Share

Bab 3

Author: Mini
Sampai keesokan harinya, aku nggak melihat jejak mereka berdua pulang ke rumah.

Hanya ada pesan yang dikirim Simon ke ponselku.

“Josie, perut Gilena masih sakit. Dokter sarankan kami rawat inap 1 hari untuk observasi. Kami besok baru pulang rumah.”

Dia sekalian kirimi aku foto Gilena sedang duduk di kursi rumah sakit.

Dalam foto itu, sudut bibir Gilena masih ada krim. Sebelum keluar, aku yakin mulutnya bersih. Berakting pun nggak akting baik-baik.

Aku nggak balas pesannya dan langsung keluar urus visaku.

Saat keluar, aku menunduk dan tertarik pada gelang di pergelangan tanganku.

Merek ini adalah merek terbaruku. Waktu gelang ini rilis, cuman bisa dapat di Jerman saja. Itu pun harus antri di tokonya, edisinya sangat terbatas.

Begitu Simon tahu, dia sengaja terbang ke Jerman dan antri selama 8 jam demi beli gelang ini untukku.

Waktu itu aku merasa aku adalah wanita yang paling bahagia di dunia ini.

Sekarang …

Aku menggelengkan kepalaku, lalu melepaskan gelangnya dan membuangnya ke tong sampah.

Setelah aku selesai urus visa dan keluar dari gedungnya, aku pas ketemu Simon dan Gilena yang lewat sana.

Seketika itu juga kami bertiga saling bertatapan. Simon dan Gilena pun tercengang.

Simon lalu bertanya, “Josie, kau kok di sini?”

Aku segera menyimpan berkas di tanganku dan berkata, “Cuman urus beberapa perlengkapan saja. Aku mau dinas ke Jerman.”

Mendengar ini, Simon tampak panik. Dia lalu berusaha menenangkan diri dan bertanya, “Tapi kau nggak pandai bahasa Jerman, ‘kan?”

Dengan mata mengerling, aku tersenyum dan berbohong, “Makanya kau harus ajarin aku.”

Mendengar ini, Simon pun merasa lega. Dia berlari kecil ke arahku dan menggandeng tanganku sambil berkata, “Kebetulan nih. Ayo, kita pulang bersama!”

Gilena menenteng sekantong belanjaan sambil menggandeng tanganku dengan senyuman cerah.

“Bagus sekali. Aku juga bisa sedikit. Aku juga mau ajarin Ibu.”

Mereka tersenyum cerah sambil menggandeng tanganku, satu kiri satu kanan.

Hanya aku yang nggak bisa tersenyum. Rasa hampa di hati terus menyebar.

Tempat ini jauh dari rumahku, apalagi dari rumah sakit dekat rumahku, lebih jauh lagi.

Satu-satunya kemungkinan adalah rumah Tante Jolin yang mereka sebut berada di sekitar sini.

Bau parfum mereka sangat menyengat. Aku beneran nggak tahan lagi, hingga akhirnya terbatuk-batuk.

Simon segera menanyakan kondisiku dengan panik.

Aku mengeluarkan masker dari tas dan memakainya, lalu berkata, “Bau parfum kalian buat hidungku sakit.”

Aku punya radang hidung. Jadi di rumah mereka nggak pernah pakai parfum yang menggangguku.

Mendengar ini, mereka langsung tampak panik.

Simon segera menjelaskan, “Mungkin gara-gara pasien sebelah ranjang GIlena.”

Gilena juga segera melepaskan tanganku dan bergegas ke samping Simon.

“Kalau bisa ganggu Ibu, aku jauhi Ibu saja.”

Gilena masih kecil, jadi senyuman di wajahnya nggak bisa disembunyikan.

Aku nggak paham. Mengapa dia segitu benci sama aku? Begitu ada kesempatan jauh dariku, dia senang sekali.

Aku nggak membujuknya seperti biasanya, melainkan cuman membalas “hmm” saja.

Gilena pun langsung tercengang.

Dari sudut mataku, aku melihat mereka saling bertatapan diam-diam, sama-sama terlihat bingung.

Begitu tiba di rumah, Gilena mengeluarkan tas mewah dari belakangnya dan meletakkannya di hadapanku dengan mata berbinar sambil berkata, “Ibu cepat lihat. Ini model yang kami pilih dengan susah payah.”

Sebelumnya juga gitu. Kalau Simon sadar aku lagi cemberut, dia akan pikirkan cara untuk menghiburku.

Caranya kali ini adalah memberiku tas yang sudah lama kuidamkan.

Simon dan Gilena menatapku dengan panik dan penuh antisipasi.

