Home / Rumah Tangga / Pengantin Pengganti Calon Ipar / 03 | Putri yang Sudah Dewasa

Share

03 | Putri yang Sudah Dewasa

Author: Rish Alra
last update Last Updated: 2023-03-03 01:03:24

Aliya mendengar apa yang Ibu dan Ayahnya katakan di depan pintu. Dia merasa ikut sedih mendengar tangis Ibunya yang kecewa pada sikap Alison. Kembarannya itu seperti tidak peduli pada kesulitan yang dihadapi mereka. Dia dengan tidak tahu dirinya malah pergi dan membiarkan mereka semua menanggung akibat dari perbuatannya.

Aliya menghela napas. Sejujurnya dia sangat ingin pergi dan melarikan diri juga. Tapi Aliya masih memikirkan orang tuanya. Jika ia pergi, bagaimana dengan mereka? Orang tuanya pasti akan mengalami masalah yang lebih besar jika Aliya juga melakukan hal yang sama dengan Alison.

Tapi, Aliya tidak yakin untuk menghadapi semua ini. Jika ia harus menikah secepat ini dengan pria yang bahkan tidak ia kenal, akan seperti apa kehidupannya nanti?

Aliya mungkin harus bicara dengan pria itu setelah resepsi selesai. Mungkin ia bisa bernegosiasi tentang perceraian setelah pernikahan berlangsung.

“Aliya, bagaimana? Apa kamu sudah siap?”

Aliya menoleh ke arah pintu ketika mendengar suara Ayahnya bertanya. Dia melihat pria itu melongokkan kepala di ambang pintu.

Addyson tertegun melihat wajah putrinya yang berbeda dari biasanya. Ia tidak bisa berkata-kata, terlalu terkejut dengan perubahan Aliya.

“Ayah?” Aliya terlihat bingung dengan keterdiaman Ayahnya yang tiba-tiba. “Apa Ayah baik-baik saja?” tanya Aliya khawatir.

Addy tersadar. Ia segera menggelengkan kepalanya untuk membuat dirinya lebih fokus. Kecantikan yang dimiliki putrinya bahkan membuat ia terpana.

“Maafkan Ayah. Ayah hanya tidak menyangka jika kamu bisa secantik ini,” puji Addy.

Aliya terkekeh kecil. Dia merasa sedikit tersanjung dengan pujian Ayahnya. Jika diingat, baru kali ini Ayahnya itu memberi pujian untuk Aliya. Hati Aliya terasa sedikit lebih baik setelah bertemu dengan Ayahnya itu.

“Terima kasih, Ayah,” ucap Aliya. “Hari ini aku akan menikah, tentu saja aku harus terlihat lebih cantik dari biasanya.”

“Ya. Dan kamu membuat Ayah tercengang,” kekeh Addy. Ia bahkan tidak menyangka jika putrinya ini bisa melebihi Alison. Mungkin karena Aliya jarang merias diri seperti yang selalu Alison lakukan, kecantikan yang ia miliki juga jadi sedikit tertutupi.

“Ayah berlebihan.” Aliya meletakkan kedua tangannya di pipi. Dia merasa sedikit malu. “Jangan terus memujiku seperti itu.”

“Putriku sangat pemalu, rupanya.” Addy mencubit pipi putrinya itu sambil tertawa ringan. Dia memeluk Aliya untuk terakhir kalinya sebelum ia melepaskannya untuk dimiliki pria lain.

Dalam hati, Addy merasa tidak rela membuat Aliya menanggung ini semua. Tapi, ia tidak memiliki pilihan. Addy hanya bisa berharap semoga Aliya bahagia setelah pernikahannya ini.

Jika Argan memilih untuk mengembalikan Aliya padanya, Addy juga tidak akan keberatan.

“Tidak terasa, putri Ayah sudah semakin besar.” Rasanya baru kemarin Addy memarahi Aliya karena terlalu sering memanjat pohon tetangga untuk mencuri buah. Tingkah ajaib putrinya itu sering membuat ia sakit kepala. Tapi terkadang, kenakalannya juga kerap kali membuatnya ingin tertawa.

“Tentu saja. Tidak mungkin aku akan terus menjadi seorang gadis,” ucap Aliya. Dia membalas pelukan Ayahnya, merasakan kehangatan yang sudah lama tidak ia rasakan.

