Home / Fantasi / Pendekar Sinting dari Laut Selatan / 7. Siapa sebenarnya Ki Kusumo?

Share

7. Siapa sebenarnya Ki Kusumo?

last update Last Updated: 2025-01-26 14:17:29

Bunyi gemeritik bara api yang dimainkan Tresnasari terdengar, ditingkahi derik ramai jangkrik di kejauhan. Nyai Cemarasari merebahkan tubuhnya yang demikian penat dan lunglai di atas rumput. Dengan caping, diganjalnya kepalanya. Tampaknya dia mulai mengantuk. Keadaan tubuhnya memang tak memungkinkan dia bertahan tidak tidur terlalu lama. Dia butuh istirahat.

"Tidurlah lebih dulu, Nyai. Biar aku berjaga-jaga," Kata Tresnasari, memecah kebungkaman dirinya sendiri.

Nyai Cemarasari tersenyum rapuh. Dia tahu benar anaknya sedang dilanda kasmaran. Namun karena ini masalah cinta pertamanya, gadis remaja itu malah tak tahu harus berbuat apa. Akhirnya cuma muncul kekesalan pada diri Angon Luwak. Meski tanpa alasan sama sekali.

"Anak muda... anak muda..," Bisik Nyai Cemarasari, samar sekali, sambil menatap anak gadisnya.

Malam beringsut lagi.

Angon Luwak duduk memeluk lutut. Dingin bukan main. Pakaiannya yang sudah usang dan koyak-moyak sudah tak cukup untuk mengenyahkan dingin. Matanya sejak tadi sudah meredup-redup diserbu kantuk. Hanya dia berusaha terus untuk melawannya, kantuk itu akhirnya minggat sendiri. Dia tak boleh tertidur, pikirnya. Sebab Nyai Cemarasari sudah terpulas. Sementara Tresnasari mulai terkantuk-kantuk.

Sesekali Angon Luwak menambahkan dahan pohon kering ke api unggun yang mulai meredup. Sewaktu menatap Nyai Cemarasari, Angon Luwak jadi terbayang pada seorang perempuan setengah baya yang mati tergeletak di dekatnya ketika dia tersadar dari pingsan, seusai badai.

Sampai sekarang, bocah dekil itu tidak ingat siapa wanita itu sebenarnya. Apa hubungan dengan dirinya? Mungkinkah wanita setengah baya itu ibunya? Sampai detik itu juga, Angon Luwak tetap tak ingat asal-usul dirinya.

Suatu ketika, terdengar semliweran halus dari belakang tubuh bocah itu. Angon Luwak tersentak. Kepalanya menoleh cepat. Dan dia terpana saat itu juga. Disaksikannya sesosok tubuh sedang melenting-lenting ringan di atas dahan-dahan pepohonan.

Bagai tertenung, Angon Luwak terpaku tanpa berkedip. Ditatapinya terus bayangan tadi, sosok yang terus bergerak demikian lincah melebihi seekor kera pohon menuju arahnya.

Yang lebih membuat bocah itu terpana-pana lagi, sosok itu bahkan membuat satu ranting setipis batang lidi untuk jejakannya.

Jleg!

Dengan suara teramat halus, sosok itu hinggap tepat di depan Angon Luwak. Seorang lelaki tua berpakaian hitam-hitam longgar. Bersabuk kulit buaya dan berikat kepala kain warna hitam pula.

Manakala menyaksikan wajahnya, Angon Luwak dibuat bertambah terperanjat. Rambut putih sebatas bahu itu, kumis putih lebat itu. Alis mata yang tumbuh jarang dan gurat-gurat ketuaan di wajahnya itu....

"Pak Tua Kusumo?" Desis Angon Luwak tak percaya.

"Apa kabar, Bocah?" Sapa lelaki tua itu, yang ternyata Ki Kusumo, pemilik kedai tempat Angon Luwak bekerja beberapa hari lalu di pusat Kadipaten Ketawang.

Hanya pakaian orang tua itu yang kini berbeda dari yang dilihat sebelumnya. Sambil tersenyum didekatinya Angon Luwak. Dia duduk tepat di batang pohon sebelah bocah dekil itu.

