Share

Bab 18 Berpisah

Hari menjelang sore, hujan yang lebat telah berhenti. Limey menarik selubung pakaian yang menyelimuti dirinya dan Amon. Disentuhnya tubuh Amon yang tertidur setelah menerima transfer panas tubuhnya. Bibir Amon tampak agak berwarna, walau masih terlihat pucat. Pendarahan Amon juga sudah terhenti.

gadis bermata biru itu mendesah lega. kekhawatirannya terhadap kondisi Amon berkurang. lelaki itu sudah membaik, dan itu membuat dia lega. lalu diambilnya pakaian dalam miliknya yang terserak di dekat kakinya.

Limey segera mengenakan kembali pakaiannya yang bau keringat dan penuh darah yang sudah mengering. Udara sehabis hujan membuat gadis itu lapar. Amon tampak mulai bergerak-gerak.

“Sudah bangun?” tanya Limey, ketika Amon membuka matanya dan memandang ke arah Limey.

Amon menatapi LImey, dia memandangi tubuh gadis itu yang sudah berbalut pakaian, tadi, baru saja dia menyadari bahwa gadis itu melepas bagian atas pakaiannya hingga polos dan menyentuh tubuhnya, kini gadis itu sudah memakai baju lengkap yang kotor dengan darah. mendadak wajah Amon menjadi memerah, detak jatungnya lebih cepat dan mengakibatkan darah-darah di seluruh tubuhnya bergerak cepat memberi reaksi terbalik.

“Ukh…” Amon memegangi dadanya sendiri, lukanya terasa perih.

"Tuan, tidak apa-apa?" Limey bertanya panik.

Amon menggerakkan tangannya, meminta agar gadis itu tidak khawatir. sekarang Amon berusaha mengalirkan prana imdoknya dengan benar, agar tidak berpencar dan melukai dirinya sendiri.

Limey mengangguk, lalu kemudian gadis itu menatap ke arah luar goa. matahari terlihat mulai teduh, daun-daun dipepohonan bayangannya semakin memanjang, menandakan waktu semakin beranjak sore. kesempatan untuk mencari makan hanya sebentar. waktu akan segera berganti malam, dan akan sulit mencari makanan bila malam telah menjelang.

“Tuan, saya akan keluar cari makanan, juga daun obat, mungkin saya bisa menemukan obat untuk mengurangi luka. Tuan pernah mengajarinya pada saya kan?” ucap Limey.

Amon mengangguk, dan Limey segera pergi ke luar gua. Belum terlalu jauh, mendadak Amon mendengar teriakan Limey.

“Mey!!” Amon segera berdiri, “Ukhhh, sial sakit lagi…” dadanya terasa sakit lagi, tapi dengan sekali lenting Amon keluar dari hutan dan segera mencari asal suara Limey.

“Lepaskan!!” seru Limey sambil berusaha membebaskan diri dari si brewok yang memegangnya.

“Hahahaha…ketemu lagi, kita bertemu dengan si mata biru…hahahaha, sungguh beruntung kita!!”

Ternyata yang mencegat Limey adalah para bengal yang pernah mereka temui di hutan setan. Si brewok yang berhasil selamat dengan adiknya.

“Lepaskan dia!!” Amon tampak terhuyung-huyung mendekat.

“Oow, lihat adik Bowo. Orang yang telah membunuh rekan kita. Ternyata Tuhan berpihak pada kita, kita bisa membalas dendam pada adik Dodo!!” kini si brewok memandang ke arah Amon, wajahnya menyeringai.

“Cih brengsek!” sungut Amon. Bagaimana mungkin kedua bengal-bengal ini bikin masalah lagi di sini! Biarpun imdok mereka rendah, tapi kondisi Amon sedang tidak bagus, pemuda itu sendiri masih harus menyusun tenaganya.

Dengan perasaan ketar-ketir, Amon segera menghunus pedangnya, dikibaskan di depan dengan indahnya seolah pemuda tersebut masih bertenaga, “Aku sedang berbaik hati, enyah kalian dari hadapanku, atau nyawa kalian taruhannya!!” ancam Amon, berharap kedua begajul tersebut takut dengan dirinya dan memilih lari seperti sebelumnya.

Si brewok menatap temannya, Bowo, lalu tertawa, “Hahahaha…apa tidak salah dengar. Justru tuhan telah berbaik hati mempertemukan kita lagi! aku ingin balas dendam atas kematian adik ke dua kami, brengsek. Lihat ini!” dan si brewok langsung melempar beberapa pisau kecil yang langsung ditepis secara manis oleh Amon.

“Benar-benar keras kepala!” seru Amon. Kemudian Amon dengan sekali lenting menyerang sambil mengayunkan pedangnya. Si brewok mundur dua tindak, tangannya yang memegang Limey terlepas. Kesempatan tersebut tidak disia-siakan Limey, dengan segera Limey berlari menjauhi pertarungan. Melihat si Brewok sudah maju, Bowo pun ikut mengempur. Dia mencabut pedang dipinggang dan suara desingan terdengar. Sekali siul Bowo sudah ikut masuk ke kancah pertarungan.

Dalam keadaan terluka, bukan hal mudah bagi Amon mengimbangi keduanya. Ketika si brewok dan Bowo melompat bersamaan, tangan keduanya terarah menuju Amon. Amon menarik napas, mengumpulkan tenaga, tangannya langsung menangkis serangan yang datang, tapi pukulan dari Bowo tidak bisa dihindari. Amon terpukul dan mundur ke belakang. Dadanya terasa nyeri, luka dalamnya jadi bertambah satu. Bowo dan si Brewok saling mengerling, sepertinya kondisi sedang berpihak pada keduanya, lalu keduanya menyerang lagi. Amon menjejakkan kaki ke tanah, menguatkan kuda-kuda.

