Home / Fantasi / Pendekar Sinting dari Laut Selatan / 8. Tabib Tangan Dewa dari Pulau Hantu

Share

8. Tabib Tangan Dewa dari Pulau Hantu

last update Last Updated: 2025-01-26 14:18:44

Ketika hari berganti, kalangan persilatan tanah Jawa malah lebih mengenalnya dengan julukan Tabib Tangan Dewa. Ketika Majapahit dilanda perang saudara sepeninggalan Prabu Rajasanegara, Ki Kusumo mengasingkan diri di sebuah pulau karang yang terpencil di sekitar Laut Selatan.

Dia benci pada setiap pertumpahan darah yang menggerogoti Majapahit. Jarang Ki Kusumo kembali ke dunia persilatan kecuali setiap lima tahun sekali. Banyak kalangan istana yang sakit dan membutuhkan pertolongannya tak bisa berbuat apa-apa kecuali menanti sampai dia turun kembali ke dunia persilatan. Bahkan ada yang akhirnya menemui ajal sebelum berhasil menanti sampai sang Tabib Tangan Dewa kembali.

Pulau karang tempatnya mengasingkan diri disebut orang Pulau Hantu karena bentuknya yang menyeramkan dan menyerupai sosok pocong jika diperhatikan malam hari. Jika malam hari pula, beberapa nelayan yang kebetulan melewati pulau itu sering mendengar suara-suara seperti orang menangis tersedu-sedu. Lalu timbulah kepercayaan orang bahwa pulau itu adalah pulau yang dihuni oleh Hantu. Lalu julukan Ki Kusumo pun bertambah. Tabib Tangan Dewa dari Pulau Hantu.

 Lelaki tua itu sebenarnya sudah berumur demikian lanjut. Usianya lebih dari seratus tahun. Karena beberapa obat-obatan yang diminumnya, dia tampak seperti orang tua berusia tak lebih dari tujuh puluhan.

Dua tahun lalu, dia turun ke dunia persilatan kembali. Itu lebih awal setahun dari kebiasaannya turun lima tahun sekali. Sekali ini dia mempunyai niat khusus. Hendak dicarinya seorang murid yang bisa diturunkan ilmu ketabiban dan kanuragan miliknya.

Untuk itu, Ki Kusumo sengaja menyamar sebagai seorang pedagang kecil. Sebelum-sebelumnya dia sempat juga menyamar menjadi seorang gembel, atau penarik pedati, dan samaran lain yang tak pernah disangka-sangka orang.

Kebetulan, ketika sedang menyamar di pusat Kadipaten Ketawang, orang tua sakti itu bertemu dengan si bocah gelandangan, Angon Luwak.

Dengan mata tua yang terlatihnya Ki Kusumo bisa menilai bagaimana bagusnya bentuk tulang Angon Luwak, biarpun tubuhnya sendiri kurus. Timbul simpati pertamanya pada Angon Luwak. Itu saja belum lagi cukup.

Ki Kusumo tak hanya ingin mencari murid yang bisa menurunkan kesaktian semata. Murid itu harus juga memiliki sifat-sifat seorang ksatria sejati. Pucuk dicinta ulam tiba, Angon Luwak ternyata memiliki pula sifat-sifat itu.

Dalam tingkahnya yang terkadang acuh, terpendam sifat keras kemauannya. Dalam tingkahnya yang terkadang kebodoh-bodohan, justru tersimpan kecerdasan. Dalam tingkah yang terkadang sok, malah terpendam sifat rendah hatinya. Dan semua itu hanya dapat dilihat oleh mata yang berpengamatan jeli seperti Ki Kusumo.

Lalu, sejak Angon Luwak pamit padanya, Ki Kusumo alias Tabib Tangan Dewa dari Pulau Hantu pun terus berusaha memantau Angon Luwak. Sampai dengan pertemuan kedua mereka di hutan perbatasan Ketawang-Jogoboyo malam itu.

-o0o-

LIMA PERAMPOKAN besar-besaran siap terjadi di perbatasan Kadipaten Ketawang dengan Jogoboyo, wilayah yang telah direbut pihak Demak dari Majapahit dalam babad sengit beberapa purnama lalu.