"Aku bawa empat ekor ayam hutan gemuk untuk makan malam kita," Katanya enteng tanpa takut membangunkan dua wanita yang kini sudah terpulas. Lalu diangkatnya tangan kanan. Ada empat ekor ayam jantan mati.

"Cepat kau siangi!"

Angon Luwak menerima empat ekor ayam tadi dengan mata terus menatapi wajah Ki Kusumo Selesai menyiangi, dipanggangnya empat ekor ayam itu di atas api unggun. Tak begitu lama, sudah tercium bau sedap ayam bakar.

"Kita akan makan besar!" Seru Ki Kusumo.

Yang membuat Angon Luwak heran, dua wanita yang tertidur sama sekali tak terusik dengan seruan yang sebenarnya tergolong keras itu. Apalagi dilakukan Ki Kusumo di dekat mereka berdua.

"Kenapa kau terus menatapi aku seperti itu, Bocah?" Tanya Ki Kusumo, mendapati Angon Luwak terus saja memperhatikannya seolah benda ajaib yang baru saja jatuh dari langit. Angon Luwak menggelengkan kepala, entah apa maksudnya. Alis jarang Ki Kusumo bertaut.

"Kau tak tahu alasanmu menatapi aku seperti itu?" Perangahnya.

"Oh, itu Pak Tua Kusumo...."

Bocah itu terkesiap sesaat. Dia akhirnya menyadari sikap bodohnya.

"Aku cuma tak percaya kalau aku benar-benar telah bertemu dengan orang tua pemilik warung itu," Sambungnya, setelah cukup mampu menguasai rasa herannya.

Ki Kusumo terkekeh. Cukup keras. Dan lagi-lagi itu tak menyebabkan Nyai Cemarawangi dan Tresnasari terbangun. Sambil melirik dua wanita itu, Angon Luwak menambahkan pertanyaan.

"Aku juga tak percaya, bagaimana mereka bisa tak terbangun sementara kau begitu enak bicara dan tertawa," Ungkapnya seperti bergumam.

"Jangan-jangan, aku cuma bermimpi. Dan kau pun cuma bagian dari mimpiku."

Kembali Ki Kusumo terkekeh keras.

"Kau tidak sedang bermimpi, Cah Bagus! Mereka memang telah aku 'sirap'..."

"Sirap?"

"Ah, itu semacam keahlian yang bisa membuat orang tertidur pulas."

Angon Luwak terbengong-bengong tak mengerti.

"Asal kau tahu saja. Sebenarnya, kau pun kujadikan sasaran 'sirap'ku. Sialnya, kau seperti tak mempan. Aku heran, bagaimana bocah seperti kau mampu melawan pengaruh sirapku...," Tambah Ki Kusumo seraya menggeleng-gelengkan kepala.

Di pancar matanya terbetik rasa kagum pada kemampuan si bocah tanggung untuk melawan rasa kantuk yang disebabkan oleh pengaruh sirapnya. Buat seorang bocah yang tak memiliki kepandaian kedigdayaan sedikit pun seperti Angon Luwak, sebenarnya hal itu sungguh luar biasa.

Orang berkepandaian saja masih jarang yang bisa menahan pengaruh 'sirap'nya, kecuali beberapa orang yang memiliki kesaktian tingkat tertentu, Rahasia yang menyebabkan Angon Luwak dapat melawan pengaruh 'sirap'nya membuat Ki Kusumo dibuat penasaran. Sedangkan Angon Luwak masih juga terbengong-bengong tak mengerti.

Ki Kusumo memiliki nama asli Raden Giri Kusumo. Dia adalah seorang ningrat dari Singasari. Sejak mudanya, dia gemar mengembara ke berbagai daerah untuk memperdalam ilmu kedigdayaan dan ketabiban. Banyak daerah telah dikunjunginya. Bahkan dia pernah memburu satu ramuan obat-obatan hingga ke Tibet.

Selama bertahun-tahun dia berkelana dari satu negeri ke negeri lain. Beragam obat-obatan, seni pijat, ilmu ketabiban hingga ilmu kanuragan selama itu pula didapatnya. Menjelang berusia empat puluh tahun, Raden Giri Kusumo kembali ke tanah Jawa. Namanya kemudian harum sebagai salah seorang Tabib Tangan Dewa kepercayaan kalangan Kerajaan Majapahit yang kala itu mencapai puncak keemasan di bawah kekuasaan Prabu Rajasanegara atau Hayam Wuruk.

