Aliya mendengar apa yang Ibu dan Ayahnya katakan di depan pintu. Dia merasa ikut sedih mendengar tangis Ibunya yang kecewa pada sikap Alison. Kembarannya itu seperti tidak peduli pada kesulitan yang dihadapi mereka. Dia dengan tidak tahu dirinya malah pergi dan membiarkan mereka semua menanggung akibat dari perbuatannya.
Aliya menghela napas. Sejujurnya dia sangat ingin pergi dan melarikan diri juga. Tapi Aliya masih memikirkan orang tuanya. Jika ia pergi, bagaimana dengan mereka? Orang tuanya pasti akan mengalami masalah yang lebih besar jika Aliya juga melakukan hal yang sama dengan Alison.Tapi, Aliya tidak yakin untuk menghadapi semua ini. Jika ia harus menikah secepat ini dengan pria yang bahkan tidak ia kenal, akan seperti apa kehidupannya nanti?Aliya mungkin harus bicara dengan pria itu setelah resepsi selesai. Mungkin ia bisa bernegosiasi tentang perceraian setelah pernikahan berlangsung.“Aliya, bagaimana? Apa kamu sudah siap?”Aliya menoleh ke arah pintu ketika mendengar suara Ayahnya bertanya. Dia melihat pria itu melongokkan kepala di ambang pintu.Addyson tertegun melihat wajah putrinya yang berbeda dari biasanya. Ia tidak bisa berkata-kata, terlalu terkejut dengan perubahan Aliya.“Ayah?” Aliya terlihat bingung dengan keterdiaman Ayahnya yang tiba-tiba. “Apa Ayah baik-baik saja?” tanya Aliya khawatir.Addy tersadar. Ia segera menggelengkan kepalanya untuk membuat dirinya lebih fokus. Kecantikan yang dimiliki putrinya bahkan membuat ia terpana.“Maafkan Ayah. Ayah hanya tidak menyangka jika kamu bisa secantik ini,” puji Addy.Aliya terkekeh kecil. Dia merasa sedikit tersanjung dengan pujian Ayahnya. Jika diingat, baru kali ini Ayahnya itu memberi pujian untuk Aliya. Hati Aliya terasa sedikit lebih baik setelah bertemu dengan Ayahnya itu.“Terima kasih, Ayah,” ucap Aliya. “Hari ini aku akan menikah, tentu saja aku harus terlihat lebih cantik dari biasanya.”“Ya. Dan kamu membuat Ayah tercengang,” kekeh Addy. Ia bahkan tidak menyangka jika putrinya ini bisa melebihi Alison. Mungkin karena Aliya jarang merias diri seperti yang selalu Alison lakukan, kecantikan yang ia miliki juga jadi sedikit tertutupi.“Ayah berlebihan.” Aliya meletakkan kedua tangannya di pipi. Dia merasa sedikit malu. “Jangan terus memujiku seperti itu.”“Putriku sangat pemalu, rupanya.” Addy mencubit pipi putrinya itu sambil tertawa ringan. Dia memeluk Aliya untuk terakhir kalinya sebelum ia melepaskannya untuk dimiliki pria lain.Dalam hati, Addy merasa tidak rela membuat Aliya menanggung ini semua. Tapi, ia tidak memiliki pilihan. Addy hanya bisa berharap semoga Aliya bahagia setelah pernikahannya ini.Jika Argan memilih untuk mengembalikan Aliya padanya, Addy juga tidak akan keberatan.“Tidak terasa, putri Ayah sudah semakin besar.” Rasanya baru kemarin Addy memarahi Aliya karena terlalu sering memanjat pohon tetangga untuk mencuri buah. Tingkah ajaib putrinya itu sering membuat ia sakit kepala. Tapi terkadang, kenakalannya juga kerap kali membuatnya ingin tertawa.