Kapan terakhir kali orang tuanya memeluk Aliya seperti ini? Rasanya sudah lama sekali. Mereka terlalu sibuk dengan Alison, dan Alison juga terlalu memonopoli mereka, hingga Aliya lebih memilih menyibukkan dirinya di lingkungan luar. Karena Alison, Aliya berpikir jika rumah bukanlah tempat untuknya.

“Terakhir kali Ayah ingat, kamu sering bolos dari sekolah, lalu kabur dari rumah karena takut ayah akan memarahimu,” ucap Addy sembari menerawang ke masa itu. Waktu itu sebenarnya cukup lucu. Ia tidak marah pada Aliya, ia hanya khawatir karena Aliya membolos dengan teman-temannya yang merupakan laki-laki semuanya. Addy memang menunggu putrinya, tapi bukan untuk mengomeli. Addy hanya ingin menasehati Aliya untuk berhati-hati saat bergaul dengan lawan jenisnya. Bagaimana pun juga, putrinya itu adalah seorang perempuan.

Tapi, sebelum Addy bertemu dengannya pun, Aliya sudah lebih dulu melarikan diri karena takut.

“Itu sudah lama sekali,” ucap Aliya.

Saat itu ia masih berumur sembilan tahun. Memang hanya di usia seperti itulah ia dan orang tuanya masih belum terlalu jauh. Semakin ia besar, semakin terbentang jarak antara mereka.

Aliya yang merasa sadar diri pun memilih untuk menjauh dengan sendirinya. Meski terkadang ia juga merasa kesepian dan iri dengan orang lain yang bisa dekat dengan orang tua mereka.

“Banyak yang sudah Ayah lewatkan,” ucap Addy. Ia menyesal tidak melihat pertumbuhan Aliya. Sekarang ia sudah harus melepaskan putrinya itu untuk pria lain.

“Tidak apa.” Aliya tidak masalah tidak memiliki banyak moment bersama mereka. Dia justru bahagia melihat Alison bisa mendapatkan kasih sayang penuh dari orang tua mereka. “Ayah selalu menjadi ayah terbaik untukku.”

Putrinya terlalu pengertian, hingga Addy semakin merasa tidak berguna. Kenapa dia tidak bisa bersikap adil untuk kedua putrinya? Kenapa baru saat ini ia menyadari ketidakbecusannya sebagai orang tua?

“Maafkan Ayah, Aliya.”

“Jangan terus berkata seperti itu.” Lama-lama, Aliya jengah mendengar kata-kata itu dari orang tuanya. Mereka bersikap terlalu berlebihan, seolah-olah di sini Aliya didorong untuk dikorbankan. Padahal, ia hanya akan menikah dengan pria yang seharusnya menikah dengan kembarannya. Ini tidak seburuk yang mereka pikir. Aliya juga tidak mungkin tidak bisa melindungi dirinya sendiri.  Meski ia belum mengetahui perangai Argan, Aliya rasa ia bisa menghadapi pria itu jika dia bersikap kurang ajar padanya.

“Aku akan segera menikah. Tersenyumlah, Ayah.” Aliya menarik sudut bibirnya, membentuk senyuman. Dia juga meminta Ayahnya melakukan hal yang sama. Dia lebih suka melihat mereka memperlihatkan ekspresi seperti itu dari pada raut wajah bersalah mereka. Aliya merasa menjadi penyebab kesedihan mereka jika mereka terus seperti itu.

“Kamu bahkan tidak merasa sedih,” ucap Addy tersenyum getir. Padahal ia dan Kirana sudah merasa begitu terpukul karena memaksa Aliya untuk melakukan pernikahan ini. Tapi putrinya itu bisa melaluinya dengan tanpa beban.

Atau mungkin, ia hanya tidak menunjukkan emosinya karena tidak ingin membuat orang tuanya khawatir.

“Jangan mengkhawatirkan aku. Jika aku tidak bahagia, aku akan segera pulang dan menemui kalian.” Aliya berucap dengan sungguh-sungguh. Dia memegangi tangan Ayahnya, berusaha meyakinkan. Hanya dengan cara ini ia bisa membuat perasaan orang tuanya menjadi lebih baik. Dia tidak ingin melihat wajah sendu dari mereka. Setidaknya, walau ini pernikahan yang tidak diinginkan, Aliya tidak ingin orang tuanya menunjukkan ekspresi tidak rela saat Aliya mengucapkan janji pernikahan.

