Tengah malam Danu terbangun setelah mendengar suara manusia berbisik-bisik. Lilin mati, mungkin sudah habis. Dari kegelapan tersebut dengan pandangan mata telanjang Danu bisa melihat ada dua manusia yang tengah berbincang-bincang, mungkin tidak mengetahui bahwa ada manusia lain selain mereka.
“Kita harus segera kembali dan menyusun strategi untuk menghadapi mereka!” kata salah seorang di antara mereka,
Satunya menjawab, “Tapi kita belum sepenuhnya mengetahui strategi penyerangan seperti apa yang akan mereka gunakan!”
Beberapa saat diam. Mereka adalah dua pemuda yang bertubuh kecil, tinggi, rambutnya panjang tidak beraturan. Danu belum mengerti apa yang mereka bicarakan, tapi perbincangan mereka terlihat menarik perhatian.
“Aku mengerti itu, Karim. Tapi untuk apa kita tahu strategi mereka jika pasukan kita tidak ada persiapan apa pun?”
Pemuda yang bernama Karim angkat bicara lagi, “Tapi aku rasa kita m
Tiada penunjuk waktu kecuali sinar matahari yang samar-samar masuk pintu gua. Kendati demikian keadaan dalam gua tetap gelap, hanya beberapa gelintir sinar yang bisa menerobosnya, membangunkan empat sosok manusia yang terlelap dalam bungkusan selimut kedinginan, berbantalkan dingin yang menyengat.“Bangun, Danu! Sudah pagi!” Permata membangunkan Danu.Mata Danu mengerjap-erjap. Tangannya membersihkan sisa-sisa kotoran yang menyelimuti matanya, dia masih mengantuk.“Ke mana mereka?” tanya Danu, yang dia maksud adalah Karim dan Rosan.“Aku juga tidak tahu!” sahut Permata.Dengan segera Danu memeriksa busur panahnya, masih ada. Kendi pemberian Oprus, masih ada. Pusaka Naga? Masih ada. Dalam hati dia bersyukur tidak ada barang-barang berharganya yang hilang dari tempatnya.“Semua baik-baik saja!” ujar Danu.Beberapa saat kemudian ternyata Karim dan Rosan berjalan dari pintu gua membawa kayu-
Terima kasih untuk semua teman-teman yang masih setia membaca dan menunggu lanjutkan ceritaku. Satu komen dan satu vote dari kalian sangatlah berarti untukku, maka jangan sungkan-sungkan untuk berkomentar, iya. Eh, selain novel Pendekar Gunung Tiga Maut ini aku juga punya novel lain, judulnya Terjebak Mantra. Novel tersebut menceritakan tentang manusia bumi yang menemukan buku ajaib dan menjelajah planet lain. Nah, dia telah sampai di planet Kulstar. Apakah kalian pernah mendengar nama planet tersebut? Bahkan, NASA belum pernah dan tidak akan bisa menemukannya. Heheheh... Nah, jangan lupa baca karya aku itu, yah.. hihii Terima kasih.. Salam hangat dari penulis, Azka Taslimi, Author Hoak
Tangan kanan Danu mengirimkan pukulan namun dengan mudah Karim menepisnya. Hampir dua belas kali Danu mengirimkan pukulan, dua belas kali tendangan dengan tenaga penuh, sebanyak itu pula Karim menangkisnya. Permata tidak kalah cekatan, dia telah mengirimkan belasan tendangan dan pukulan kuatnya, nihil, tidak ada yang mengenai sasaran.Karim memasang busur panah itu di pundaknya, tanpa merasa bersalah ia tertawa keras-keras, “Hahaha! Kalian bukan lawanku!”Danu bertambah geram, ini bukanlah soal harga diri, tepi lebih dari itu. Ini adalah tentang amanah yang Danu emban dari Rangkasa, menjaga tempat Serat Agung sekarang tengah berada.Tangan mengepal, rahang mengatup kuat, Danu konsentrasi penuh. Permata tidak pernah melihat Danu seperti itu, matanya terpejam dengan sendirinya menyaksikan kengerian itu. “Hati-hati, Danu!” ujar Permata, Danu bergeming.“Haa....” Pukulan Danu mengarah pada wajah Karim.Bug...
“Baiklah, selamat jalan dan sekali lagi maafkan kami!” kata Rosan sebagai penghantar perpisahan dengan Danu juga Permata.Kali ini Karim dengan hati yang tulus meminta maaf, “Danu, Permata, maafkan aku yang telah membuat kalian marah!”Danu tersenyum, Permata mengangguk beberapa kali. Danu berkata, “Tidak ada yang salah, itu hanya ketidaksengajaan kecil yang terlalu kau besar-besarkan!”“Terima kasih. Kalian berdua adalah ksatria terbaik yang pernah aku kenal dalam perjalananku!” Karim memuji.“Begitu pula dengan kalian!” Permata melihat Karim dan Rosan bergantian. “Kalian adalah dua putra raja yang akan mempersatukan dunia!”Rosan menyambutnya dengan tawa, Karim tersenyum malu dikatakan sebagai putra raja terbaik.“Tidak banyak putra raja yang bersedia untuk melakukan tugas berat seperti kalian!” ujar Danu, kagum dan takjub dengan kepribadian mereka.
