Share

Penawaran

Author: Bobby deck
last update Last Updated: 2024-09-11 16:34:24

"Aku pun bukan manusia konyol yang ingin menyerang sarang penyamun sendirian. Tentu aku hanya akan jadi bulan-bulanan penyamun itu.."

Lalu seorang pemuda berpakaian hitam dan berambut gondrong masuk dengan santainya sambil menyalakan rokok lalu duduk di bangku.

"Pas..puss..pas..puss" tak lama ruangan itu pun penuh dengan asap rokok. Ki Jagabaya yang memang belum pernah terpapar asap rokok pun langsung terbatuk.

"Ohokk..ohokk..wuohokk..pemuda kurang ajar. Bagaimana kau bisa masuk kesini hah??" Bentak Ki Jagabaya

"Ah..para pengawalmu memang kurang terlatih...tapi tenang saja. Mereka tak apa-apa. Aku tak melukai mereka.." Jawab pemuda itu santai sambil menyilangkan tangannya

Karuan saja ini membuat Ki Demang menjadi berang. Ada 20 pengawal yang menjaga rumahnya yang besar, namun pemuda ini dengan mudahnya bisa masuk. Namun disaat Ki Demang berdiri dan ingin membentaknya. Sang pengawal tiba-tiba menahan Ki Demang dan langsung membisikinya.

"Ki Demang..aku rasa ciri-ciri pemuda ini sama seperti ciri-ciri jaka warangan. Memang dia orang yang aneh dan kurang mengerti sopan santun. Kumohon ki demang bertindak bijaksana.."

Mendengar ini ki demang pun menahan emosinya lalu bertanya kepada pemuda tersebut.

"Anak muda...aku tahu kau memiliki ilmu yang tinggi. Tak mungkin dengan mudahnya kau melewati 20 pengawalku. Namun ku harap kau bersikap sopan sedikit. Ini ruang kademangan. Tak ada satu orang pun yang pernah merokok disini.." Ki Demang berkata tegas

Namun jaka warangan tetap saja asyik mengebul ria. Hingga Ki Jagabaya pun akhirnya keluar dari ruangan.

"Hey mau kemana kau kisanak?" Jaka warangan bertanya kepada ki jagabaya yang berada di ambang pintu.

"Kau memang pemuda tak tahu diri. Bisa bengek aku bila berlama-lama disini..."

"Behahaha..tenang saja kisanak. Justru kau akan merasakan perbedaan setelah keluar dari ruangan ini.."

Sambil mencibirkan bibirnya ke pemuda itu. Ki jagabaya akhirnya keluar ruangan. Dan benar saja. Setelah ia berada di luar. Tubuhnya terasa segar dan ringan. Lalu nafasnya pun lebih lega dari biasanya.

"Pemuda yang aneh.." gumam ki jagabaya dalam hati sambil melangkahkan kakinya.

"Ohokk...ohokk..Anak muda. Aku mohon matikan rokok mu itu. Aku pun tak kuat dengan asapnya". Berkata Ki Demang sambil mengibas-ngibas kepulan asap yang semakin tebal.

"Baiklah Ki Demang..karena kau memohon..jadi tak tega aku.." lalu jaka warangan melemparkan rokoknya keluar.

"Nah...setelah asap ini hilang..kalian akan bertambah segar bugar..behahaha.."

Dan seperti ki jagabaya. Setelah asap itu memudar, maka tubuh ki demang dan jarot terasa lebih segar dari sebelumnya. Bahkan pikiran nya pun lebih jernih dan tenang.

"Luar biasa..rokok apa yang kau hisap itu anak muda? Efeknya sangat membagongkan.." Berkata ki demang sambil tersenyum-senyum.

"Behahaha..kau pasti bertanya Ki demang..aku yakin itu. Nah bahan rokok ini memang berasal dari negeri yang jauh ki demang. Yaitu negeri samudra pasai..behahaha.."

Ki Demang pun mengerutkan keningnya. Tak tahu ia negeri mana yang dikatakan Sang Pemuda

"Aku belum pernah mendengarnya anak muda. Oh ya...apa kau orang yang bernama jaka warangan??"

"Begitulah namaku ki demang. Dan aku tahu bahwa kau sedang kesusahan disini..."

"Hmmm...kau benar jaka. Tapi sebelumnya perkenankan aku mengucapkan terima kasih padamu atas pertolonganmu selama ini dalam membasmi kejahatan di kademangan sangkal jaya.."