Saat itu, malam telah menjelang. Bulan sabit diselimuti awan tambun di angkasa. Sinarnya tak kuasa untuk menerangi permukaan bumi. Ditengah-tengah kegelapan, satu pasukan berkuda yang terdiri dari kurang-lebih dua puluh lima orang beriringan menyusuri jalan menuju bentangan hutan bakau sebelah barat Jogoboyo. Kuda-kuda mereka berjalan tak lambat, juga tak cepat. Tangan masing-masing penunggang memegang obor. Penunggang terdepan memegang tombak panjang. Di ujungnya diikatkan panji segitiga sama kaki sepanjang empat jengkal berwarna merah dengan gambar seekor kelelawar penghisap darah. Mereka adalah Panji Prajurit Siluman atau Laskar Lawa Merah.

Sepasukan perampok, di bawah pimpinannya yang bertubuh raksasa Sejak kekacauan meletus di mana-mana akibat peta kekuatan Kerajaan Majapahit tercabik-cabik, keadaan jadi tak lagi terkendali. Dan hilangnya tongkat komando kerajaan yang pernah mencita-citakan penyatuan Nusantara di bawah sumpah Mahapatih Gajah Mada itu, menyebabkan kekuatan demi kekuatan pasukan mereka terpecah berkeping.

Sebagian di antara orang-orang berpengaruh Majapahit membangun gerakan mulia seperti mendirikan pondok-pondok persilatan. Ada juga yang menjadi pertapa suci, atau sesepuh masyarakat suatu daerah yang berwibawa dan disegani. Karena haus kekuasaan, ada juga di antara mereka tak dapat menguasai diri untuk membentuk kekuatan sendiri-sendiri. Mereka mengambil jalan yang dianggap dapat dengan cepat mewujudkan keinginan mereka meraih kekuasaan.

Salah seorang di antara mereka adalah Dirgasura. Dia membentuk gerombolan perampok. Terdiri dari para bajingan-bajingan yang dulunya selalu merongrong kerajaan. Dirgasura dan antek-anteknya kemudian menjadi satu gerombolan yang paling ditakuti di sepanjang pesisir Jawa Tengah. Mereka menyebut diri sebagai Panji Prajurit Siluman.

Kawanan perampok yang selalu membawa panji-panji berwarna merah bergambar kelelawar penghisap darah. Penduduk kerap pula menjuluki mereka sebagai Laskar Lawa Merah. Dirgasura memiliki tubuh yang lebih besar dan tinggi dari kebanyakan ukuran tubuh orang biasa. Tingginya mencapai dua meter. Bentuk badannya kekar berotot. Dadanya bidang mengembung, ditumbuhi bulu lebat. Lehernya besar, mengimbangi kekarnya bagian tubuh yang lain. Karena begitu berototnya, punuk lelaki itu lebar menonjol seperti seekor kerbau liar.

Wajahnya sendiri sebenarnya tak tergolong menyeramkan, bahkan boleh dibilang biasa-biasa saja. Namun, matanya selalu membersitkan ketelengasan. Dagu perseginya dihiasi brewok kasar. Dan dia selalu berpakaian perang yang di bagian dadanya terbuat dari lempengan logam, untuk menunjukkan kekuasaannya seperti yang dilakukan para manggala.

Kini, Laskar Lawa Merah atau Panji Prajurit Siluman memasuki wilayah perbatasan antara Ketawang dan Jogoboyo. Mereka punya rencana khusus untuk membumihanguskan desa-desa di sekitar dan menguras harta serta wanita muda di sana. Rencana tersebut sudah dipersiapkan Dirgasura sejak lama sebelumnya.

Wilayah sasaran jarahan sendiri kini berada di bawah kekuasaan pasukan Demak. Mereka membentuk basis kekuatan di sana karena daerah pesisir tersebut dianggap strategis sebagai pintu gerbang masuknya armada laut ke daratan. Dengan begitu, tentu saja pasukan yang ditempatkan pihak Demak di sana terbilang berkekuatan besar. Jika Dirgasura mencoba menyerang melalui sisi utara, maka dia harus berhadapan langsung dengan kekuatan pasukan Demak yang ditempatkan di sana. Tentu saja mereka akan dihancurleburkan.

