Pengantin Kecil Tuan Xavier - BAB 4
Byurrr Seember air meluncur bebas membasahi tubuh ringkih itu. Gadis yang masih terlelap menyelami mimpinya di tarik paksa menuju kenyataan. Dia mengerjapkan mata yang terasa perih dan juga hidung yang terasa sakit akibat kemasukan air. Uhuk uhuk uhuk Dia terbatuk, merasakan perih dan sesak di dada. Sambil berusaha menetralkan penglihatan, dia terus memukul-mukul dadanya yang terasa sakit. "Bangun!" suara bariton nan dingin menyapa indera pendengaran Nandini. Gadis itu berusaha memfokuskan pandangannya. Bola mata berwarna hazel itu seketika melotot tatkala melihat siluet seorang pria yang berdiri di sebelahnya. "Ah, m--maaf s--saya t--terlambat b--bangun," ucap Nandini terbata dan ketakutan ketika melihat mata tajam itu menatap bak seekor elang yang hendak menangkap mangsanya. Xavier menatap dingin gadis kecil di hadapannya. Lalu dia pun melirik Kepala Pelayan. Pria paruh baya itu pun mengerti dan dia pun mendekati gadis yang masih setia menundukkan kepalanya. "Maaf, Nona bisa mengganti pakaian Nona dengan seragam maid yang ada di rumah ini," ucap Pria paruh baya itu. Deg! Dada Nandini seketika sesak dan sakit. Maksud suaminya apa, menyuruhnya untuk mengganti pakaian dengan seragam pelayan di Mansion mewah itu. Padahal status dirinya jelas. Yaitu Istri dari Seorang Xavier Romanov. Gadis itu pun memberanikan menatap mata tajam itu. Wajah yang sangat dingin tidak ada senyum sama sekali yang tersungging dari bibirnya. Nandini terus menatap seolah dia bertanya lewat tatapan matanya 'Apa Maksud Dari Semua Ini!'. "Kalian urus dia. Dan antar dia ke hadapan saya dalam waktu kurang dari sepuluh menit," ucap Xavier dan langsung berlalu dari sana tanpa mendengarkan jawaban dari para pelayan yang berada di sana. Pria paruh baya itu menatap salah seorang wanita yang umurnya mungkin sekitar 45 tahun. Dan memintanya untuk membantu Nandini mengganti bajunya yang basah. Akibat di siram oleh Xavier. "Urus dia, ingat dalam waktu sepuluh menit, dia harus sudah siap menghadap Tuan," ucapnya datar meski sebenarnya dia sedih melihat perlakuan majikannya terhadap gadis itu. Lalu ia pun berlalu meninggalkan gudang yang di huni oleh Nandini. Wanita paruh baya itu pun mengangguk dan menghampiri Nandini yang masih diam menatap pintu yang perlahan menutup. Dia menatap nanar punggung yang berlalu dari hadapannya. "Ya Allah inikah jalan hidupku, mengapa engkau tidak mengizinkan diri ini hidup bahagia. Setelah keluar dari siksaan Ibu sekarang aku masuk ke kehidupan yang sama sekali tidak aku inginkan," batin Nandini bersenandika. "Mari Non, saya bantu melepas gaun pengantin Nona," ucapnya lembut. Nandini pun mengangguk dan beralih berjalan menuju kamar mandi bersama dengan wanita itu. Pikirannya menerawang jauh, pandangannya kosong. "Ayo Non, waktu kita hanya sebentar lagi, jangan sampai Tuan Muda marah, jika Tuan marah, semua yang berada di rumah ini akan kena semprot," tutur wanita paruh baya itu sambil membuka resleting yang berada tepat di belakang. Delapan menit sudah berlalu, kini Nandini sudah siap dengan pakaiannya. Dia menatap dirinya di kaca. Dan tersenyum kecut. "Malang sekali nasibmu," ucapnya dalam hati mengasihani diri sendiri. Tiba-tiba wanita itu mendekat, "Non, cepat waktunya tinggal dua menit lagi," ucap wanita paruh baya itu panik. Dia menggeret tangan Nandini bahkan terlihat menggusur tubuh kecil itu. Nandini harus menyesuaikan langkah kakinya. Jalan yang terseok-seok tidak menghentikan langkah wanita paruh baya itu. Kini keduanya sudah tiba di hadapan sang Tuan Rumah. "Sepuluh menit lebih tiga puluh detik," ucapnya datar sambil menatap jam mewah yang ada di tangannya. Wanita paruh baya itu menunduk takut, "M-maafkan kami Tuan, tadi ada sedikit insiden di dalam kamar mandi," ujarnya berbohong untuk menyelamatkan diri dan juga gadis yang tangannya