“Siap?” tanya Rosan setengah berteriak.“SIAP!” Bertiga serempak membalas sebagai jawaban.Empat batu meluncur sekaligus, batu itu lebih besar dari kepala orang dewasa. Debu mengepul mengiringinya, batu itu meluncur cepat sekali menuruni lereng perbukitan.Bum...Bluk...Suara batu beradu dengan dinding bukit yang sebagian besar permukaannya juga berupa batu. Batu-batu itu adalah bebatuan yang dikirimkan oleh burung ababil pada kisah di kejauhan.Empat batu mengenai kepala para prajurit di bawah sana. Mereka terjatuh dari kuda, jatuh ke bawah, kemudian nasibnya tidak ada yang mengetahui, apakah mati atau masih hidup. Empat batu lagi mereka luncurkan, tanpa mengenal kasihan batu itu mengenai empat orang lagi, jatuh ke bawah dan membawa beberapa temannya karena terbentur. Kuda-kuda mereka ketakutan. Empat batu lagi meluncur dari atas dengan kekuatan penuh.Bum...Blur..Blar...Tapi itu semua
“Kita harus segera melakukan sesuatu, Rosan!” ujar Karim, dia benar-benar tidak bisa konsentrasi untuk menghadapi para prajurit di depan sana, para prajurit yang bersembunyi di balik bukit juga bebatuan besar.“Tidak ada yang bisa kita lakukan, Karim. Hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah menunggu para pasukan bangsat itu kehabisan anak panah dan kita bertarung jarak dekat!” sahut Rosan, matanya tidak lepas dari pandangan yang mengarah tajam ke depan, ia sama sekali tidak kehilangan konsentrasi entah bagaimanapun keadaannya.Karim tidak sependapat dengan kakaknya. “Kita tidak bisa hanya menunggu, Rosan. Siapa yang melangkah lebih cepat maka akan sampai terlebih dahulu!”“Percuma berjalan lebih dahulu dan cepat,” Rosan memandang Karim sekejap, lalu kembali menatap ke depan, “jika langkah kita salah!” lanjutnya.Gelengan kepala kecewa dari Karim terdengar, ia benar-benar berbeda sifat dengan Ro
Nasib manusia memang tidak ada yang tahu. Tapi, manusia harus percaya bahwa Tuhan menciptakan manusia tetaplah dengan sebuah tujuan. Tidak akan ada manusia yang mengetahui nasib, sekali pun dia adalah seseorang yang bisa menebaknya, ia hanya bisa menebak tapi tidak bisa memastikan. Namun di antara itu semua ada sebuah hal yang bisa manusia pastikan, bahwa kebenaran akan selalu menang bagaimana pun caranya. Jika tidak menang di dalam dunia, maka ia akan menang di hari kebangkitan kelak.Wajah Danu pucat sekali, namun ia masih bisa bertahan dan memberikan perlawanan bersama tiga orang temannya. Permata benar-benar khawatir, tapi ia tahu diri juga tidak bisa berbuat banyak untuk membantu, para prajurit telah mengepung gua dari depan, mereka benar-benar terkurung di dalamnya. Sesekali mereka menarik busur dan meluncurkan anak panah, dan empat orang itu mati-matian menghindar.“Jika harus mati di sini, maka aku sangat bersyukur sekali bisa mengenal kalian berdua!&rdqu
Tuk... tuk... tuk... Terdengar suara tumbukan menggema di seisi ruangan gua. Itu adalah suara Permata yang menumbuk dedaunan menggunakan batu sebagai ramuan untuk luka Danu. Wajah Danu pucat dan semakin pucat, sepertinya itu bukan saja akibat dari luka diperutnya, tapi ada luka lain yang Danu sembunyikan dari Permata. Permata membubuhkan tumbukan itu pada perut Danu yang mengalami luka, sedikit gugup Permata melakukannya. Ini adalah kali kedua Permata menyentuh langsung perut Danu dan yang pertama adalah beberapa hari lalu, ketika Danu baru terluka. Danu sendiri berusaha menahan geli yang ia rasakan, sebab tangan lembut Permata menyentuhnya dengan halus. Danu pandangi mata Permata yang begitu serius memandang lukanya, tangannya cekatan bak seorang ibu yang tak ingin anaknya menangis. “Semoga cepat sembuh, Danu!” kata Permata sembari mengipasi luka Danu dengan daun jati yang sudah mengering, warnanya coklat tua. “Semoga saja!” sahut Danu, ia meringis b