Namun karena sifatnya yang tak ingin terikat oleh apa pun, pihak kerajaan tak bisa memintanya untuk menjadi tabib istana. Karena sifat tak ingin terikat pula, Raden Giri Kusumo melepas gelar darah birunya. Dia hanya memakai nama Kusumo saja.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pendekar Sinting dari Laut Selatan   18. Jual Mahal Sibocah

    "Hendak ke mana kau?!" Bentak Ki Kusumo, baru saja empat langkah Angon Luwak menjejakkan kaki di atas pasir pantai.Mendadak saja, tubuh Angon Luwak sulit digerakkan. Bukan cuma sepasang kakinya yang memberat seperti dipaku langsung ke dalam bumi, tubuhnya pun sulit digerakkan. Anak itu mematung dalam posisi orang melangkah, membelakangi Ki Kusumo."Kalau kau ingin terus berdiam diri di situ sampai beberapa hari, kau boleh menolak ajakanku sekarang," Ancam Ki Kusumo. Main-main tentunya. Angon Luwak tidak menyahut. Meski Ki Kusumo tidak membuat otot mulutnya kaku juga."Aku cuma ingin bicara padamu. Apa salahnya?" Bujuk Ki Kusumo."Salahnya, kau terlalu memaksa Pak Tua," Ucap Angon Luwak akhirnya, keras kepala."Tapi aku ingin membicarakan satu hal penting.""Tapi mestinya kau menanyakan dulu padaku, apakah aku mau kau ajak bicara atau tidak," Sengit Angon Luwak.Si orang tua yang sampai saat itu belum diketahui jati diri sesungguhnya

  • Pendekar Sinting dari Laut Selatan   17. Sakit Parah

    "Kau yang menyebabkan Nyai terluka parah, Kambing Buduk Brengsek!" Makinya seperti suara orang hendak menangis."Sudahlah, Cah Ayu...," Ki Kusumo mencoba menengahi. Kalau tidak, pasti satu jotosan bersarang empuk kembali di wajah Angon Luwak. Bisa jadi juga berkali-kali. Mungkin sampai Angon Luwak pingsan lagi. Siapa tahu? Masih dengan dada turun-naik dibakar kegusaran, si dara tanggung meninggalkan gubuk.Pintu dikuaknya lebar-lebar, membiarkan sinar matahari lancang menerobos masuk. Mata Angon Luwak menyipit, silau diterjang sinar terang."Apa yang terjadi dengan Bibik, Pak Tua?" Tanya Angon Luwak tergesa, ketika terngiang hardikan Tresnasari terakhir."Ibu perempuan itu yang kau maksud?"Ki Kusumo meminta kejelasan seraya menyerahkan gelas bambu pada Angon Luwak. Angon Luwak menerima. Sambil menyambut sodoran gelas bambu tadi, ditunggunya jawaban orang tua yang sedang mengaduk-aduk sesuatu di dalam mangkuk tanah liat dengan tangan kanannya.

  • Pendekar Sinting dari Laut Selatan   16. Ki Kusumo

    Darah hitam termuntah dari mulutnya. Kalau saja dia tak dalam keadaan sakit, tentu luka dalam yang dideritanya tak akan separah itu. Tresnasari meraung-raung memanggil-manggil ibunya. Dari tempatnya berdiri, dia berlari memburu Nyai Cemarawangi! Tiba di dekatnya, disergapnya tubuh perempuan itu sambil bersimpuh."Nyai tidak apa-apa?" Tanya gadis ayu itu tersendat-sendat dihadang isak.Air mata membasahi kedua pipi kemayunya. Ibunya tak bisa menjawab, kecuali menggelengkan kepala. Dia ingin meyakinkan anaknya kalau keadaan dirinya tak perlu dikhawatirkan.Sayang, darah kehitaman yang terus merembes keluar dari sela-sela bibir pucatnya mengatakan suatu yang lain. Beranglah Tresnasari. Cepat dicabutnya kembali sepasang belati dari ikat pinggang. Dia bangkit dengan wajah mengeras."Orang itu harus membayar perlakuannya terhadap Nyai," Geramnya."Jjj... jangan, Tresna...."Sang ibunda hendak menahan. Tresnasari sudah telanjur berlari menghambur k