“Tentu saja. Tidak mungkin aku akan terus menjadi seorang gadis,” ucap Aliya. Dia membalas pelukan Ayahnya, merasakan kehangatan yang sudah lama tidak ia rasakan.Kapan terakhir kali orang tuanya memeluk Aliya seperti ini? Rasanya sudah lama sekali. Mereka terlalu sibuk dengan Alison, dan Alison juga terlalu memonopoli mereka, hingga Aliya lebih memilih menyibukkan dirinya di lingkungan luar. Karena Alison, Aliya berpikir jika rumah bukanlah tempat untuknya.“Terakhir kali Ayah ingat, kamu sering bolos dari sekolah, lalu kabur dari rumah karena takut ayah akan memarahimu,” ucap Addy sembari menerawang ke masa itu. Waktu itu sebenarnya cukup lucu. Ia tidak marah pada Aliya, ia hanya khawatir karena Aliya membolos dengan teman-temannya yang merupakan laki-laki semuanya. Addy memang menunggu putrinya, tapi bukan untuk mengomeli. Addy hanya ingin menasehati Aliya untuk berhati-hati saat bergaul dengan lawan jenisnya. Bagaimana pun juga, putrinya itu adalah seorang perempuan.Tapi, sebelum Addy bertemu dengannya pun, Aliya sudah lebih dulu melarikan diri karena takut.“Itu sudah lama sekali,” ucap Aliya.Saat itu ia masih berumur sembilan tahun. Memang hanya di usia seperti itulah ia dan orang tuanya masih belum terlalu jauh. Semakin ia besar, semakin terbentang jarak antara mereka.Aliya yang merasa sadar diri pun memilih untuk menjauh dengan sendirinya. Meski terkadang ia juga merasa kesepian dan iri dengan orang lain yang bisa dekat dengan orang tua mereka.“Banyak yang sudah Ayah lewatkan,” ucap Addy. Ia menyesal tidak melihat pertumbuhan Aliya. Sekarang ia sudah harus melepaskan putrinya itu untuk pria lain.“Tidak apa.” Aliya tidak masalah tidak memiliki banyak moment bersama mereka. Dia justru bahagia melihat Alison bisa mendapatkan kasih sayang penuh dari orang tua mereka. “Ayah selalu menjadi ayah terbaik untukku.”Putrinya terlalu pengertian, hingga Addy semakin merasa tidak berguna. Kenapa dia tidak bisa bersikap adil untuk kedua putrinya? Kenapa baru saat ini ia menyadari ketidakbecusannya sebagai orang tua?“Maafkan Ayah, Aliya.”“Jangan terus berkata seperti itu.” Lama-lama, Aliya jengah mendengar kata-kata itu dari orang tuanya. Mereka bersikap terlalu berlebihan, seolah-olah di sini Aliya didorong untuk dikorbankan. Padahal, ia hanya akan menikah dengan pria yang seharusnya menikah dengan kembarannya. Ini tidak seburuk yang mereka pikir. Aliya juga tidak mungkin tidak bisa melindungi dirinya sendiri. Meski ia belum mengetahui perangai Argan, Aliya rasa ia bisa menghadapi pria itu jika dia bersikap kurang ajar padanya.“Aku akan segera menikah. Tersenyumlah, Ayah.” Aliya menarik sudut bibirnya, membentuk senyuman. Dia juga meminta Ayahnya melakukan hal yang sama. Dia lebih suka melihat mereka memperlihatkan ekspresi seperti itu dari pada raut wajah bersalah mereka. Aliya merasa menjadi penyebab kesedihan mereka jika mereka terus seperti itu.“Kamu bahkan tidak merasa sedih,” ucap Addy tersenyum getir. Padahal ia dan Kirana sudah merasa begitu terpukul karena memaksa Aliya untuk melakukan pernikahan ini. Tapi putrinya itu bisa melaluinya dengan tanpa beban.Atau mungkin, ia hanya tidak menunjukkan emosinya karena tidak ingin membuat orang tuanya khawatir.