Share

Bab 18

last update Last Updated: 2025-10-24 12:51:15

Cahaya pucat menembus jendela tinggi, membelah kabut tipis fermentasi yang menggantung di udara. Debu dan uap alkohol berputar samar di antara deretan drum kayu. Bau anggur masam bercampur kelembapan lantai basah, menekan dada seperti beban tak kasat mata.

Langkah Sebastian berderap masuk, bukan menuju kantor, melainkan ruang laboratorium kecil di ujung gudang—tempat sampel anggur diuji sebelum resmi menyandang nama Devereux.

Osrich sudah menunggunya dengan clipboard di tangan.

“Selamat pagi, Tuan.”

“Pagi. Kau sudah kerjakan semua yang kuperintahkan kemarin?”

“Ya, Tuan. Ini hasilnya.”

Sebastian menerima laporan itu. Angka-angka tercetak rapi, namun setiap baris seperti duri menusuk matanya. Ia menghela napas berat.

“Persis… seperti yang dikatakan gadis itu,” bisiknya, lebih mirip pengakuan pada dirinya sendiri.

Osrich menambahkan, suaranya rendah:

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pengantin Bangsawan Yang Kubenci   Bab 19

    Bau jerami lembap dan kayu basah meruap di udara. Seekor kuda meringkik pelan, memecah keheningan malam. Elowen duduk di atas bal jerami, mulut sibuk mengunyah roti kering yang ia selundupkan dari dapur. Matanya berkilat nakal saat menceritakan kejailannya. “ Kau harusnya lihat wajah Sylvette tadi pagi… begitu kecoak itu muncul, dia melompat seperti anak kucing yang ekornya terjepit pintu! Aku hampir tersedak menahan tawa.” Avelinne ikut tertawa, bersandar pada dinding kayu yang dingin. “ Elowen, kalau sampai ketahuan, kau bukan cuma tidur di kandang. Bisa-bisa kau diusir lebih cepat dari yang kau kira.” Elowen hanya cengengesan, menggigit lagi rotinya. “ Ah, biarlah… seseorang harus membuat pesta ini sedikit lebih hidup. Lagi pula, Lucianne selalu muncul diam-diam, menutupi kekurangan Sylvette. Rasanya seperti dua serigala yang berbagi mangsa.” Kening Avelinne berkerut, sorot matanya menajam. “ Ya, mereka licik sekaligus rapi. Tidak heran satu per satu peserta lain tumban

  • Pengantin Bangsawan Yang Kubenci   Bab 18

    Cahaya pucat menembus jendela tinggi, membelah kabut tipis fermentasi yang menggantung di udara. Debu dan uap alkohol berputar samar di antara deretan drum kayu. Bau anggur masam bercampur kelembapan lantai basah, menekan dada seperti beban tak kasat mata. Langkah Sebastian berderap masuk, bukan menuju kantor, melainkan ruang laboratorium kecil di ujung gudang—tempat sampel anggur diuji sebelum resmi menyandang nama Devereux. Osrich sudah menunggunya dengan clipboard di tangan. “Selamat pagi, Tuan.” “Pagi. Kau sudah kerjakan semua yang kuperintahkan kemarin?” “Ya, Tuan. Ini hasilnya.” Sebastian menerima laporan itu. Angka-angka tercetak rapi, namun setiap baris seperti duri menusuk matanya. Ia menghela napas berat. “Persis… seperti yang dikatakan gadis itu,” bisiknya, lebih mirip pengakuan pada dirinya sendiri. Osrich menambahkan, suaranya rendah:

  • Pengantin Bangsawan Yang Kubenci   Bab 17

    Malam menyelimuti atap kastil Devereux, jendela-jendela besar menjulang seolah mata curiga yang mengawasi siapa pun yang melintas. Di ruang makan utama, denting sendok dan garpu terdengar nyaring, memecah keheningan megah. Para gadis peserta sayembara menunduk anggun, menikmati hidangan mereka dengan khidmat. Namun jelas, sebagian besar hanya menjadi hiasan di panggung permainan keluarga Devereux. Di sisi meja utama, Lady Vareen duduk tegak, ditemani Marcus, Lucianne, dan Sylvette yang mendapat kursi dekat keluarga inti—sebuah penegasan halus akan posisinya yang istimewa. Lady Vareen perlahan meletakkan tangannya di meja. Pandangannya jatuh pada kursi kosong di hadapannya. “Marcus, di mana Sebastian? Mengapa dia tidak hadir?” Marcus mengangkat kepala, bibirnya melengkung tipis. “Mungkin ia sedang tidur bersama botol-botol anggur di gudangnya,” jawabnya, nada sinis seolah mengejek kakaknya sendiri. Lucianne menoleh sekilas pada suaminya, lalu kembali pada piringny