"Ah..aku belum melakukan apa-apa ki demang. Namun aku menyayangkan dengan sikapmu yang seperti tak mau tahu dengan keresahan wargamu..."

ki demang menghela nafas sejenak lalu menyahuti omongab Jaka Yang menurutnya Tak mengetahui keadaan sebenarnya

"Jaka warangan. Bukan nya aku tak mau tahu. Aku sudah berusaha semaksimal mungkin. Bahkan beberapa pengawalku sudah terbunuh oleh komplotan warok bandar jati. Namun mereka memang lebih kuat. Jujur dengan pasukan yang ku punya..aku tak sanggup melawan mereka.."

"Behahaha...nah maka dari itu..seperti ku bilang di awal. Aku memang tahu kesusahanmu. Kau tak usah khawatir ki demang aku akan membantumu.."

Jelas saja Ki Demabg senang mendebgar perkataan Jaka. Setidaknya ada satu orang berilmu tinggi yang mau membantunya membasmi para perampok yang kian meresahkan

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pendekar Semprul   Bab 33

    Langit Mandira menjadi gelap tak wajar. Bukan karena malam, tapi karena sesuatu yang lebih tua dari malam itu sendiri. Di ujung cakrawala, awan membentuk pusaran kelam. Cahaya petir menyambar tanpa suara. Di barak Pengawal Dalam, Raja Mandira menatap peta yang kini berubah warna. Jalur ke Gunung Sepuh menghitam. Tinta pada kertas menetes sendiri, seperti luka yang mengalirkan darah. > “Gerbangnya terbuka...” bisik Raja. Panglima Adikara berdiri gelisah di belakangnya. > “Paduka, pasukan siap digerakkan. Tapi kabut yang datang... menghapus jejak.” > “Kita terlambat,” jawab sang Raja. “Satu-satunya harapan kita… adalah Warangan.” --- Di kaki Gunung Sepuh, Jaka dan rombongan membangun perlindungan darurat bagi anak-anak korban ritual. Kabut tipis terus menyelimuti tanah, dan hawa menjadi dingin seperti habis hujan padahal langit kering. Putri Lintang duduk di samping api kecil, menggenggam tangan seorang anak perempuan yang masih gemetar. > “Namamu siapa?” > “Nira,” b

  • Pendekar Semprul   Bab 32

    Kabut pagi menyelimuti tepian Sungai Rengganis, tempat Jaka Warangan dan rombongannya mendirikan kemah darurat. Api unggun telah padam, menyisakan bara merah yang nyaris mati. Burung-burung rawa belum bernyanyi, seakan tahu dunia sedang tak tenang. Jaka berdiri di tepi air, mencuci wajah. Di balik aliran sungai, bayangan perbukitan Gunung Sepuh menjulang pucat. Tempat itu kini menjadi petunjuk yang harus mereka kejar. Putri Lintang muncul dari balik pohon, mengenakan pakaian rakyat biasa. Rambutnya dikepang seadanya. Tak ada lagi sanggul atau perhiasan. Tapi matanya masih menyala—bukan dengan kebangsawanan, tapi tekad. > “Aku sudah siap,” katanya pelan. Jaka menatapnya sebentar. Tak ada yang diucapkan, tapi pandangan itu cukup. Mereka saling percaya. Dan itu lebih penting dari segala sumpah. --- Di sisi lain, Tarno memeriksa tali pelana kuda sewaan mereka. Ia bersiul kecil, tapi sorot matanya gelisah. > “Kang,” gumamnya ke Sura, “kalau ketahuan kita bawa Putri, kita bisa dicap

  • Pendekar Semprul   Pengkhianatan

    Langit Mandira menyambut Jaka Warangan dengan awan kelabu. Gerbang utama istana terbuka perlahan, diiringi suara genderang kecil dari penjaga kehormatan. Tapi tak ada perayaan, tak ada senyum.Karena yang ia bawa… bukan kemenangan, melainkan tuduhan.Sura dan Tarno menyusul di belakang, berdebat soal nasi bungkus yang katanya dicuri penjaga gudang. Tapi Jaka hanya diam. Langkahnya ringan, tapi pikirannya berat.---Di dalam Balairung Wiyata, tempat para penasihat kerajaan berkumpul, suasana terasa panas. Pangeran Wirabasa duduk dengan tenang, memainkan cincin emas di jarinya. Di sampingnya, Putri Lintang menunduk dalam. Ratu Ayu tak hadir—konon sedang sakit karena kabut mimpi dari arah selatan.> “Jaka Warangan,” ujar Raja Mandira, suaranya berat. “Apa yang kau temukan di Langgasari?”Jaka meletakkan sehelai kain bersimbol darah di atas meja batu.Semua menahan napas.> “Aku menemukan pengkhianatan. Tapi bukan dari Langgasari… dari dalam.”> “Kau menuduh siapa?” tanya sang Raja.Jaka

