Share

04 | Hari Pernikahan

Argan sudah merasa sangat kesal, meski pernikahan belum dimulai. Tentu saja alasannya adalah karena ini bukan lah pernikahan yang ia inginkan. Jika saja yang menjadi pengantinnya adalah kekasihnya, Alison, Argan tidak akan sekesal ini. Dia mungkin akan jadi pria yang paling bahagia.

Tapi, saat ini jangankan untuk bersikap tenang, untuk melengkungkan senyum palsu saja Argan kesulitan. Rasanya dia ingin melarikan diri seperti apa yang Alison lakukan. Tapi, jika ia melakukan itu, maka keluarganya yang akan terkena masalah. Saat ini pernikahan terpaksa dilanjutkan untuk menyelamatkan nama baik keluarga. Jika Argan membatalkan semuanya, maka keluarganya yang akan menanggung malu.

Orang tua Argan mungkin tidak akan bisa memaafkannya jika ia melakukan kesalahan sebesar itu.

Argan menghela napas kasar. Saat ini, ia terjebak dalam situasi yang tidak terduga.

Argan juga tidak mengerti, kenapa Alison sampai tega meninggalkannya seperti ini. Jika ia menolak lamarannya, itu akan lebih baik. Argan akan lebih suka mengundur waktu pernikahan mereka, menunggu hingga Alison siap. Dari pada merencanakan semua pernikahan ini dan saat hampir tiba waktunya, ia justru menghilang. Rasanya seperti dipermainkan.

“Dimana calon istrimu?” Mia bertanya pada Argan. Sejak tadi dia menunggu, dan belum melihat batang hidung calon menantunya sama sekali.

“Alison pergi, Ibu sudah tahu sendiri,” jawab Argan malas.

Dia meringis saat tiba-tiba mendapat tamparan di lengan kanannya.

“Maksud Ibu bukan dia.Tapi Aliya,” ucap Mia meluruskan. Dia bahkan sudah tidak mau mengingat Alison lagi. Gadis itulah yang membuat mereka semua mengalami masalah ini. Jika bukan karena dia, Mia tidak akan kebingungan menjelang hari pernikahan putranya. Sungguh, Mia benar-benar marah dengan sikap kekasih dari putranya itu. Padahal jika memang ia belum siap menikah, seharusnya ia bicara baik-baik dengan mereka. Tidak harus dengan cara seperti ini. Apa yang ia lakukan saat ini justru membuat buruk namanya di mata semua orang. Dia juga terlihat tidak peduli pada dampak yang ditimbulkan dari perbuatannya.

“Aku tidak tahu,” decak Argan malas. Dia bahkan tidak terlalu mengingat nama perempuan yang mendadak menjadi pengganti pengantin wanita itu. Jika bisa, rasanya Argan lebih memilih membatalkan ini semua dari pada menggantikan mempelai wanita dengan gadis itu.

“Kamu ini.” Mia menggelengkan kepala. Ia tidak mengerti dengan putranya itu. Padahal Mia sudah berusaha keras menyelamatkan nasib putranya yang baru saja ditinggal kekasihnya. Tapi, kenapa dia justru terlihat tidak senang? “Belajarlah menerima Aliya. Setidaknya dia lebih baik dari kekasihmu yang manja dan kekanakan itu.”

Ada nada cibiran dalam kalimat yang Mia katakan.Tentu saja Argan menyadarinya karena ia sudah biasa mendengar Ibunya mengeluh tentang Alison. Sejak Argan mengenalkannya, Ibunya terlihat tidak setuju. Tapi, karena Argan yang sangat mencintai Alison, Ibunya pun tidak memiliki pilihan lain selain merestui hubungan mereka.

“Kalian juga akan menjadi suami istri.”

“Aku tahu,” jawab Argan enggan. Ini adalah pilihan yang sulit. Tapi, Argan juga tidak bisa memilih jalan lain. Ia benar-benar terjebak dan harus melewati jalan ini meski rasanya ia ingin berbalik dan pergi.

“Jangan hanya berkata ‘aku tahu,” omel Mia. ”Tapi buktikan jika kamu memang akan mendengarkan perkataan Ibu.”

“I-iya, Ibu.” Argan menghindar saat tangan Ibunya memberi cubitan-cubitan kecil di pinggangnya. Dia selalu seperti itu untuk membuat Argan 

mendengarkannya. Terkadang, Argan merasa seperti anak kecil saat Ibunya mengomeli dia seperti ini.

“Awas saja jika ibu sampai mendengar kamu menyakiti Aliya.” Mia memperingati. Karena ialah yang membuat Aliya menikah dengan Argan, ia merasa bertanggung jawab jika terjadi sesuatu pada calon menantunya itu.

“Tidak akan. Aku juga tidak mungkin menyakiti istriku sendiri.” Argan menjawab dengan sebal. Apa di mata Ibunya ia sejahat itu? Meski memang ia tidak menyukai Aliya, bukan berarti ia akan menyakiti perempuan itu.

