MasukNyai Lirih Dewi berkata dalam geram, "Aku harus bisa mengambil kitab itu lagi tanpa harus pergi dari Bukit Bara!"
"Biar aku yang mengambilnya ke sana, Nyai!" kata Baraka.
"Jangan! Kau tak boleh ke sana!" tukas Rintih Manja. "Dia pandai menjerat hati lelaki."
"Tenang saja, Rintih Manja," kata Baraka. "Dia tak akan menjeratku karena hatinya tadi sudah terjerat sendiri olehku."
"Uuh...! Dasar buaya!" geram Rintih Manja, lalu bergegas masuk.
-o0o-
Baraka tak mau didampingi oleh siapa pun. Masa' jagoan mau melabrak musuh kok harus didampingi seseorang, malu kan? Makanya Baraka tetap ngotot ketika Nyai Lirih Dewi memerintahkan Rintih Manja untuk mendampinginya ke Geledek Hitam.
"Kalau ada yang nekat mendampingiku, aku tidak mau pergi ke sana!" ancam Baraka.
Akhirnya sang Nyai memutuskan untuk menuruti kemauan Baraka. Ia percayakan kitab itu kepada si tampan dengan catatan: "Jika kau terpikat oleh kecantikannya
"Bukan.. Itu pemberian guruku yang lain. Dan itu jarang kupakai kalau aku tidak dicobai orang lebih dulu," jawab Baraka dengan tenang sambil memperhatikan perubahan air muka kedua kenalan barunya itu.Kadasiman tampak lebih tenang dari Panurata. Ia ajukan tanya lagi pada Baraka, "Kalau misalnya...!" tapi pertanyaan itu tidak jadi diteruskan. Mata Kadasiman melebar manakala ia melihat ada cairan merah mengalir lamban dari telinga Panurata."Panurata, kenapa telingamu berdarah...!"Panurata berlagak kaget. Memeriksa telinganya, dan ternyata memang berdarah. Panurata bingung menjawab, hanya senyum-senyum kikuk salah tingkah. Tapi ia segera berkata pula dengan wajah terperanjat, "Kadasiman, telingamu juga berdarah!"Kadasiman ikut salah tingkah dan beralasan, "Mungkin aku menderita panas dalam!"Baraka tersenyum lebar, langsung berkata pada pokok masalah sebenarnya."Kurasa kalian tak perlu mencobai diriku. Akibatnya akan buruk bagi kalian sendi
"Memangnya kepalaku ini tungku, kok mau dikepret! Aku cuma mau kenalan sama dia. Soalnya aku sering mendengar cerita kependekarannya dan aku sangat mengagumi tokoh muda itu!"Sebenarnya Baraka mendengar kasak-kusuk orang berbaju kuning itu, tapi Baraka diam saja dan berlagak tidak mendengarnya, ia memesan makanan kesukaannya, ayam geprek sambel setan."O, baiklah kalau begitu. Hmmm... apa Kisanak mau menikmati arak paling enak disini?""Kalau ada... boleh!" jawab Baraka bersemangat.Orang berbaju kuning tadi akhirnya benar-benar mendekati Baraka dan menyapa dengan keramahan dan kesopanan seorang pengagum."Maaf, apakah kau yang bernama Baraka, Pendekar Kera Sakti itu?""Benar," jawab Baraka dengan senyum tipis. "Kau siapa?""Aku pengagummu. Namaku; Panurata."Baraka menyambut uluran tangan si Panurata, mereka bersalaman. Panurata tampak senang sekali menerima sikap ramah Baraka, karena semula ia menyangka Baraka orang yang somb
Zuuubbb...!Sesuatu berkelebat ke arah Raja Kera Putih, membuat ucapan Raja Kera Putih terhenti. Benda yang bergerak cepat dari arah belakangnya itu segera dihindari dengan gerakan kepala membungkuk ke depan sambil berseru, "Awas...!"Dengan membungkuknya Raja Kera Putih, benda yang meluncur cepat itu menjadi mengarah ke dada Pendekar Kera Sakti. Raja Kera Putih bagaikan menyerahkan urusan itu kepada sang murid, sehingga dengan gerak tangkasnya Baraka segera memiringkan badan dan mengelebatkan tangannya ke depan.Teeb...!Sesuatu yang bergerak itu kini terjepit di antara dua jari tangan Baraka. Dengan wajah tegang Baraka memandangi benda tersebut yang ternyata sebatang paku berwarna hitam baja. Panjang paku itu seukuran sekelingking orang dewasa. Ujungnya runcing dan memancarkan sinar hijau kecil mirip kunang-kunang."Baraka, kejar orang yang menyerang kita dari kerimbunan seberang sungai itu! Dia adalah lawan utamamu!""Maksud Guru... dia a