Untuk menghindari hal itu, Dirgasura memakai siasat gerilya. Dia tak menyerang melalui perbatasan yang dijaga ketat, melainkan melalui pintu masuk yang dianggap memiliki pertahanan terlemah. Pintu masuk yang dimaksud adalah wilayah rawa bakau. Menurut perhitungan Dirgasura sebagai seorang pimpinan perampok yang berpengalaman, tentu pasukan Demak tak akan mengira serbuan dari wilayah rawa. Pertama karena wilayah itu amat berbahaya untuk dimasuki.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pendekar Sinting dari Laut Selatan   18. Jual Mahal Sibocah

    "Hendak ke mana kau?!" Bentak Ki Kusumo, baru saja empat langkah Angon Luwak menjejakkan kaki di atas pasir pantai.Mendadak saja, tubuh Angon Luwak sulit digerakkan. Bukan cuma sepasang kakinya yang memberat seperti dipaku langsung ke dalam bumi, tubuhnya pun sulit digerakkan. Anak itu mematung dalam posisi orang melangkah, membelakangi Ki Kusumo."Kalau kau ingin terus berdiam diri di situ sampai beberapa hari, kau boleh menolak ajakanku sekarang," Ancam Ki Kusumo. Main-main tentunya. Angon Luwak tidak menyahut. Meski Ki Kusumo tidak membuat otot mulutnya kaku juga."Aku cuma ingin bicara padamu. Apa salahnya?" Bujuk Ki Kusumo."Salahnya, kau terlalu memaksa Pak Tua," Ucap Angon Luwak akhirnya, keras kepala."Tapi aku ingin membicarakan satu hal penting.""Tapi mestinya kau menanyakan dulu padaku, apakah aku mau kau ajak bicara atau tidak," Sengit Angon Luwak.Si orang tua yang sampai saat itu belum diketahui jati diri sesungguhnya

  • Pendekar Sinting dari Laut Selatan   17. Sakit Parah

    "Kau yang menyebabkan Nyai terluka parah, Kambing Buduk Brengsek!" Makinya seperti suara orang hendak menangis."Sudahlah, Cah Ayu...," Ki Kusumo mencoba menengahi. Kalau tidak, pasti satu jotosan bersarang empuk kembali di wajah Angon Luwak. Bisa jadi juga berkali-kali. Mungkin sampai Angon Luwak pingsan lagi. Siapa tahu? Masih dengan dada turun-naik dibakar kegusaran, si dara tanggung meninggalkan gubuk.Pintu dikuaknya lebar-lebar, membiarkan sinar matahari lancang menerobos masuk. Mata Angon Luwak menyipit, silau diterjang sinar terang."Apa yang terjadi dengan Bibik, Pak Tua?" Tanya Angon Luwak tergesa, ketika terngiang hardikan Tresnasari terakhir."Ibu perempuan itu yang kau maksud?"Ki Kusumo meminta kejelasan seraya menyerahkan gelas bambu pada Angon Luwak. Angon Luwak menerima. Sambil menyambut sodoran gelas bambu tadi, ditunggunya jawaban orang tua yang sedang mengaduk-aduk sesuatu di dalam mangkuk tanah liat dengan tangan kanannya.

  • Pendekar Sinting dari Laut Selatan   16. Ki Kusumo

    Darah hitam termuntah dari mulutnya. Kalau saja dia tak dalam keadaan sakit, tentu luka dalam yang dideritanya tak akan separah itu. Tresnasari meraung-raung memanggil-manggil ibunya. Dari tempatnya berdiri, dia berlari memburu Nyai Cemarawangi! Tiba di dekatnya, disergapnya tubuh perempuan itu sambil bersimpuh."Nyai tidak apa-apa?" Tanya gadis ayu itu tersendat-sendat dihadang isak.Air mata membasahi kedua pipi kemayunya. Ibunya tak bisa menjawab, kecuali menggelengkan kepala. Dia ingin meyakinkan anaknya kalau keadaan dirinya tak perlu dikhawatirkan.Sayang, darah kehitaman yang terus merembes keluar dari sela-sela bibir pucatnya mengatakan suatu yang lain. Beranglah Tresnasari. Cepat dicabutnya kembali sepasang belati dari ikat pinggang. Dia bangkit dengan wajah mengeras."Orang itu harus membayar perlakuannya terhadap Nyai," Geramnya."Jjj... jangan, Tresna...."Sang ibunda hendak menahan. Tresnasari sudah telanjur berlari menghambur k