“Jangan mengkhawatirkan aku. Jika aku tidak bahagia, aku akan segera pulang dan menemui kalian.” Aliya berucap dengan sungguh-sungguh. Dia memegangi tangan Ayahnya, berusaha meyakinkan. Hanya dengan cara ini ia bisa membuat perasaan orang tuanya menjadi lebih baik. Dia tidak ingin melihat wajah sendu dari mereka. Setidaknya, walau ini pernikahan yang tidak diinginkan, Aliya tidak ingin orang tuanya menunjukkan ekspresi tidak rela saat Aliya mengucapkan janji pernikahan.“Berbahagialah, Ayah. Hari ini, tidak seharusnya ada yang menangis,” ucap Aliya. “Jika pun ada air mata yang menetes, itu hanya air mata kebahagiaan. Lepaskan aku dan ridhoi aku untuk pergi bersama suamiku.”“Kamu terlalu dewasa.” Mata Addy penuh dengan air mata yang menggenang. Sekuat tenaga ia menahan, tapi derai air mata tetap meluncur di wajahnya. Hatinya sakit, melihat ketegaran putrinya yang melebihi dirinya. Aliya bahkan terlihat tidak memiliki beban apapun dalam menghadapi masalah ini. “Jangan menyembunyikan apapun dari ayah, Nak. Jika suatu saat dia menyakitimu, kembalilah, dan katakan semuanya pada Ayah. Rumah ini, akan selalu terbuka untukmu.”Aliya tersenyum, merasa tersentuh dengan apa yang dikatakan Ayahnya. Orang tuanya pasti sangat mengkhawatirkannya sehingga sulit bagi mereka untuk tersenyum di hari bahagia ini.“Tentu, Ayah.”Argan sudah merasa sangat kesal, meski pernikahan belum dimulai. Tentu saja alasannya adalah karena ini bukan lah pernikahan yang ia inginkan. Jika saja yang menjadi pengantinnya adalah kekasihnya, Alison, Argan tidak akan sekesal ini. Dia mungkin akan jadi pria yang paling bahagia.Tapi, saat ini jangankan untuk bersikap tenang, untuk melengkungkan senyum palsu saja Argan kesulitan. Rasanya dia ingin melarikan diri seperti apa yang Alison lakukan. Tapi, jika ia melakukan itu, maka keluarganya yang akan terkena masalah. Saat ini pernikahan terpaksa dilanjutkan untuk menyelamatkan nama baik keluarga. Jika Argan membatalkan semuanya, maka keluarganya yang akan menanggung malu.Orang tua Argan mungkin tidak akan bisa memaafkannya jika ia melakukan kesalahan sebesar itu.Argan menghela napas kasar. Saat ini, ia terjebak dalam situasi yang tidak terduga.Argan juga tidak mengerti, kenapa Alison sampai tega meninggalkannya seperti ini. Jika ia menolak lamarannya, itu akan lebih baik. Argan
Argan tertegun ketika menyadari siapa perempuan di depannya ini. Tapi, ia tidak semudah itu percaya. Bagaimana pun juga, perempuan itu sangat berbeda dengan perempuan yang hari kemarin ia lihat.Dengan kedua tangannya, ia mendorong pundak Aliya hingga jarak mereka menjauh.“Tidak mungkin,” tukas Argan, tidak percaya. “Kamu tidak mungkin wanita itu.”“Kenapa tidak?” balas Aliya, mengangkat dagunya menantang. Ia sendiri tidak tahu mengapa Argan bisa sampai tidak mengenalinya. Padahal, Aliya hanya merias sedikit wajahnya, karena hari ini adalah hari pernikahan mereka. “Apa aku terlihat sangat berbeda hingga kamu tidak mengenalku?”“Kamu tidak mungkin dia,” kekeh Argan. Dia berusaha menampik, walau rasanya semakin jelas terlihat jika dia memang Aliya, calon istrinya.Argan menggigit bibir bawahnya. Dia merasa tidak tenang sekarang. Mengapa perempuan yang sempat ia pandang rendah justru terlihat mengagumkan saat ini? Argan tidak bisa berbohong, ia memang terpesona dengan Aliya saat ini. Pe