"Mengapa justru pancaran dendam yang kulihat memancar dari dalam batinmu! Mengapa begitu, Baraka!""Tiba-tiba aku terbayang wajah musuhku, Guru!""Rawana Baka, maksudmu?""Benar, Guru. Rawana Baka alias Siluman Selaksa Nyawa membayang terus dalam ingatanku, sehingga batinku memancarkan dendam dan kejengkelan. Aku gemas sekali dan ingin buru-buru mencarinya lagi, Guru!" Raja Kera Putih menarik napas, mencoba memaklumi perasaan muridnya yang sudah lama mengejar-ngejar Siluman Selaksa Nyawa, sang tokoh aliran hitam yang sering dijuluki manusia paling sesat itu.Raja Kera Putih pun berkata kepada muridnya dengan memunggungi sang murid. "Itu memang tugasmu; menghancurkan kelaliman, meleburkan manusia sesat demi menyelamatkan umat manusia di bumi. Tetapi seharusnya kau bisa mengendalikan pikiranmu dan bisa menempatkan kapan saatnya kau berpikir tentang Siluman Selaksa Nyawa, kapan saatnya kau memusatkan pikiranmu dan pelajaran ini! Kelak jika jurus 'Awan Ki
CAHAYA langit senja berwarna tembaga. Seolah-olah atap bumi itu sedang dipanggang api raksasa yang menebarkan panas kemana-mana. Namun nyatanya warna merah tembaga di langit tidak membuat pemuda tampan berbadan kekar itu menjadi hangus. Padahal sudah sejak tadi ia berada di tempat terbuka, ia bertelanjang dada, duduk bersila di atas sebongkah batu datar warna hitam. Kedua tangannya menengadah ke kanan-kiri. Kedua tangan itu masing-masing menyangga dua bongkahan batu yang masing-masing ukurannya sebesar gentong. Otot-ototnya saling bertonjolan, membuat dadanya tampak keras bagaikan baja. Lengannya pun membengkak karena otot yang dikeraskan sejak tadi. Tapi tak setetes keringat pun yang keluar dari pori-pori kulit tubuhnya."Pengerasan otot dan pengerahan tenaga untuk jurus ini tidak boleh menggunakan kekuatan luar. Tetapi kekuatan batinmu yang harus bekerja untuk mengeluarkan tenaga sebesar gunung."Seorang lelaki tua berkata begitu kepada si pemuda tampan tersebut. Lel
"Aku hanya menyelamatkan orang yang memang berhak memiliki pusaka itu!""Tak perlu banyak mulut, terimalah golok maut ini! Hiaaah...!"Maling Sakti melompat menerjang Pendekar Kera Sakti. Goloknya berkelebat merobek tangan sang pendekar tampan. Tapi gerakan tangan Pendekar Kera Sakti cukup gesit. Dengan sedikit bergeser ke kanan, golok itu berhasil membentur Suling Naga Krishna.Blaaarrr...!Benturan golok dengan Suling Naga Krishna mengakibatkan ledakan besar yang mementalkan tubuh Pendekar Kera Sakti. Tubuh itu kontan ke samping dan kepala sang pendekar tampan membentur batang pohon.Duuurr...!Pohon besar itu berguncang, daunnya berjatuhan karena mendapat benturan hebat dari kepala Baraka. Mestinya kepala itu pecah, sedikitnya bocor karena benturannya sangat kuat. Tapi karena kepala itu juga dialiri tenaga dalam, maka yang dialami Baraka hanya pusing dan berkunang-kunang. Pandangan matanya sedikit kabur. Sedangkan tubuh Maling Sakti terpe