  • Pendekar Semprul   Langgasari

    Tiga hari setelah Festival Pendekar berakhir, Istana Langit Timur kembali sunyi. Namun pagi itu, langit berubah kelabu. Seekor burung hitam raksasa—Rajawali Gelap dari Kerajaan Langgasari—mendarat di pelataran istana, membawa dua orang bertudung ungu.Mereka adalah utusan khusus dari Raja Langgasari, kerajaan di utara yang selama ini bersikap netral, namun terkenal dengan siasat politik dan kekuatan mata-mata.> “Kami datang membawa undangan pertemuan rahasia,” kata salah satu utusan. Suaranya berat, matanya tajam seperti menyimpan racun.> “Dan kami minta satu orang saja untuk datang mewakili Kerajaan Mandira: Jaka Warangan.”---Raja Mandira terdiam lama saat menerima berita itu. Para penasihat protes. Bahkan Panglima Agung menolak keras.> “Itu jebakan! Kita tidak tahu siapa mereka sebenarnya!”Namun Putri Lintang berdiri, menatap ayahnya.> “Kalau mereka ingin bicara dengan Jaka… maka biarlah ia yang memutuskan. Bukan kita.”Jaka hanya mengangguk.> “Aku akan pergi. Tapi aku tak a

  • Pendekar Semprul   Turnamen Cahaya Timur

    Fajar menyapu langit dengan warna emas pucat ketika genderang istana mulai ditabuh. Turnamen Cahaya Timur—ajang silat tertua antar perguruan di seluruh negeri—resmi dimulai. Kali ini, bukan hanya kehormatan yang dipertaruhkan, tapi juga aliansi politik dan takhta masa depan.Jaka Warangan berdiri di barisan peserta, mengenakan pakaian hitam sederhana, tak membawa lambang perguruan manapun. Di sebelahnya, Sura dan Tarno bersandar di pagar kayu, tak ikut bertanding, tapi ikut berjaga.> “Kau yakin ikut ini, Kang?” tanya Sura. “Pendekar dari segala arah datang. Ada yang pernah melawan harimau, ada yang katanya bisa membelah batu pakai suara.”> “Justru itu. Aku ingin tahu… apakah dunia masih sekejam dulu, atau sudah lebih adil untuk orang-orang seperti kita,” jawab Jaka tenang.---Turnamen dimulai.Babak penyisihan berlangsung cepat. Pendekar-pendekar saling menunjukkan teknik khas: jurus kipas sakti, pukulan halilintar, langkah kabut, bahkan gaya bertarung dari barat yang mirip tari pe

  • Pendekar Semprul   Kerajaan Mandira

    Langit di atas Kerajaan Mandira mulai cerah, tapi angin tetap dingin membawa kabar buruk dari timur. Di pelataran batu istana, Jaka Warangan berdiri di antara para pengawal. Jubahnya sudah berganti—bukan lagi gelap dan penuh luka, melainkan jubah biru laut dengan motif awan perak.Sura dan Tarno, kini berpakaian seperti ksatria istana, berdiri di sampingnya. Tarno bahkan mengenakan ikat kepala baru bertuliskan “ANTI SETAN”, hasil kreativitasnya sendiri.> “Kakang, kita sekarang jadi orang penting ya?” bisik Tarno sambil menyikut Sura.> “Iya, penting buat bersih-bersih kalau disuruh,” sahut Sura datar.Tapi suasana berubah saat seorang wanita turun dari tandu istana—anggun, berselendang merah muda, dan membawa tongkat bergagang kristal.Dialah Putri Lintang Madura, anak Raja Mandira yang dikabarkan memiliki ilmu membaca mimpi dan pengendali hujan. Dan begitu matanya bertemu dengan Jaka…> “Jadi… ini dia, pendekar yang katanya bisa mengusir kutukan langit?” katanya dengan senyum tipis.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status