Prang!Alison mengamuk di tempatnya. Dia merasa marah karena pernikahan itu tidak dibatalkan. Padahal, ia melarikan diri bukan karena tidak mau menikah dengan Argan. Alison hanya belum siap menikah. Dia tahu tidak akan ada yang mendengarkannya, jadi Alison memilih melarikan diri, bersembunyi dari mereka sementara waktu.Alison pikir, kepergiannya akan membuat mereka semua khawatir, dan pernikahan itu akan ditunda hingga mereka bisa menemukannya. Tapi, acara itu justru tetap berjalan sebagaimana mestinya. Hanya saja kini posisinya telah digantikan oleh kembarannya, Aliya.“Ini bukan yang aku inginkan!” jerit Alison. Dia melempar semua barang yang bisa ia jangkau. Demi Tuhan, ia tidak rela memberikan kekasihnya untuk adiknya itu. “Kenapa harus dia? Kenapa mereka malah membuat Argan menikah dengannya?!”“Ini mungkin salahmu.” Teman Alison yang juga tengah berada di sana, akhirnya ikut bicara. Sejak tadi ia menyaksikan Alison yang terus mengamuk seperti orang gila “Keluargamu dan keluarga
Argan terbangun di pagi hari. Saat ia melihat tempat di sisinya kosong, seketika ia merasa panik. Argan meloncat turun dari ranjang dan mencari keberadaan istrinya.“Aliya!”“Aliya!”Argan merasa takut akan kehilangan peerempuannya lagi. Padahal ia baru saja menikah degan perempuan itu.“Aliya!”“Ada apa?”Suara itu membuat Argan menoleh. Ia melihat Aliya berada di dapur memegang semangkok malt dengan ekspresi kesal.“Pagi-pagi begini kamu sudah berteriak,” gerutunya.Helaan napas lega keluar dari mulut Argan. Ia berjalan mendekati istrinya itu, dan memeluknya erat.Syukurlah ia masih menemukan perempuan itu di rumahnya. Ia kira, Aliya akan melakukan hal yang sama seperti Alison. Untuk kali ini, Argan merasa tidak rela jika Aliya benar-benar meninggalkannya.Aliya merasa bingung dengan sikap aneh Argan. Ada apa dengan pria itu sebenarnya? Apa dia baru saja bermimpi buruk?“Lepaskan,” pinta Aliya. Dia mencoba melepaskan Argan, tapi pria itu bersikeras memeluknya.“Tidak. Biarkan sepert
Addy menenangkan Kirana yang masih terlihat begitu emosi. Tidak lama, perempuan itu pun menangis. Kirana menumpahkan tangisnya sambil memeluknya. Dia mungkin sadar dengan apa yang baru saja terjadi padanya.“Tenanglah, Kirana.” Addy mengusap kepala istrinya itu. Dia tahu bagaimana perasaan istirnya.Orang tua mana yang tidak sakit hati saat posisi mereka disepelekan oleh putri mereka sendiri? Merasa tidak dianggap, tidak dihormati. Beranggapan bahwa setiap kesalahan yang ia lakukan tidak berarti apa-apa.Meski mereka bisa menjadi manusia yang pemaaf untuk anak mereka, tapi jika sudah keterlaluan, mereka juga bisa marah dan merasakan sakit. Sampai kapan sebagai orang tua mereka akan terus mendapatkan sikap seperti ini? Alison hanya tahu menuntut orang tua untuk mengabulkan semua yang ia inginkan, tanpa tahu kesulitan orang tua saat melewati itu semua.“Aku lelah dengan sikapnya, Addy,” ucap Kirana di tengah tangisnya yang belum mere