Dalam hitungan sepuluh jurus Amon berhasil dipukul mundur dua tindak dan terengah-engah.

Si brewok dan Bowo makin melancarkan serangan jauh lebih ganas dari semula. Kini keduanya sudah mencabut parang mereka masing-masing dan diadukan bersama hingga menimbulkan tekanan imdok yang langsung menyerang Amon. Desingan adu senjata membuat telinga Limey bergetar. Pertempuran kali ini benar-benar alot. Limey cemas, terutama dalam keadaan Amon yang terluka parah seperti itu.

Brengsek! Maki Amon dalam hati ketika menyadari dadanya terasa nyeri lagi. tepat saat itu pedang si brewok bergerak secara zig zag, mengincar bagian dada. Amon segera menangkis dengan senjatanya, tapi pedang lain dari Bowo sudah mengincar kepala, dan dengan kecepatan tangannya Amon menangkis semuanya sambil terus berusaha untuk mundur.

Pertarungan terhenti sesaat. Amon mengambil langkah dan berusaha mengambil napas. Nyeri di dadanya terasa lagi.

Si brewok mengerling ke arah Bowo, rekannya. Senyum menyungging di bibirnya, lalu kemudian berkata dengan gerak bibir, “Kesempatan kita menghabisinya…”

Bowo mengangguk, lalu kemudian keduanya meloncat secara bersamaan ke arah Amon.

“Cih!” Amon segera melenting, tapi Bowo lebih cepat. Langsung mengarahkan tapaknya dan mengenai punggung Amon yang membuat pemuda itu terdorong maju. Di depan, pedang si brewok sudah menunggu, dan Amon segera menangkis dengan susah payah dengan pangkal pedangnya. Suara denting terdengar nyaring. Ada adu imdok yang membuat Amon dan si brewok terpaksa dibuat mundur.

Mendadak dari atas pohon muncul Kinan yang seperti terbang masuk ke kancah pertempuran.

“Guru, aku bantu!!!” teriaknya sambil mengayunkan pedang sekuat tenaga. Kinan mengeluarkan tenaga dalam, akibatnya angin sabetan pedangnya membuat jejak di tanah.

“Kak!” Limey berteriak kaget karena melihat Kinan muncul secara mengejutkan dari balik pohon.

Sesaat pertempuran tampak seimbang. Kinan menghadapi Bowo, dan Amon menghadapi si brewok. Tapi pada dasarnya keduanya sedang terluka berat sehabis pertarungan dengan Senyo gelap, tentu saja dalam beberapa jurus Kinan mulai terdesak.

Menyadari dirinya sendiri terdesak, Kinan segaja memancing Bowo menjauhi tempat Limey dan Amon. Selain berusaha untuk bisa meloloskan diri, Kinan juga tengah berusaha memutar otaknya untuk menjadikan kondisi tersebut berbalik.

Limey yang melihat Kinan semakin menjauhi tempat mereka, segera mengikuti. Dia mencemaskan keadaan Kinan, terlebih melihat Kinan tampak bersusah payah untuk menghidari gempuran pedang Bowo.

Setengah berlari Limey terus saja menyusuri hutan dan menajamkan telinga mendengarkan suara pertarungan.

Kini mereka sampai di pinggir jurang, dan Kinan terdesak. Karena Bowo terus menerus mendesaknya sampai di bibir jurang.

“Hehehehe……menyerahlah, lepas pedangmu dan aku akan membiarkan kau hidup, manis…” tawa Bowo tampak mengancam dan mengerikan.

“Cih!” Kinan berjalan melangkah mundur, dan dia dapat merasakan, dua langkah lagi maka tamatlah riwayatnya. Terjun bebas ke dalam jurang.

Kinan mengetatkan pedangnya. Apa pun yang terjadi, dia harus terus bertahan. Tapi tampaknya bowo tidak memberi kesempatan, langsung saja menusukkan pedangnya ke depan, Kinan berusaha menangkis, tapi kemudian gerakan Bowo patah, dan berubah menyamping hingga kini yang diincarnya bagian pinggang. Kinan dengan setengah mati berkelit, tapi agak terlambat hingga baju dan kulitnya koyak.

Bowo tidak memberi kesempatan Kinan untuk bernapas, langsung saja menyerang. Melihat kakaknya berada di ujung tanduk, Limey segera berlari ke depan, lalu dengan sekuat tenaga, gadis bermata biru itu terbang melompat mendorong tubuh besar Bowo ke depan.

Tindakan Limey yang tiba-tiba tersebut tidak disangka Bowo. Lelaki jahat itu terkejut, namun tidak kuasa mengelak hentakan dorongan Limey.

Kinan yang berada di sisi jurang tampak kaget luar biasa, refleknya menjadi telat, sehingga dia gagal mencegah gerakan Limey.

Hanya dalam sekejab mata, Bowo dan juga Limey yang di belakangnya terdorong masuk ke jurang.

“Mey!!!!” Kinan kaget, berusaha mati-matian mengapai tangan adiknya yang sudah melayang jatuh  ke dalam jurang. Namun semua terlambat, tubuh Limey dan Bowo telah melayang terjatuh terus menuju jurang yang begitu dalam dan padat bebatuan.

Kinan terduduk di bibir jurang, antara perasaan tidak percaya.

“Ini…tidak mungkin—tidak, Mey jawablah. LIMEYYYY!” Kinan berteriak sekuat tenaga memanggil nama adiknya. Tapi suaranya hanya memantul dan bergema di sekeliling jurang dan sekitarnya

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status