Kantor Bantuan Hukum Middleton terlihat sepi pada siang hari yang cerah itu. Tidak banyak pengunjung yang datang. Tempat parkir hanya diisi beberapa buah kendaraan yang berjejer rapi di bawah pohon maple. Saat mobil berhenti di sana, Anna nyaris terbang ke luar seolah-olah dia terlambat untuk ujian penting. Silvia terpaksa menyamai langkah cepat Anna dan berjalan mengikutinya ke arah pintu masuk gedung berlantai dua yang dicat putih bersih.Di dalam lebih sepi dari yang mereka bayangkan. Hanya ada seorang wanita berusia empat puluhan duduk di balik meja resepsionis dengan kacamata baca bertengger di hidungnya. Dia sedang mengetik sesuatu di laptopnya."Selamat siang. Saya ingin mengajukan permohonan bantuan hukum." Anna bicara dengan hati-hati. Matanya melirik ke sekitar ruangan yang asing dengan dinding berwarna krem dan beberapa poster tentang hak-hak hukum yang terpasang.Wanita resepsionis itu mengangkat kepalanya dan tersenyum ramah. "Silakan isi formulir pendaftaran ini," ujarny
Silvia pikir, dia bisa memberitahu tuan Harrington tentang keuangan Anna. Anggap saja dia menolong dirinya sendiri. Jika nyonya terus berhemat, dia tidak sanggup menanggung malu untuk keluarga Harrington. Lagi pula akan aneh jika dia yang terus mentraktir nyonya majikannya ini. Dia bisa bangkrut.“Nyonya—““Apa kau juga ingin dipukuli? Kau terus-terusan memanggil nyonya. Seseorang akan mendengarnya dan identitasku akan terbongkar.” Anna memarahi Silvia dengan suara berbisik namun tegas. Matanya melirik ke sekeliling kafeteria yang ramai. Dia memiliki alasannya sendiri. Entah kenapa Anna masih belum bisa menerima kenyataan bahwa dia sudah menikah.“Maaf—“ Hampir saja Silvia memanggil nyonya lagi pada Anna. Dia menggigit bibirnya, merasa frustrasi dengan situasi yang rumit ini.Silvia berada dalam dilema. Akan lebih baik jika fakta ini terbongkar. Bagaimana dia sanggup menerima identitas yang bukan miliknya? Kini orang-orang di universitas mengenalnya sebagai nyonya Harrington muda. Tap
Cerita itu menyebar dengan cepat dari satu ruang kelas ke ruang kelas lain hingga seluruh penghuni universitas mengetahuinya. Sepanjang waktu hari itu, semua orang membicarakan tentang Dorothy yang datang dengan seorang pengacara dan kembali dipukuli Anna. Lagi-lagi Anna menjadi pusat perhatian di kampus.Waktu dia memasuki kantin untuk makan siang, orang-orang mulai berbisik. Suara-suara pelan bercampur dengan bunyi sendok dan garpu yang bersentuhan dengan piring. Beberapa gadis kaya yang memiliki perilaku menyerupai Dorothy menghindari berselisih jalan dengan Anna. Mereka dengan sengaja mengambil rute yang berbeda atau berpura-pura sibuk dengan ponsel mereka. Meski tidak yakin Anna bakal lolos dari cengkeraman keluarga Langford, tidak ada yang mau dipukuli sampai babak belur. Mereka menghargai kecantikan sendiri. Meski semua bisa diobati, atau bahkan diperbarui dengan operasi, tentu saja itu tidak akan sama lagi.“Nyonya ingin makan sesuatu? Aku akan memesan.” Silvia merendahkan s
Felix sedang memeriksa beberapa dokumen yang diberikan sang CEO. Konsentrasinya langsung terpecah begitu mendengar laporan dari Erick tentang Anna. Tangannya berhenti di tengah-tengah gerakan membalik halaman. Dia perlahan mengangkat kepalanya, menatap orang kepercayaannya itu dengan ekspresi yang sulit dibaca.“Katakan lagi,” Felix berkata dengan nada datar.Erick mengulangi laporannya dengan lebih detail. Setiap kata yang keluar dari mulutnya membuat kerutan di dahi Felix semakin dalam. Dia meletakkan dokumen yang dipegangnya dan bersandar pada kursi kulit hitam di belakangnya.Menikahi gadis ini, Felix berharap bisa menggunakannya sebagai alat untuk mengganggu kakeknya, Adam Harrington. Harapannya terkabulkan. Tapi itu menjadi terlalu berlebihan. Anna mengganggu semua orang. Bahkan dirinya sendiri tidak luput dari keributan yang ditimbulkan isterinya.Felix mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Dalam benaknya, dia mulai menghitung berapa banyak masalah yang telah muncul se
Thomas yang sejak tadi diam langsung menegakkan tubuhnya. Kerutan dalam di dahinya menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. "Dorothy, apa yang kau lakukan?" Suaranya rendah namun tegas. Dia sangat tahu tentang Joseph Collins—pengacara yang terkenal kejam dan tidak pernah kalah dalam persidangan. Bagaimana mungkin seorang Anna bisa menghadapinya."Aku sedang mencari keadilan," jawab Dorothy, tajam. Matanya berkilat penuh kepuasan. "Anna telah melakukan tindak kekerasan terhadapku. Kau bisa melihat sendiri buktinya." Dia menunjuk wajahnya yang masih memperlihatkan bekas lebam.Thomas mengernyit. Dia memandang Dorothy dengan tatapan curiga. "Apa yang sebenarnya terjadi?" Dia tahu Dorothy kerap berulah mengganggu Anna. Bukan hanya Anna. Dia melakukannya pada siapa saja yang dia inginkan, terutama mereka yang dianggapnya lebih rendah.Pasti gadis ini yang lebih dulu memulai. Jika Anna melakukan penganiayaan, itu pastilah sebagai bentuk pembelaan diri. Thomas mengenal Anna cukup baik untuk t
“Tiga hari lagi akan ada perayaan ulang tahun ayahku. Aku harap kau bisa datang.”Thomas tiba-tiba teringat. Dia tampak senang memiliki alasan untuk mengundang Anna datang ke kediaman keluarga Blake.Mereka tidak memiliki banyak bahan pembicaraan. Biasanya, Anna sangat cerewet dan penuh komentar. Tapi hari itu dia tampak lebih tenang, bahkan nyaris diam. Bertemu Thomas, entah mengapa, mengingatkannya akan Dorothy. Pikirannya dipenuhi oleh banyak hal.“Aku tidak bisa menjanjikan. Kau tahu—““Kau sangat sibuk dengan dua pekerjaan.” Thomas langsung memotong sambil mengangguk kecil. Itu selalu jawaban yang sama. Dia sudah tidak tahan lagi. “Anna, pernahkah sedikit saja kau memikirkan perasaan orang lain?”Anna menatap pria muda di depannya. Dia tidak menjawab langsung. Thomas memiliki fitur wajah yang nyaris sempurna. Ketampanannya memikat setengah dari kaum hawa di kampus ini. Dia juga berasal dari keluarga yang tidak biasa. Keluarga Blake memiliki hubungan bisnis dengan keluarga Harrin