Siang ini terasa sangat membosankan karena tidak ada kegiatan sama sekali. Biasanya Aliya akan disibukkan dengan pekerjaan, atau setidaknya ia akan keluar menghabiskan waktu dengan teman-temannya. Tapi, kini ia justru terkurung di rumah ini tanpa bisa melakukan apapun.Aliya melirik Argan yang berada tidak jauh darinya. Pria itu tampak sibuk dengan laptopnya. Ia mungkin tengah mengurus pekerjaannya.“Argan.”“Hm?” Argan menyahut tanpa menoleh. Dia terlihat sangat fokus.“Boleh aku keluar bersama teman-temanku?”Argan bergeming.Aliya yang menunggu jawabannya hingga beberapa detik pun dengus kesal.“Argan!” Dia menggoyangkan lengan pria yang kini telah menjadi suaminya itu.Argan berdecak kecil. “Ada apa, Ay?”“Kamu belum menjawab pertanyaanku?” Aliya memberengut. Padahal dia menunggu jawaban dari pria itu, tapi dia terlihat mengabaikannya.“Iya. Iya.” Argan mengangguk dengan enggan.Seketika, kedua mata Aliya berbinar. Senyumnya merekah sempurna.“Benarkah?”“Tentu.”“Yeay!”Aliya bers
Alison mengendap-endap keluar dari rumahnya. Meski sedang dalam masa hukuman, Alison menolak untuk dikurung di kamarnya seharian. Ia tahu orang tuanya marah, tapi tidak harus dengan cara itu mereka melakukannya.“Sial.” Alison menginjak batang rokok yang sudah ia hisap hingga tersisa pendek. Dia meluapkan emosinya dengan menginjak sampah itu. “Aku tidak menyangka keadaan akan jadi seperti ini.”Perempuan itu menyugar rambutnya ke belakang. Tidak banyak yang mengetahui sisinya yang seperti ini. Bahkan Argan pun tidak. Alison, adalah gadis yang menyukai kebebasan. Tapi kebebasan yang dimaksud tentu tidak sama dengan Aliya. Kebebasan Alison lebih ke arah semua hal yang menyenangkan. Dia bahkan tidak peduli jika hal itu akan merugikannya.Alison setia pada Argan. Dia mencintai pria itu. Hanya saja, terkadang ia juga bermain dengan pria lain, tanpa menggunakan hati. Hanya sebuah permainan yang membuatnya senang dan dimanjakan.“Aku harus mencari Argan,” ucap Alison. Dia mengambil handphone
Alison kembali ke rumah, dan dia mendapat teguran dari orang tuanya. Dia harus duduk di ruang tamu selama hampir satu jam untuk mendengar ceramahan mereka. Tapi, apakah Aliso mendengarkan? Tentu saja tidak. Dia hanya diam, berpura-pura menyesal. Padahal, dalam hati dia sangat bosan mendengarkan ocehan mereka. Alison masih banyak memerankan drama anak baik karena ia masih membutuhkan dukungan orang tuanya.“Jangan lagi ulangi kesalahanmu ini, Alison. Ayah dan Ibu sudah lelah menghadapi masalah yang kamu buat.” Addy memijit pelipisnya. Kepalanya terasa sakit akibat menghadapi sikap putrinya yang susah diatur. Addy sendiri merasa heran, Alison terlihat patuh, namun dia begitu banyak membuat masalah. Tidak seperti Aliya yang memang pembangkang, tapi Addy tidak pernah mendengarnya membuat ulah.“Cobalah seperti Aliya, dia tidak sepertimu yang hobi menyulitkan orang tua,” ucap Kirana dengan nada datar.Tangan Alison diam-diam terkepal saat dirinya dibandingkan dengan saudara kembarnya itu.