadi Nyonya Utama menggantikan posisinya." Nyonya Tua menatap tajam pasangan ibu dan anak di hadapannya yang terus menundukkan kepala. Kata-katanya bagaikan palu godam yang menghantam kesadaran mereka. "Jaga sikap dan juga putramu. Jika terjadi sesuatu pada Murong Yi lagi, bahkan putraku tidak akan bisa melindungi kalian berdua." Nyonya Tua berbicara dengan tenang tetapi tegas, suaranya penuh wibawa dan tidak menyisakan ruang untuk bantahan. "Ingatlah akan pernikahan putrimu. Jika Pangeran Jing Yan mendengar hal ini, apakah dia masih menginginkan untuk melanjutkan rencana pernikahan yang memang sudah lama tidak dikehendakinya?" Nyonya Tua melanjutkan ucapannya dengan pelan tetapi penuh ketegasan tanpa keraguan, seperti hukuman yang tak terelakkan. noted : *Zǔmǔ : nenek dari pihak ayah *Dà Gōngzǐ : Tuan Muda Pertama *Tài Fū Rén : Nyonya Tua, ibu dari Tuan Besar.Di Hēiyǐng Shān, Huànyǐng masih bergulung di tempat tidur membelakangi Qing Yǔjiā. Selimut ditarik hingga menutupi separuh kepalanya, hanya menyisakan rambut hitam yang berantakan."Sampai kapan kau akan merajuk seperti itu, Huànyǐng?" tanya Qing Yǔjiā jengkel.Gadis cantik itu, meski kini berpakaian jauh lebih sederhana tanpa aksesoris mewah yang biasa dipakainya, berkacak pinggang di depan tempat tidur. Wajahnya menunjukkan ketidaksabaran menghadapi drama pagi ini.Qing Héng Zhì, yang menyaksikan dari sudut ruangan sambil mengayun-ayunkan kakinya di kursi, akhirnya berusaha menengahi."Jiě, jangan begitu," tegurnya pelan, merasa tidak enak hati melihat Huànyǐng yang terus-menerus diam sejak bangun tidur.Namun, Qing Yǔjiā tidak terpengaruh."Biarkan saja!" sahutnya galak, lalu menoleh pada adiknya. "Héng Zhì, kau pergi saja ke pasar. Beli beberapa bahan makanan dan bibit tanaman yang sudah habis."Qing Héng Zhì, meski
Fajar menyingsing dengan cahaya yang redup di atas Hēiyǐng Shān. Tiānyīn berdiri di teras dengan guqinnya tergantung di punggung, bersiap untuk pergi. Huànyǐng masih tidur di dalam rumah bersama kedua bocah kecil yang memeluknya erat seperti anak kucing yang takut kehilangan induknya.Qing Yǔjiā berjalan mendekati Tiānyīn, tatapannya tertuju pada pemuda bermata biru itu dengan kekhawatiran."Yuè Èr Gōngzǐ, apakah tidak menunggu Huànyǐng bangun dan berpamitan padanya?"Tiānyīn menggelengkan kepalanya pelan.Qing Yǔjiā terdiam sejenak, lalu bertanya lagi dengan hati-hati, "Apakah Yuè Èr Gōngzǐ tidak ingin membawa Huànyǐng kembali ke Kediaman Aroma Wisteria?""Tidak sekarang," jawab Tiānyīn singkat dan tenang seperti biasanya..Tanpa banyak kata, ia melangkah meninggalkan Hēiyǐng Shān menuju Bi Hai Wan. Meninggalkan Qing Yǔjiā yang mengantarkannya hingga ke pintu gerba
Tiānyīn dan Huànyǐng duduk berhadapan di teras sebuah bangunan sederhana di puncak Hēiyǐng Shān. Di atas meja terhidang tumis sayuran hijau dengan daging, acar lobak, nasi hangat, ikan kukus, serta arak dan teh yang mengepulkan uap hangat ke udara malam.Suasana makan malam yang tenang ini berbeda dengan keributan di siang hari. Kedua bocah kecil telah tertidur lelap di dalam rumah, diurus oleh Nenek Qing dan beberapa perempuan lain dari klan Qing.Huànyǐng, tanpa diminta, mulai menjelaskan sambil mengambil sepotong daging dengan sumpitnya."Mereka adalah orang-orang dari klan Qing, klan Wu, dan sekte kecil lainnya yang melarikan diri saat diserang Bìxiāo Tiěwēi setahun lalu."Tiānyīn mengangguk, tatapannya beralih pada orang-orang yang tengah berkerumun di bangunan terbesar di bukit, menikmati makan bersama sambil bercanda dan berbincang. Meski hidup dalam kesederhanaan, wajah mereka tampak damai dan p