“Berbahagialah, Ayah. Hari ini, tidak seharusnya ada yang menangis,” ucap Aliya. “Jika pun ada air mata yang menetes, itu hanya air mata kebahagiaan. Lepaskan aku dan ridhoi aku untuk pergi bersama suamiku.”

“Kamu terlalu dewasa.” Mata Addy penuh dengan air mata yang menggenang. Sekuat tenaga ia menahan, tapi derai air mata tetap meluncur di wajahnya. Hatinya sakit, melihat ketegaran putrinya yang melebihi dirinya. Aliya bahkan terlihat tidak memiliki beban apapun dalam menghadapi masalah ini. “Jangan menyembunyikan apapun dari ayah, Nak. Jika suatu saat dia menyakitimu, kembalilah, dan katakan semuanya pada Ayah. Rumah ini, akan selalu terbuka untukmu.”

Aliya tersenyum, merasa tersentuh dengan apa yang dikatakan Ayahnya. Orang tuanya pasti sangat mengkhawatirkannya sehingga sulit bagi mereka untuk tersenyum di hari bahagia ini.

“Tentu, Ayah.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengantin Pengganti Calon Ipar   117 | Akhir yang Bahagia

    Argan tidak tahu bagaimana bisa istrinya berada di sini. Saat Argan keluar, dia bertemu dengan istrinya yang tengah berkacak pinggang dan menatapnya dengan tajam."Jelaskan padaku!" tegas Aliya."Itu ...." Argan menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Dia sedikit tidak mengerti di bagian mana ia harus menjelaskan."Argan!" pekik Aliya. Dia tidak mau menunggu terlalu lama untuk mendengarkan pria itu bicara. "Cepat jelaskan apa yang kamu lakukan pada Alison! Aku melihatnya menangis tadi.""Ini tidak seperti yang kamu pikir, sayang." Argan menjelaskan dengan hati-hati. "Sebenarnya, tapi kami hanya membicarakan tentang masa lalu. Alison meminta maaf padaku. Karena dia menangis, aku tidak tega dan segera memeluknya. Jangan cemburu.""Aku tidak cemburu!" tukas Aliya menyangkal."Oke. Oke. Aku akan memeluknya lebih sering."Aliya seketika melotot padanya. Argan meringis kecil."Aku bercanda, sayang."Apakah ini saat yang tepat untuk itu? Aliya melengos malas. Meski Alison adalah adikn

  • Pengantin Pengganti Calon Ipar   116 | Menyelesaikan Masa Lalu

    Alison baru akan menjenguk ibunya yang masih berada di rumah sakit. Tapi di salah satu koridor dia bertemu dengan Argan. Pria itu berhenti saat menyadari kehadirannya."Dimana kakakku?" tanya Alison. Dia tidak melihat sosok Aliya di dekat Argan. "Apakah dia tidak ikut?""Tidak. Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Argan. Pria itu berjalan mendekat dan berhenti tepat di depan Alison. "Apakah kamu melarikan diri lagi dari suamimu?""Tentu saja tidak," tukas Alison. Dia merenggut. "Max tahu aku datang ke sini. Aku juga sudah meminta ijin padanya.""Itu bagus." Pria itu tampak menganggukkan kepalanya. "Memang sebaiknya kamu meminta ijin pada suamimu saat ingin pergi kemana pun.""Ku dengar kamu memiliki masalah." Karena bertemu Argan, Alison jadi teringat tentang masalah yang dibicarakan Max kemarin. "Apakah terjadi sesuatu pada Aliya?""Apakah kamu peduli?" Argan tersenyum sinis. "Bukankah kamu senang setiap Aliya celaka?""Aku tidak ingin ribut denganmu sekarang," decak Alison. Walau s

