Share

Bab 2

Author: Mawar
Banyak sekali mahasiswa laki-laki yang mengikuti kelasku, kebanyakan dari mereka mendaftar karena tertarik pada wajah dan tubuhku.

Begitu aku masuk ke ruang latihan tari, sekelompok mahasiswa laki-laki langsung menoleh ke arahku dengan sorot mata yang berbinar.

Meskipun aku memiliki tubuh yang bagus, biasanya aku berpakaian sederhana dan selalu mengenakan celana ketat di balik pakaian latihan.

Hari ini, pakaian yang memperlihatkan lekuk tubuh dan menampakkan kaki putih jenjang seperti ini sangat jarang kupakai, sehingga para mahasiswa laki-laki di kelas tidak henti-hentinya mencuri pandang ke arahku.

Di kelas, perasaanku campur aduk antara gugup dan bersemangat, diselimuti rasa gelisah yang bercampur dengan sensasi terlarang yang menggoda. Akhirnya, bel tanda akhir pelajaran pun berbunyi.

Syukurlah, syukurlah, untung saja tidak ada yang mengetahui rahasiaku pagi ini

Begitu rasa cemas mereda, hatiku justru dipenuhi oleh kekosongan yang tidak bisa dijelaskan.

Tidak kusangka, aku begitu merindukan cara pria itu memaksaku dengan sikap dominannya, menyuruhku melakukan hal-hal menggoda yang membuat bulu kudukku berdiri.

Aku sudah menyelesaikan tugasnya, tapi sepanjang pagi dia tidak mengirimkan pesan.

Usai kelas, aku buru-buru kembali ke kantor, menatap ponsel sambil bersandar di meja.

Di satu sisi, aku berharap dia sudah menghapus video itu. Di sisi lain, aku diam-diam menantikan perintah barunya yang lebih menggairahkan.

Saat itu, Ketua Jurusan Toby masuk dan duduk di hadapanku.

Tiba-tiba, layar ponselku berkedip.

[Jatuhkan pulpenmu ke lantai, lalu minta Pak Toby mengambilnya.]

Apa?

Sekarang aku tidak mengenakan apa pun di balik rokku. Jika Pak Toby membungkuk untuk mengambil pulpen, dia pasti akan menyadarinya...

[Nggak bisa. Kumohon, hapus saja videonya. Aku bisa memberimu uang.]

Aku mulai merasa goyah dan takut. Meskipun Pak Toby tampan dan masih muda, bagaimanapun juga kami sudah lama bekerja bersama. Jika dia sampai mengetahuinya, mungkinkah dia akan langsung memaksaku di kantor?

[Cepat lakukan! Kalau nggak, videonya bakal kusebar!]

Pria itu tidak memberi ruang untuk negosiasi. Dengan putus asa, aku menyerah.

Lebih baik, Pak Toby yang tahu daripada seluruh kampus melihat video itu.

[Jangan! Aku akan menuruti perintahmu, asal jangan menyebarkan videonya.]

Aku menjatuhkan pulpen di antara mejaku dan Pak Toby, lalu dengan sengaja menggesekkan kakiku ke betisnya.

"Pak Toby, pulpenku jatuh. Aku memakai rok, jadi agak nggak leluasa. Bisa tolong bantu mengambilkannya?"

Bahkan aku sendiri tidak menyangka, suaraku bisa terdengar begitu menggoda dan selembut itu.

Pak Toby mengangguk, lalu membungkuk untuk mengambil pulpenku.

Tiba-tiba, ponselku bergetar lagi.

[Buka kakimu!]

Apa?

Mataku membelalak membaca pesan itu. Aku menarik napas dalam-dalam dan berusaha menenangkan diri.

Pria itu sama sekali tidak memberiku waktu. Dia mengirimkan sebuah foto, itu adalah tangkapan layar saat bersiap mengunggah sesuatu di forum kampus.

[Cepat! Kesabaranku ada batasnya!]

Aku menggigit bibir dan menahan tangis. Dengan kaki gemetar, perlahan aku merenggangkan kakiku sedikit.

Aku bisa merasakan gerakan Pak Toby yang tengah membungkuk tiba-tiba terhenti. Wajahku memerah saat tatapan kami saling bertemu.

Tatapannya semula menunjukkan keterkejutan dan rasa penasaran, lalu perlahan berubah menjadi tatapan yang penuh hasrat dan menyelidik.

Tiba-tiba, betisku dicengkeram Pak Toby. Aku refleks ingin menghindar, tapi tidak berani membuat gerakan mencolok.