masih dia pegang. Ya wanita itu lebih memilih berbohong dari pada dia kena marah juga dengan yang lainnya. Xavier mengibaskan tangannya, kini yang ada di sana hanya Xavier, Nandini juga Kepala Pelayan. Yang sama-sama datarnya seperti sang Majikan. "Jelaskan tugas-tugas dia di rumah ini," ucap Xavier. Kepala Pelayan pun mengangguk dan membaca poin-poin tugas untuk Nandini. * Harus bangun awal setidaknya pukul 04.00 pagi. * Mengurus segala keperluan Tuan Muda. * Membereskan Kamar Utama. * Tidak boleh bermalas-malasan. * Di Perbolehkan beristirahat hanya ketika Tuan Muda tidak ada di Mansion. * Tidak di perbolehkan memasuki satu ruangan yang letaknya paling ujung, jika dengan sengaja memasukinya maka siap-siap akan mendapat hukuman. * Tidak boleh tidur duluan jika Tuan Muda belum pulang. * Tidur di gudang paviliun belakang. Deg! Poin terakhir yang membuat Nandini meringis. Dia tidak mau jika harus tertidur di gudang yang gelap juga pengap. Nandini trauma, ya dia trauma akan kegelapan. "M--maaf, b-bisakah poin terakhir di ganti? Saya tidak keberatan melakukan semua pekerjaan yang ada di sini, tapi.. Bisakah poin yang terakhir Anda ganti? Saya tidak masalah tidur di kamar sempit, tapi jika.. Di gudang saya tidak bisa," ucap Nandini pelan. Kepala Pelayan melirik Tuannya, terlihat dia sudah marah. Karena baru kali ini ada yang berani membantahnya. Brakk Meja kaca yang ada di hadapan Xavier seketika melayang karena di tendang olehnya. Dia menatap nyalang gadis yang berdiri itu, kaca berhamburan bahkan ada sebagian pecahan yang mengenai kaki Nandini. Tampak darah menetes.Gadis itu sedikit meringis, merasakan perih di kakinya. "Siapa kau hah? Siapa kau berani-beraninya kau membantah perintahku!" suara itu menggelegar seakan memecahkan gendang telinga setiap orang yang mendengarnya. Nandini semakin menunduk ketakutan, tangannya memilin-milin kain yang menempel di tubuh ringkih itu. Xavier beranjak berdiri dan menghampiri Nandini. Pria itu menunduk menatap gadis yang berstatus istrinya itu. Sret "Aww!''Bab 97 - S2 - Malam Pertama 2 ( 21+) “Sayang.” Alarich menatap punggung mulus milik sang istri dengan nafas tertahan. Punggung putih tanpa ada luka sedikit pun nyatanya mampu membuat Alarich seketika mematung. Punggungnya saja sudah mulus, lantas bagaimana bagian yang lainnya. Pikir Alarich. Tangannya yang kekar dan besar ia angkat untuk menyentuh punggung mulus itu. Senja memejamkan kedua matanya, seraya menahan nafas kala tangan milik sang suami menelusuri punggungnya. Alarich memajukan tubuhnya, lalu tangannya memeluk pinggang ramping sang istri. Gaun pengantin milik Senja masih tertahan tepat di depan d*d*, pelukan Alarich begitu erat sehingga ia mampu merasakan deru nafas milik sang suami. Cup Alarich mengecup bahu Senja yang terbuka. D*r*hnya terasa berdesir hebat, kala bibir sexy Alarich menyentuh kulitnya yang terbuka. “Kamu cantik sekali, Sayang,” ucap Alarich dengan suaranya yang terdengar serak dan nafasnya terdengar m
Bab 96 - S2 - Malam Pertama (21+) “Bagaimana saksi, Sah?!” Tanya seorang penghulu kepada para saksi yang berada di sana. “Sah!” “Sah!” “Sah!” Kalimat Sah menggema, membuat setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Senja. Alarich melihat hal itu, ia langsung menggenggam tangan mungil sang istri. Membuat Senja sadar jika ia tidak sendiri. Gadis yang sudah bergelar istri itu menoleh, menatap sang suami yang tersenyum manis kepadanya. Lelaki yang tidak pernah tersenyum itu, kini memberika senyumannya hanya untuk sang istri. “Alhamdulilah, kalian sudah sah menjadi sepasang suami istri. Silahkan untuk sang istri mencium tangan sang suami, dan suami mencium kening serta ubun-ubun istri anda,” ujar sang penghulu. Alarich maju, mendekati istrinya. Dengan tubuh bergetar menahan gugup Alarich mencium kening serta ubun-ubun sang istri. Begitu juga dengan Senja, dengan tangan yang gemetar, ia raih jemari sang suami. Men