  • Pengantin Pengganti Calon Ipar   115 | Menunda Kehamilan

    Saat ini Alison tengah menikmati makan malam dengan Max di rumah mereka. Tidak ada lagi suasana dingin dan menyesakkan. Hari yang mereka lalui menjadi semakin baik. Terlebih, setelah mereka pindah ke rumah ini."Apa kamu dengar? Katanya keluarga Alfred tengah menghukum seseorang." Max memecah suasana hening di meja makan. Sesekali ia memang akan mengajak istrinya bicara di saat makan kala ia mengingat sesuatu yang ingin ia katakan. Dan berita yang ia dengar ini cukup menarik menurutnya."Menghukum seseorang?" Alison mengernyit. Mulutnya masih bergerak karena makanan yang ia kunyah. "Siapa?""Ku dengar itu salah satu teman Aliya.""Rasanya tidak mungkin." Alison mendengus geli. Ia mengenal dengan baik bagaimana sifat Aliya. Dia mana tega membiarkan temannya sendiri dihukum? Terlebih oleh keluarga Alfred."Sungguh. Aku tidak berbohong."Max bahkan langsung memeriksa kebenaran itu. Bukan karena penasaran, tapi ia jelas harus memastikan berita itu sebelum benar-benar menyampaikannya pada

  • Pengantin Pengganti Calon Ipar   114 | Siapa yang Berani?

    Sejak tadi Aliya menunggu dengan gelisah. Ia khawatir jika kejadian ini akan menjadi masalah besar. Bagaimana jika polisi menangkap suaminya? Aliya tidak ingin itu terjadi. Apalagi saat ini Aliya sedang dalam keadaan hamil. Ia ingin suaminya ada menemani selama anak ini tumbuh dalam perutnya. Aliya ingin suaminya ada saat anak ini lahir ke dunia."Tenanglah, sayang." Mia sudah mengingatkan beberapa kali pada menantunya itu untuk tidak cemas, tapi Aliya tetap saja khawatir. Dia berjalan bolak balik di dekat sofa, menggigit ujung kukunya dengan gelisah. "Percaya pada ibu. Argan akan bisa menangani masalah ini. Bahkan ayah mertuamu juga ada di sana, kan? Semua akan baik-baik saja.""Aku tidak bisa berhenti cemas, Ibu. Sebelum aku tahu jika suamiku memang tidak kenapa-napa," ucap Aliya."Masalah seperti ini biasa terjadi." Mia meminum tehnya dengan santai. Dia tidak terlihat cemas sedikit pun. Berbeda sekali dengan Aliya. "Kamu tahu sendiri kan bagaimana keluarga kami? Kami tidak akan mem

  • Pengantin Pengganti Calon Ipar   113 | Kekacauan

    "Bu, Aliya mana?"Mia menoleh kala mendengar suara putranya bertanya. Tampak Argan yang berdiri di depannya dengan wajah mengantuk. Sepertinya dia baru bangun tidur."Tadi dia meminta ijin untuk keluar sebentar. Katanya ada yang harus ia beli di supermarket."Kedua mata Argan terbuka sempurna. Rasa kantuk sebelumnya kini seolah lenyap seketika."Kenapa Ibu mengijinkannya?!" tanya Argan kesal. "Apa Ibu lupa jika Aliya sedang hamil?""Dia hanya ke supermarket yang ada di seberang jalan. Kenapa kamu begitu khawatir?" balas Mia mengernyit heran.Argan berdecak. Ibunya sama sekali tidak mengerti. Argan kembali ke kamarnya hanya untuk membasuh muka dan menggosok gigi dengan cepat. Dia mengganti pakaian dan bergegas pergi setelah selesai."Argan, kamu mau kemana?" tanya Mia kala melihat putranya itu melintas."Mencari istriku.""Anak itu." Mia menggelengkan kepalanya. "Padahal Aliya hanya ke supermarket. Kenapa dia khawatir begitu?"Argan bergegas ke supermarket yang dimaksud ibunya. Dia mas

  • Pengantin Pengganti Calon Ipar   112 | Salah Paham

    Alison benci saat air mata di wajahnya tidak mau berhenti. Padahal ia bukan perempuan cengeng sejak dulu. Dia bisa mencaci siapa saja yang sudah membuatnya marah atau menyakitinya. Tapi yang Alison lakukan justru pergi dan bersembunyi hanya untuk menangis di kamarnya sendirian."Semua pria sama saja," rutuknya. Air matanya masih saja tidak mau berhenti. Sebanyak apapun Alison menghapusnya, ia tetap mengalir dengan deras. "Max sialan! Seharusnya aku tahu dia brengsek sejak dulu. Bodohnya aku sempat tertipu dengan semua kata-katanya. Pembohong!"Pintu kamar tiba-tiba terbuka. Di sana Max berdiri dengan keadaan berantakan. Napasnya terengah-engah. Dia menjatuhkan bunga yang dipegangnya. Lalu berjalan ke arah Alison yang duduk di samping ranjang sembari memeluk lututnya.Saat Max semakin mendekat, Alison memalingkan wajah ke arah lain. Dia enggan melihat pria itu."Aku datang ke kampusmu untuk menjemputmu. Kenapa kamu pergi lebih dulu?" tanya Max."Aku tidak tahu." Alison menjawab dengan