Aku terus-menerus melirik ke luar. Di mana dia? Pria iblis yang mengancamku itu, di mana dia bersembunyi?

Aku melihat tangan Pak Toby terus bergerak naik, persis seperti yang telah kubayangkan sebelumnya.

Namun, aku hanya bisa duduk diam seperti boneka, menunggu perintah selanjutnya dari pria yang mengendalikan semuanya lewat ponsel.

Tangan Pak Toby terus bergerak naik, hingga akhirnya menyentuh bagian dalam pahaku.

Tidak, kumohon hentikan...

Aku gelisah dan terus melihat ke sekeliling, takut kalau-kalau ada seseorang yang tiba-tiba masuk. Bahkan detak jantungku terasa tidak normal.

Tepat saat aku hampir menangis karena merasa begitu tidak berdaya, layar ponselku kembali menyala.

[Cukup. Tugasmu selesai.]

Aku segera menarik kembali kakiku dan berdiri dari kursi, tanpa menghiraukan tatapan panas dari Pak Toby. Tanpa pikir panjang, aku meraih tas dan langsung berlari pergi.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pendidikan Rasa Sakit dan Nikmat   Bab 8

    Aku mengerahkan seluruh tenagaku untuk mendorong Theo dan berlari dalam kegelapan menuju pintu gudang.Saat ini, aku tidak bisa melihat Theo, dia pun tidak bisa melihatku.Aku berlari ke arah pintu, tetapi ternyata Theo sudah lebih dulu berjaga di sana dan menungguku datang.Dia langsung menarik rambutku dan menyeretku kembali masuk. Melihat jarakku dengan pintu makin jauh, aku menangis dan berteriak minta tolong ke luar.Theo mengeluarkan pisau dan menempelkannya ke dadaku. Dia menunjukkan sikap bahwa jika hari ini dia tidak berhasil, aku pasti akan mati."Bu Liana, kalau kamu menurut, aku janji setelah ini aku akan menghapus video itu. Tapi kalau kamu melawan, jangan salahkan aku bertindak kejam!""Baik! Aku menurut! Aku menurut!"Aku kembali dijatuhkan oleh Theo ke lantai. Dia mulai menarik paksa rokku.Namun, tepat di saat kritis, terdengar suara dari luar pintu gudang.Seseorang menendang pintu besi dengan keras. Cahaya dari luar langsung menerobos masuk, Theo bahkan tidak sempat

  • Pendidikan Rasa Sakit dan Nikmat   Bab 7

    Aku menceritakan seluruh dugaanku saat ini, beserta rencana memancing musuh keluar dari persembunyiannya kepada Pak Toby tanpa menyisakan satu pun.Tanpa menunggu balasannya, aku mematikan ponsel, lalu mendorong pintu besi dengan susah payah dan masuk ke dalam gudang.Begitu aku melangkah masuk, pintu besi kembali tertutup dengan bunyi keras, membuatku sama sekali tidak bisa melihat apa pun yang ada di dalam gudang.Gudang itu gelap gulita, seperti ruangan kecil tanpa cahaya. Bahkan aku tidak bisa melihat tanganku sendiri.Melangkah dalam kegelapan dan menghadapi ketidakpastian membuat hatiku dipenuhi kecemasan. Rasa takut membuatku gemetar, setiap langkah terasa berat dan napasku tersengal-sengal.Aku maju beberapa langkah dengan gelisah sambil meraba-raba, lalu tiba-tiba, sesuatu yang tajam menempel di punggungku.Orang itu ternyata sudah lama bersembunyi di dalam gudang ini!"Ben? Itu kamu?"Aku bisa merasakan napas panas menyentuh leherku. Napas pria itu terengah-engah. Dia seperti

  • Pendidikan Rasa Sakit dan Nikmat   Bab 6

    Aku dan Pak Toby mulai bekerja sama dengan membagi tugas. Aku pergi mencari jadwal mata kuliah Profesor Liam dan menemukan dia kebetulan mengajar pada hari itu.Kampus memiliki peraturan bahwa selama jam kuliah, kecuali dalam keadaan darurat, dosen tidak diperbolehkan menyentuh ponsel.Di sisi lain, Pak Toby juga mendapat informasi. "Profesor Liam itu orangnya kolot, bahkan ponsel pintar saja jarang dia gunakan, apalagi alat berteknologi tinggi seperti kamera tersembunyi.”Dengan begitu, Profesor Liam pun dikesampingkan dari daftar tersangka. Kalau begitu, siapa pelakunya?Pria misterius yang memegang rahasiaku itu makin sulit dipahami. Jika orang ini tidak segera tertangkap, dia bisa menjadi ancaman besar yang tidak terbayangkan bagiku.Selama dia menginginkannya, dia bisa saja menggunakan video itu untuk memaksaku melakukan hal-hal yang sama sekali tidak bisa kuterima!Pak Toby mencoba menenangkanku. "Jangan panik dulu. Aku akan memeriksa rekaman kamera pengawas di sekitar kampus unt