Aku mengela napas panjang, lalu menerima tasnya dan berkata sambil tersenyum, “Aku lumayan suka.”

Mungkin cuman aku yang terlalu banyak berpikir.

Mata Simon langsung berbinar dan berputar girang mengitariku.

“Baguslah kalau suka. Nanti siang kau mau makan apa?”

Gilena menyela percakapan kami, “Hari ini aku mau makan daging saos pedas manis.”

Simon menggendong Gilena dan mendekatiku sambil berkata, “Kita juga harus tanya Ibu. Mau makan nggak?”

Aku memeluk tas dengan erat, lalu menganggukkan kepalaku sambil tersenyum dan berkata, “Aku makan apa yang disukai GIlena.”

“Bagus sekali! Terima kasih, Ibu!”

Gilena menarik tangan Simon dan pergi ke dapur. “Ayah, cepat masak!”

Melihat mereka, aku merasa agak lega.

Aku duduk di sofa, lalu mengeluarkan laptop dari tas dan ingin kerja.

Tiba-tiba ponselku muncul permintaan pertemanan.

Foto profilnya sangat imut. Tanpa pikir panjang, aku langsung menyetujui permintaan pertemanannya.

Orang itu langsung mengirimiku pesan: [Gimana? Kau suka tas yang kupilih nggak?]
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengabulan Doa Anak   Bab 9

    Simon beneran tahu kabar perceraiannya itu saat dia pulang ke Jagaraya.Begitu pulang, dia menerima paket yang sudah kusediakan di depan pintu.Melihat ini, Gilena berteriak senang, “Hore! Aku beneran bisa ganti ibu!”Hanya Simon yang berwajah muram dan ingin merobek surat ini.“Kenapa? Kenapa bisa berhasil cerai?”“Kau juga! Kenapa kau sengaja memprovokasi Josie?”Jolin terkejut, lalu membantah dengan lantang, “Aku cuman beri tahu dia fakta saja. Kenapa? Kau mau cerai sama dia, ‘kan?”Simon membuang kopernya keluar dan berteriak, “Pulang sana!”Melihat ini, Gilena terkejut. Dia langsung memeluk Simon dan meminta ampun atas Jolin, “Kenapa mau usir Ibu Jolin? Ini ‘kan hal yang kita inginkan.”Tapi kini Simon menyesal.Dia menyesal telah mengiyakan keinginan Gilena di hari ulang tahunnya dan bahkan membuatku mendengarnya.Simon menatap Gilena dan berkata dengan dingin, “Kalau gitu, kau ikut dia pergi.”Mendengar ini, Gilena bingung dan bertanya, “Kenapa Ayah?”Bahkan Jolin pun tercengang

  • Pengabulan Doa Anak   Bab 8

    Awalnya aku kira aku nggak akan berhubungan dengan Simon lagi.Tapi ternyata Jerman nggak seluas itu. Baru 2 hari, aku sudah berpapasan dengan Simon.Kebetulan sekali, dia kelihatan nggak lagi kerja dan aku juga nggak.Aku menyapanya dalam bahasa Jerman dengan percaya diri, “Halo!”Mendengar ini, Simon langsung tercengang.“Ternyata kau bisa?”Sebelum aku berbicara, ibuku juga menyapanya, “Bajingan! Aku juga bisa!”Aku dibuat tertawa oleh ibuku. Melihat wajah Simon yang makin pucat, aku rasa dia pasti teringat bahwa aku sejak kecil dibesarkan di Jerman.“Apa yang kau tahu?”Aku mengulangi apa yang kudengar saat pesta ulang tahun kemarin.Mendengar semua ini, Simon berkata, “Itu cuman bercanda saja.”Aku mencibir, lalu menunjukkan riwayat percakapan dengan Jolin padanya dan berkata, “Lalu ini? Ini juga bercanda?”Simon langsung menyambar ponselku.Aku melihat wajahnya langsung pucat, lalu badannya goyah dan hampir menjatuhkan ponselku.Dia menundukkan kepalanya dan berkata dengan pelan,