  • Pengantin Pengganti Calon Ipar   111 | Sebucket Bunga

    Hari ini Alison kembali masuk kuliah. Dia bersama Sofia tengah berada di kantin, menikmati makanan kecil sebelum kembali mengikuti kelas."Alison, apakah kamu masih berminat untuk menyewa orang?" tanya Sofia.Alison terpaku sesaat. Karena semua masalah besar yang terjadi, ia bahkan melupakan kebencian yang ia miliki pada Aliya, dan tentang Argan juga.Alison juga tidak menyangka ia bisa berseteru kecil dengan pria itu di rumah sakit seperti dua bocah yang bertengkar. Jika diingat kembali, dirinya sangat kekanakan, bukan? Alison hanya tidak suka pada Argan yang sering mengejeknya. Dan dia yang banyak bersikap manja pada Aliya, padahal badannya sudah besar. Maka dari itu Alison mengejeknya dengan sebutan 'bayi besar'."Aku lupa," balas Alison mengedikkan bahunya. "Untuk sekarang sepertinya tidak, Sofia.""Kenapa?!" pekik Sofia, kecewa. Padahal dia sudah menanti apa yang akan dilakukan Alison kali ini. Sofia yakin, jika Alison berani melakukan rencana ini, dia akan berakhir di penjara de

  • Pengantin Pengganti Calon Ipar   110 | Hari yang Baru

    Ini pagi pertama bagi Max dan Alison di rumah baru mereka. Suasana pagi menyambut hangat keduanya. Jika bukan karena jam wacker yang berdering, mereka mungkin tidak akan terbangun saking nyenyaknya tidur."Aku suka suasana pagi ini," ucap Alison baru selesai membersihkan diri. Masih dengan bathrobe di tubuhnya, perempuan itu merentangkan tangannya sembari memejamkan mata di halaman belakang, menikmati udara segar."Sayang, apa kamu melihat kemejaku?" tanya Max mengacaukan kegiatan Alison.Perempuan itu menurunkan tangannya dan mendengus. Dia pun segera menemui suaminya yang baru saja berteriak itu.Saat tiba di kamar, Alison melihat pria itu tengah menggaruk belakang kepalanya, menghadap ke lemari. Dia terlihat bingung menatap jejeran pakaian di depannya."AL-"Max yang baru hendak kembali berseru, seketika mengatupkan mulutnya saat melihat keberadaan istrinya yang berdiri di ambang pintu sembari bersedekap.Bukannya terlihat menakutkan, saat ini istrinya justru terlihat sexy. Damn!A

  • Pengantin Pengganti Calon Ipar   109 | Rumah Baru

    Alison turun dari mobil, dia menatap rumah yang berdiri di depannya saat ini. Apakah ini akan menjadi tempat tinggal barunya yang bersama Max? Alison sedikit tak percaya jika ayah mertuanya akan menyiapkan semua ini. Padahal Alison sudah siap untuk menerima kemungkinan terburuk. Atas tindakan beraninya tadi, ia pikir akan ditendang dan dipaksa untuk bercerai."Max, apakah ayah marah?" tanya Alison khawatir. Tujuannya pindah ke rumah ini masih dipertanyakan. Meski Max berkata jika ini memang keinginannya dan ayahnya juga sudah memberi ijin, tetap saja Alison tidak bisa bercaya begitu mudahnya. "Apa sebenarnya kita diusir?""Bicara apa kamu ini?" Max terkekeh kecil. Dia menggelengkan kepalanya.Apa Alison khawatir dengan tindakannya sebelumnya? Bukankah tadi dia begitu berani seperti tidak takut akan resiko yang akan ia terima? Lantas kenapa sekarang dia menciut ketakutan?"Ayahku tidak marah sama sekali. Dia tampaknya merasa bersalah." Max mengatakan apa yang ia pikirkan. Ayahnya meman

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status