  • Pendekar Sinting dari Laut Selatan   15. Semua Terbengong

    Orang tua sakti misterius itukah yang telah sengaja menyalurkan tenaga dalamnya ke diri Angon Luwak hingga membuatnya sanggup bertahan terhadap terjangan kekuatan tenaga dalam yang disalurkan Dirgasura dalam bentakannya? Ah, Ki Kusumo sendiri saat itu malah sedang sibuk menggeleng-gelengkan kepala. Biar mampus disambar capung, dia terheran-heran menyaksikan si bocah sehat wal'afiat.Padahal Ki Kusumo sudah mengukur kekuatan teriakan bertenaga dalam kedua Dirgasura. Teriakan itu lebih kuat dari sebelumnya. Mestinya, keadaan Angon Luwak akan semakin parah. Bahkan bisa-bisa pula tak sadarkan diri.Semalam dia dibuat bertanya-tanya dalam hati karena si bocah yang ditaksirnya hendak dijadikan murid ternyata sanggup mengalahkan 'sirap'nya. Kini terjadi hal lain lagi. Benar-benar tak bisa dimengerti!Merasa telah dikelabui dari awal, Dirgasura jadi penasaran. "Siapa kau sebenarnya?" Tanya Dirgasura, ditujukan pada Angon Luwak.Angon Luwak tak memperhatikan. Dia

  • Pendekar Sinting dari Laut Selatan   14. Mendadak Sakti

    Sementara sekumpulan orang yang menjadi sasaran rambahan serbuk tadi di udara, tak pernah menyadari bahwa tangan-tangan maut siap menjemput! Mereka hanya menatap tak mengerti dengan wajah penuh tanda tanya. Sampai akhirnya beberapa orang pertama terkena tebaran serbuk. Teriakan mereka memecah keheningan suasana dan keheningan pagi muda.Kala itulah yang lain menyadari kalau serbuk tadi adalah racun ganas. Sayang, mereka sudah terlambat untuk menghindar. Tak ada beberapa tarikan napas saja, seluruh prajurit malang tadi sudah menggelepar-gelepar di lapangan rumput yang masih dilembabi embun. Kulit mereka berubah memerah laksana terpanggang. Ketika tangan mereka menggaruk-garuk liar, kulit pun mengelupas. Mereka bergelinjangan terus. Saling tindih, saling menyentak. Sampai akhirnya, racun yang terserap kulit mereka digiring aliran darah dan sampai ke jantung. Jantung mereka terbakar.Seluruh prajurit tewas! Saat itulah, entah bagaimana salah seorang dari mereka ternyata l

  • Pendekar Sinting dari Laut Selatan   13. Kemunculan Dirgasura, gembong Laskar Lawa Merah!

    Wrrr....!Krakh!Ketika gulungan tubuh Tresnasari terbuka, sebelah kakinya menghentak amat keras ke tengah-tengah batang tombak. Tombak terpatah dua. Patahannya memburu deras ke arah tubuh lelaki bengis.Creph! "Ukh!"Hanya sempat memperdengarkan hentakan napas teramat pendek tercekat, si lelaki bertubuh kekar ambruk dengan leher tertembus patahan batang tombak dari samping!"Kau tak perlu berbuat itu padanya, Tresna...," Tegur Nyai Cemarawangi."Tapi dia pantas menerimanya. Apa Nyai tak lihat sifatnya tak lebih baik dari binatang?" Kilah Tresna.Si perempuan menjelang tengah baya menggeleng-gelengkan kepala lamat."Bocah perempuan keparat!!!"Sebuah suara lantang melantun kasar. Dedaunan bergemerisik. Sebagian berguguran. Tubuh Angon Luwak tersentak kejang. Pertahanan anak tak berbekal ilmu bela diri itu langsung ambrol. Dia jatuh berlutut dalam keadaan menggigil.Tresnasari pun tersentak.Cuma dia tak sep

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status