Bab 95 - S2 - Menikah Deg Senja langsung menoleh ke arah Alarich, ia bahkan menghentikan langkah kakinya. Menatap wajah yang senantiasa datar dan dingin itu, mencari kebohongan dari binar matanya yang tajam. Namun, Senja sama sekali tidak menemukan kebohongan tersebut, ia justru melihat ketulusan, kejujuran, dan keseriusan dari mata Alarich. Lantas Alarich membuka pintu ballroom, begitu pintu terbuka keluarga besar Romanov menyambutnya. Senja mematung di tempatnya berdiri,memandang bagaimana baiknya keluarga yang bahkan tak ada hubungan darah dengannya. Alarich meraih tangan Senja, dan membawanya masuk. Mata Senja sudah berkaca-kaca, melirik tangan yang di genggam oleh Alarich. “Tuan,” lirih Senja. “Mari masuk, mereka sudah menunggumu. Menunggu calon menantu baru di keluarga Romanov. Gadis yang selama beberapa tahun aku tunggu, tidak mungkin aku lepaskan untuk yang kedua kalinya. Oleh karena itu, aku akan langsung mengikatmu dengan pernikaha
Malam itu, Senja sudah siap dengan gaun yang sudah di siapkan oleh Alarich sebelumnya. Gaun berwarna lembut sangat cocok dengan karakter Senja. Jangan lupakan kerudung yang berwarna sama dengan gaunnya menambah kecantikan seorang Senandung Senja. Gadis berhijab itu di dandani oleh Sheinafia, wanita beranak satu itu begitu antusias kala mendengar Alarich hendak melamar Senja. Namun, mereka sengaja tidak mengatakan hal itu kepada Senja, sebab takut jika gadis tersebut menolaknya. “Ya Tuhan, kamu cantik sekali, Senja,” pekik Sheinafia yang membuat ketiga perempuan paruh baya yang kebetulan berada di kamar Senja sontak menoleh ke arah dua wanita muda itu. Nandini, Namilea, dan Melati tersenyum kala melihat Senja. Wajahnya yang cantik alami semakin bersinar kala Sheinafia membubuhkan make up flawless di wajah cantiknya. Namilea menghampiri keduanya, ia tersenyum lembut lantas mengusap puncak kepala Senja yang terbalut hijab. “Kamu cantik sekali, Nak
Bab 93 - S2 - Pendekatan Alarich Tidak terasa, sudah hampir dua minggu Senja tinggal di Mansion Romanov. Selama itu pula, Senja belum pernah kembali bertemu dengan Alarich. Entah kemana perginya lelaki dingin itu, pria pertama yang merangkulnya ketika ia terjatuh. “Senja, Nak,” panggil Namilea. Merasa ada yang memanggilnya, Senja pun menoleh. Ternyata ibu dari Alarichlah yang memanggil namanya. Senja tersenyum menyambut kedatangan Namilea yang kini duduk di sebelahnya. “Sedang apa, Nak? Ibu lihat dari tadi kamu duduk sendirian di sini? Kamu bosan?” Tanya Namilea hati-hati. Senja menggelengkan kepalanya,”Tidak ibu. Senja tidak bosan,” jawab Senja yang memang sekarang memanggil Namilea dengan panggilan ibu sesuai permintaan Namilea. Namilea pun tersenyum. Lantas mengangkat sebuah paper bag yang isinya entah apa. “Ini, tadi Alarich sebelum berangkat kerja dia menitipkan ini untuk kamu. Katanya, pakai nanti malam asisten Alarich a
Bab 92 - S2 - Kembalinya Senja “Semuanya, perkenalkan … Senandung Senja.” Deg Mereka terdiam, tentu tidak menyangka jika gadis yang memilih untuk pergi dari kediaman Romanov, kini telah kembali. Alarich, menemukannya dan entah dimana lelaki tampan nan dingin itu menemukan keberadaan Senja. Berbagai spekulasi muncul di kepala para paruh baya itu. Namun, mereka senang sebab sepertinya Alarich mulai membuka hatinya. Namilea menghampiri keduanya, ia menatap tidak percaya gadis cantik yang berdiri di hadapannya itu. “Nak, benarkah kamu Senja? Gadis yang dulu masuk ke dalam mobil Alarich?” Tanya Namilea lembut. Senja terdiam, namun ia melirik Alarich yang berdiri tak jauh darinya. Alarich pun mengangguk. Senja tersenyum tipis, “ Ya, Nyonya. Maafkan saya karena dulu memilih untuk pergi dari sini. Maaf, bukannya saya tidak tahu berterima kasih, hanya saja … saya tidak mau terlalu jauh merepotkan kalian. Kalian terlalu