  • Pengabulan Doa Anak   Bab 7

    Hari ini, Simon kembali seperti biasanya.Rencana liburan mereka bersama Jolin juga sedang berlangsung.Simon mencari alasan bahwa dia juga harus dinas. Sementara Gilena pura-pura memilih untuk ikut Simon.Bagus sekali, sama-sama berbohong mau dinas.Aku juga dinas.Cuman saat melihat aku membawa semua barang-barang penting, Simon tercengang.Dia lalu berkata, “Josie, sebagian barang kayaknya nggak perlu dibawa deh.”Aku nggak berpaling dan terus meletakkan barangku ke dalam koper sambil menjawab, “Semuanya harus dibawa.”Simon diam-diam menatapku, berharap bisa melihat sesuatu dariku.Demi menenangkan dia, aku berpaling dan berkata sambil tersenyum, “Toh aku bakal pulang lagi. Aku bahkan sudah menyiapkan hadiah untukmu.”“Seminggu lagi kau sudah bisa menerimanya.”Mendengar ini, mata Simon berbinar dan Gilena juga bergegas kemari sambil berkata, “Bu, gimana dengan hadiahku?”Aku mengelus kepala Gilena sambil berkata, “Kau tentu juga ada.”Hanya saja, aku masih agak menyesal nggak bisa

  • Pengabulan Doa Anak   Bab 6

    Hari keberangkatanku ke Jerman tinggal 3 hari lagi.Setelah bangun, Simon sudah melupakan banyak hal karena mabuk. Begitu bangun, dia langsung bersandar di pundakku dan berbisik malam ini dia masih mau lagi.Secara refleks, aku muntah kering di depannya sampai kepalaku pusing.Aku nggak nyangka rasa jijikku segitu mendalam, sampai sentuhan yang agak mesra pun terasa menjijikkan.Simon langsung sadar, lalu menepuk punggungku dan bertanya, “Josie, kau kenapa? Ada yang sakit?”Aku berbohong sesuai dengan pertanyaannya, “Perutku nggak enak.”Simon langsung panik dan segera berdiri, lalu ganti pakaian dan hendak membawaku ke rumah sakit.Saat hendak keluar, Gilena kebetulan bangun.Dia tercengang, lalu berlari kecil ke arah kami dan berkata, “Ibu, kau kenapa?”Aku nggak jawab, melainkan Simon yang jawab.Kemudian, Gilena juga ribut mau ikut ke rumah sakit.Kalau dulu, aku pasti terharu melihat anakku yang pintar dan perhatian.Sekarang, aku cuman berpikir, jangan-jangan dia makin benci aku.

  • Pengabulan Doa Anak   Bab 5

    Sejak pacaran dengan Simon, aku sudah jarang pulang ke Jerman.Beda dengan orang tuaku. Mereka sudah lama tinggal di sana dan cuman pulang saat aku nikah dan hari raya tiap tahunnya. Tapi bahasa Indonesianya masih fasih dan mereka juga nggak pernah ungkit soal tinggal di Jerman.Jadi bagi Gilena, kakek dan nenek tinggalnya jauh, makanya jarang berkunjung.Aku sudah berkali-kali bicarakan hal sama-sama pergi ke Jerman dengan Simon. Tapi tiap kali dia menolaknya dengan alasan sibuk kerja.Pelan-pelan, aku pun nggak pernah mengatakannya lagi.Dia juga nggak tanya kenapa aku nggak pernah pulang ke rumah orang tua.Tapi sekarang Jolin mengirimiku pesan berisi visanya dan menuliskan, [Percuma kau larang Simon ketemu denganku. Dia sudah janji mau main ke Jerman bersamaku.][Kau awasi di rumah saja. Perhatikan gimana anak dan suamimu lebih suka sama aku.]Aku nggak menyangkal.Aku malah pengen mereka cepat pergi.Jolin lalu mengirim pesan provokasi lagi: [Tunggu saja. Lihatlah gimana aku mereb

  • Pengabulan Doa Anak   Bab 4

    Saat itu juga, aku langsung sadar bawah ini adalah Tante Jolin yang mereka sebut. Dia sengaja menambahkanku buat cari gara-gara.Kini aku cuman ingin menampar diriku sendiri.Tadi kok aku bisa sesaat merasa iba pada mereka. Sampai kepikir buat tinggal dan melanjutkan hidup enak bersama mereka.Bajingan tetap bajingan. Mereka cuman ditutupi oleh akting saja.Aku nggak balas pesannya. Jolin juga nggak peduli. Dia mengirimiku sebuah foto.Itu foto langsung dirinya dan Simon minum air dari gelas yang sama.Dari pantulan kaca, aku melihat yang jepret foto adalah Gilena. Bahkan dari foto itu, terdengar suara.“Ibu Jolin cocok sekali sama Ayah!”Jolin mengirimiku pesan lagi: [Gimana? Foto pasangan kami cantik nggak?]Bukan hanya ini saja, tapi masih banyak lagi.Aku membalikkan ponselku di atas meja, lalu tanpa sadar terus muntah kering.Menjijikkan sekali!Aku muntah kering ke tong sampah sambil berpegangan pada meja.Segera, derap langkah kaki tergesa-gesa terdengar mendekatiku. Simon menep

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status