  • Pendidikan Rasa Sakit dan Nikmat   Bab 5

    "Tunggu, kita jalan bareng. Kebetulan aku ada hal yang ingin kutanyakan padamu."Jarak dari gerbang kampus ke kantor sebenarnya tidak jauh, hanya sekitar lima menit berjalan kaki. Namun, rasanya seperti satu abad.Sesampainya di kantor, aku duduk di kursi kerjaku dan bertanya, "Pak Toby, tadi kamu bilang mau menanyakan sesuatu?"Pak Toby berdiri dan menutup pintu kantor. Sekarang, hanya ada kami berdua di dalam kantor. Matanya sesekali melirik ke arah rokku.Aku sontak berdiri, wajahku memerah hingga terasa panas. "Pak Toby, kalau memang ada urusan, mari kita bicarakan baik-baik. Kenapa harus menutup pintu segala?"Pak Toby menundukkan pandangannya, seolah sedang menyusun kata-kata. Setelah beberapa saat, dia akhirnya bertanya dengan wajah penuh kekhawatiran, "Bu Liana, apa akhir-akhir ini kamu sedang mengalami masalah?"Jantungku serasa tersentak. Rasanya seperti ada batu besar yang jatuh menimpa dadaku."Kalau kamu memang sedang dalam kesulitan, kasih tahu aku. Selama aku bisa memban

  • Pendidikan Rasa Sakit dan Nikmat   Bab 4

    Tiba-tiba, kulihat Pak Toby keluar dari kantor dan berjalan ke arah pos satpam.Tidak!Jika Pak Toby mendekat, dia pasti akan melihat apa yang sedang kulakukan!Aku tertegun sebentar, lalu segera menjauh dari tembok itu dan merapikan rokku.Pria itu memegang rahasia kelamku. Dia seperti iblis yang mengendalikanku dengan cengkeramannya.Mana mungkin aku percaya kalau itu akan jadi yang terakhir seperti yang dia janjikan.Orang yang tidak tahu malu seperti dia, pasti akan terus menggunakan video itu untuk mengancamku.Ucapannya tidak bisa dipercaya. Selama video itu masih di tangannya, dia tidak akan melepaskanku!Aku melihat ke sisi tembok. Pria itu pasti menyadari aku telah sadar dan kabur.Dia pasti belum kabur terlalu jauh!Aku berlari ke gerbang kampus, berusaha mengejarnya.Saat sampai di gerbang kampus, aku tanpa sengaja menabrak seorang satpam. Saat menoleh ke tembok tadi, tempat itu sudah kosong.Satpam itu datang dari arah yang sama dengan pria tadi. Aku mulai merasa curiga, k

  • Pendidikan Rasa Sakit dan Nikmat   Bab 3

    Sungguh memalukan!Kalau saja, tadi pria itu tidak memberikan perintah untuk menyuruhku berhenti, aku tidak tahu hal mengerikan apa yang akan terjadi. Aku bahkan tidak berani membayangkannya!Pak Toby pasti mengira aku sengaja menggodanya dan menganggapku wanita tidak tahu malu!Sambil menangis, aku mengetik pesan dan mengirimkannya kepada Ben.[Kumohon, lepaskan aku. Apa pun yang kamu inginkan akan aku turuti. Kumohon, hapus video itu.]Tugas yang diberikan pria itu memang memicu hasrat dalam diriku, tapi jika terlalu sering bermain api, pasti akan terbakar juga.Jika suatu saat pria itu memberikan permintaan yang lebih keterlaluan, tanpa dia unggah videonya di forum kampus pun, aku yakin para mahasiswa laki-laki pasti sudah menyebarkan apa yang kulakukan di kelas![Tugas terakhir. Selama kamu menyelesaikannya, aku akan menghapus video itu.]Pria itu membalas pesanku. Tugas terakhir?Aku memeluk ponselku sambil menangis lega. Akhirnya aku bisa lepas terbebas dari cengkeraman iblis ini

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status