  • Pendekar Sinting dari Laut Selatan   15. Semua Terbengong

    Orang tua sakti misterius itukah yang telah sengaja menyalurkan tenaga dalamnya ke diri Angon Luwak hingga membuatnya sanggup bertahan terhadap terjangan kekuatan tenaga dalam yang disalurkan Dirgasura dalam bentakannya? Ah, Ki Kusumo sendiri saat itu malah sedang sibuk menggeleng-gelengkan kepala. Biar mampus disambar capung, dia terheran-heran menyaksikan si bocah sehat wal'afiat.Padahal Ki Kusumo sudah mengukur kekuatan teriakan bertenaga dalam kedua Dirgasura. Teriakan itu lebih kuat dari sebelumnya. Mestinya, keadaan Angon Luwak akan semakin parah. Bahkan bisa-bisa pula tak sadarkan diri.Semalam dia dibuat bertanya-tanya dalam hati karena si bocah yang ditaksirnya hendak dijadikan murid ternyata sanggup mengalahkan 'sirap'nya. Kini terjadi hal lain lagi. Benar-benar tak bisa dimengerti!Merasa telah dikelabui dari awal, Dirgasura jadi penasaran. "Siapa kau sebenarnya?" Tanya Dirgasura, ditujukan pada Angon Luwak.Angon Luwak tak memperhatikan. Dia

  • Pendekar Sinting dari Laut Selatan   14. Mendadak Sakti

    Sementara sekumpulan orang yang menjadi sasaran rambahan serbuk tadi di udara, tak pernah menyadari bahwa tangan-tangan maut siap menjemput! Mereka hanya menatap tak mengerti dengan wajah penuh tanda tanya. Sampai akhirnya beberapa orang pertama terkena tebaran serbuk. Teriakan mereka memecah keheningan suasana dan keheningan pagi muda.Kala itulah yang lain menyadari kalau serbuk tadi adalah racun ganas. Sayang, mereka sudah terlambat untuk menghindar. Tak ada beberapa tarikan napas saja, seluruh prajurit malang tadi sudah menggelepar-gelepar di lapangan rumput yang masih dilembabi embun. Kulit mereka berubah memerah laksana terpanggang. Ketika tangan mereka menggaruk-garuk liar, kulit pun mengelupas. Mereka bergelinjangan terus. Saling tindih, saling menyentak. Sampai akhirnya, racun yang terserap kulit mereka digiring aliran darah dan sampai ke jantung. Jantung mereka terbakar.Seluruh prajurit tewas! Saat itulah, entah bagaimana salah seorang dari mereka ternyata l

  • Pendekar Sinting dari Laut Selatan   13. Kemunculan Dirgasura, gembong Laskar Lawa Merah!

    Wrrr....!Krakh!Ketika gulungan tubuh Tresnasari terbuka, sebelah kakinya menghentak amat keras ke tengah-tengah batang tombak. Tombak terpatah dua. Patahannya memburu deras ke arah tubuh lelaki bengis.Creph! "Ukh!"Hanya sempat memperdengarkan hentakan napas teramat pendek tercekat, si lelaki bertubuh kekar ambruk dengan leher tertembus patahan batang tombak dari samping!"Kau tak perlu berbuat itu padanya, Tresna...," Tegur Nyai Cemarawangi."Tapi dia pantas menerimanya. Apa Nyai tak lihat sifatnya tak lebih baik dari binatang?" Kilah Tresna.Si perempuan menjelang tengah baya menggeleng-gelengkan kepala lamat."Bocah perempuan keparat!!!"Sebuah suara lantang melantun kasar. Dedaunan bergemerisik. Sebagian berguguran. Tubuh Angon Luwak tersentak kejang. Pertahanan anak tak berbekal ilmu bela diri itu langsung ambrol. Dia jatuh berlutut dalam keadaan menggigil.Tresnasari pun tersentak.Cuma dia tak sep

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status