  • Pengantin Bangsawan Yang Kubenci   Bab 16

    Kereta kuda berderit melewati pagar besi tinggi berukir lambang keluarga Devereux—seperti rahang monster yang menjaga rahasia di dalamnya. Roda berhenti di pintu belakang gudang anggur, bangunan batu tua yang hari itu riuh oleh para pekerja. Laki-laki berotot mondar-mandir memanggul keranjang anggur segar, aroma manis bercampur asam memenuhi udara, diselingi sengatan tajam alkohol yang menusuk hidung. Mereka turun dari gerobak. Saat Avelinne menjejakkan kaki di tanah, ia sempat mengernyit tipis, lalu menarik napas panjang, seakan seluruh indranya menimbang tempat itu. Elowen melirik kakaknya—ia tahu tatapan itu bukan sekadar kagum, melainkan penuh perhitungan. Mereka ikut membantu pelayan tua menurunkan peti-peti berat. Di dalam, pemandangan lebih mencengangkan. Rak kayu menjulang dipenuhi botol berlabel emas, drum besar dari kayu ek berbaris rapi di sepanjang dinding. Beberapa pekerja sibuk memeriksa fermentasi; suara cai

  • Pengantin Bangsawan Yang Kubenci   Bab 15

    Siang itu, aula kastil riuh oleh tawa dan bisik-bisik para gadis bangsawan. Seperti pesta tanpa akhir, mereka saling menonjolkan kelebihan, berlomba menjadi bintang paling bersinar. Hari-hari di kastil terasa lebih seperti pameran kecantikan ketimbang ujian.Di sisi tangga besar, Sylvette menuruni anak-anak undakan dengan langkah mantap. Dagu terangkat, gaun sutra berdesir, menyapu permadani merah tua yang terbentang. Cahaya siang dari kaca patri memantul di rambut emasnya, membuatnya tampak seolah baru turun dari lukisan.Para peserta di bawah aula serentak menoleh; beberapa menahan napas, yang lain sekadar terpaku.Di pojok ruangan, Martha dan seorang pelayan tengah merangkai bunga, berbisik lirih di balik denting piring perak.“Lihatlah… betapa anggun wanita itu.”“Aku yakin, dialah yang paling pantas menjadi istri Tuan Sebastian.”Sylvette mendengar. Senyum tipis melengkung di bibirnya, penuh keyakinan diri. Ia mela

  • Pengantin Bangsawan Yang Kubenci   Bab 14

    Kabut pagi menyelimuti halaman kastil, tipis seperti tirai putih yang menggantung rendah. Dari atap kandang, sisa hujan menetes satu-satu, jatuh ke genangan kecil di tanah becek. Udara lembap menusuk hidung, bercampur bau jerami basah dan kuda yang meringkik resah.Avelinne menggeliat di antara jerami, tubuhnya kaku oleh dingin malam. Saat membuka mata, ia merasakan sesuatu yang asing—hangat yang tidak ada sebelumnya. Selimut.Ia terbangun cepat, jemarinya meraba kain itu dengan ragu. Alisnya berkerut dalam.“Elowen…” bisiknya sambil menggoyang bahu adiknya, “siapa yang menaruh selimut di sini?”Elowen hanya menggumam, lalu mengucek mata. Rambutnya berantakan, dipenuhi helaian jerami. Ia menguap panjang sebelum menjawab malas, “Mungkin… hantu kastil. Atau arwah bangsawan yang mati penasaran.”“Jangan bercanda,” Aveline mendesis. Nada suaranya lebih tegang daripada marah.Elowen terkekeh kecil, meski wajahnya masih set

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status