Setelah perjalanan yang dipenuhi tawa dan keributan kecil, Tiānyīn, Huànyǐng, dan Qing Yǔjiā akhirnya tiba di kediaman mereka di puncak Hēiyǐng Shān, disambut dengan senang hati oleh para penghuni bukit.Nenek Qing berlari tergopoh-gopoh dan langsung membungkukkan tubuh rentanya di hadapan Tiānyīn dan Huànyǐng, menunjukkan penghormatan yang tinggi meski napasnya masih terengah-engah."Jian Wu Gōngzǐ, Yuè Èr Gōngzǐ, maafkan A Jun!" ucapnya dengan sangat sopan. Meski jauh lebih tua, Nenek Qing yang hanya orang biasa di klan Qing harus bersikap hormat kepada para tuan muda dari klan besar.Tiānyīn hanya mengangguk dengan sikap tenang seperti biasanya, sementara Huànyǐng tertawa santai sambil menggoyangkan Xiǎo Bai yang mulai tertidur di gendongannya."Ah, tidak perlu segan begitu, Nek. Tidak apa-apa, sesekali membuat Dewa Musik Lanyin kerepotan mengurus bocah nakal seperti A Jun."Tiānyīn melirik Huànyǐng dengan tatapan datar yang familiar,
Setelah keributan kecil di tengah kota, Qing Yǔjiā dengan sopan mengundang Tiānyīn untuk mampir ke kediaman mereka. Meski terlihat tenang seperti biasa, Tiānyīn mengangguk setuju. Sesuatu dalam dirinya penasaran dengan kehidupan baru Huànyǐng di tempat yang mustahil ini."Yuè Èr Gōngzǐ, silakan ikut kami. Aku akan menyiapkan hidangan yang layak untuk tamu terhormat," ucap Qing Yǔjiā sambil membungkukkan badan.Huànyǐng tertawa. "Yǜjiā, jangan terlalu formal! Chénxī tidak suka diperlakukan seperti bangsawan."Mereka beranjak menuju Hēiyǐng Shān, Bukit Bayangan Hitam yang dikenal sebagai pusat kegelapan sejak kota ini diliputi aura misterius. Di perjalanan, Qing Yǔjiā mampir ke berbagai pedagang untuk berbelanja daging, sayuran, bahan-bahan makanan lain, dan tentu saja arak."Mofa Shi memang paling suka arak! Beli yang mahal sekalian!" Goda seorang pedagang sambil tertawa."Diamlah! Aku hanya ingin menyambut tamu dengan baik," sahut Huànyǐn
Melihat Tiānyīn yang berdiri di hadapannya setelah berbulan-bulan berpisah, Huànyǐng tidak mampu menahan diri. Tanpa pikir panjang, ia langsung berlari dan melompat ke dalam pelukan Tiānyīn dengan kekuatan penuh."Chénxī! Benarkah kau mencariku?" seru Huànyǐng dengan riang, kedua tangannya melingkar erat di leher Tiānyīn.Tiānyīn yang sama sekali tidak siap dengan serangan mendadak ini terhuyung mundur. Beban tubuh Huànyǐng yang tiba-tiba menimpanya membuat keseimbangan pemuda bermata biru itu terganggu, dan mereka berdua akhirnya terjatuh ke tanah dengan keras.Namun, sebelum mereka sempat mengucapkan sepatah kata pun, tiba-tiba terdengar jeritan dan tangisan dari arah kaki Tiānyīn."Huànyǐng Gēge!"Huànyǐng dan Tiānyīn menoleh bersamaan ke arah suara itu. Xiang Jun yang masih bersembunyi di balik jubah Tiānyīn kini hampir tertindih akibat kejadian tadi, wajah mungilnya memerah menahan tangis.