“Ibu akan rutin mengunjungi kalian setiap bulan.”

Argan terlihat keberatan, ”Kenapa harus sesering itu?”

“Tentu saja karena ibu harus memastikan kamu memperlakukan istrimu dengan baik,” jawab Mia ringan. “Dan jangan lupa untuk segera memberi kabar baik untuk ibu. Ibu ingin kalian segera memiliki momongan.”

“Astaga.” Argan mengusap wajahnya kasar, Dia tidak habis pikir dengan Ibunya itu. “Aku bahkan baru akan melangsungkan pernikahan. Apa Ibu pikir semudah itu memiliki seorang anak?”

“Itu tidak sulit, jika kamu sering berusaha. Maka, lakukanlah yang terbaik.” Mia menyemangati putranya, Dia mengukir senyum yang terlihat aneh di mata Argan.

Sesaat, Argan bergidik melihatnya.

“Ayo, Argan. Ibu akan mendukungmu. Bahkan ibu tidak keberatan memberimu rahasia-rahasia kecil yang bisa membuat istrimu cepat hamil.”

“Ibu, hentikan!”

Argan tidak tahan mendengarnya. Apa Ibunya tidak sadar di mana mereka sekarang? Membicarakan hal seperti itu di tempat ramai begini membuat banyak orang mencuri dengar. Argan bahkan mendengar suara cekikikan orang-orang.

Argan menutup wajahnya frustasi. Rasanya ia ingin menyembunyikan diri di bawah tanah karena malu.

“Hal ini sudah biasa untuk pengantin baru.” Mia menanggapi dengan santai. Sebagai orang dewasa, memberi nasehat pada mereka yang belum memiliki pengalaman apapun tentu menjadi sebuah keharusan.”Kamu masih muda, dan mungkin kamu belum tahu bagaimana cara melakukannya.”

Ibunya sepertinya masih belum bisa berhenti. Argan harus mencari cara supaya bisa membuat mulut Ibunya berhenti mengoceh, atau Argan akan benar-benar habis ditelan rasa malu.

“Ah! Iya. Apa ibu perlu memberikan sedikit pengarahan juga? Kamu mungkin bingung saat pertama kali mencobanya.”

“Astaga.” Argan melengos kasar. Dia memilih pergi karena merasa tidak tahan. Tawa orang-orang itu bahkan bisa ia dengar semakin jelas.

“Dia hanya malu, Mia.”

Argan mendengar seseorang bicara pada Ibunya. Mungkin sekarang, para orang tua itu berkumpul untuk membicarakan hal yang menggelikan seperti tadi.

“Aku hanya khawatir dia akan kesulitan.” Itu suara Ibunya.”Menurutmu, apa putraku bisa melakukannya?”

Damn! Haruskan ia bertanya pada orang lain tentang itu?

Demi tuhan, Argan merasa malu sekali.

“Sedang apa kamu di sini?”

Argan menoleh ketika seseorang bertanya padanya.

Dia terpaku.

Ada seorang wanita cantik yang berdiri di depan sebuah ruangan, tampak menyandarkan tubuhnya di dinding dengan kedua tangan yang terlipat di dada.

Untuk sesaat, Argan merasa lupa cara untuk bernapas. Wanita di depannya ini … terlalu menawan.

Pikiran Argan sempat melanglang buana, berpikir andai saja wanita di depannya ini yang akan ia nikahi untuk menggantikan Alison, Argan pasti tidak akan keberatan.

“Hei!”

Jentikan jari di depannya membuat Argan terkesiap. Ia mundur selangkah saat menyadari wanita itu berdiri di depannya. Jarak mereka terlalu dekat.

“Maafkan aku.”

Wanita itu mengernyit. Dia terlihat bingung.

Apa ada yang salah dengan cara bicara Argan?

“Kenapa minta maaf?” tanyanya, tersenyum geli.

“Aku …aku mungkin mengganggumu,” jawab Argan gugup. Dia mengusap tengkuknya seraya memalingkan wajah. Tangannya saat ini juga terasa berkeringat.

Seperti menyadari sesuatu, wanita itu tiba-tiba tertawa.

“Ah, ya. Aku lupa jika wajahku baru saja dirias.”

Argan mengerutkan keningnya, tidak mengerti.

Wanita di depannya itu menganggukkan kepala, “Aku mulai mengerti sekarang.”

Dia melangkah mendekat, dan membuat Argan tersudut.

Argan menahan napas karena jarak mereka yang sempit. Seharusnya ia mendorong wanita itu menjauh, karena akan jadi masalah jika ada orang lain yang melihat mereka seperti ini. Tapi, Argan justru punya keinginan kuat untuk merengkuh pinggang wanita itu, dan merasakan tubuhnya dalam pelukan.

“Jadi, apa kamu tidak ingat padaku … calon suamiku?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status