Share

Bab 3 Keluarga Lucas

Author: Nuvola
last update Last Updated: 2025-05-26 18:35:22

Kiara menggenggam tangan Lucas erat saat mereka melangkah keluar dari kamar. Langkahnya penuh keraguan, namun kehadiran Lucas di sampingnya membuatnya merasa sedikit lebih tenang. Sinar lampu yang hangat menyambut mereka saat pintu ruang makan terbuka. Jantung Kiara berdebar kencang, menanti reaksi keluarga Lucas.

Begitu mereka melangkah masuk, semua mata langsung tertuju pada mereka, terutama Kiara. Seperti harimau yang mengincar mangsa, tatapan mereka penuh skeptisisme. Kiara menelan ludah, berusaha menampilkan senyum meski terasa kaku.

“Selamat malam,” ucapnya, suaranya nyaris tertelan oleh keheningan. Namun, tak satupun dari mereka menjawab.

Mereka menuju ke dua kursi kosong di ujung meja panjang. Lucas duduk dengan tenang, sementara Kiara mengambil tempat di sampingnya. Tamara, ibu tiri Lucas, memperhatikannya dengan saksama. Suaranya tajam seperti pisau saat dia mulai bertanya, “Bagaimana bisa seseorang sepertimu menjadi istri Lucas?”

Kiara tertegun. “Saya—”

“Saya ingin tahu latar belakangmu,” potong Tamara, matanya menyala penuh ketidakpuasan.

“Dia tidak perlu menjelaskan apapun padamu,” Lucas bersuara, nada suaranya dingin dan tegas.

Tamara menyeringai, “Oh, Lucas, kamu memang selalu melindungi orang-orang yang tidak pantas. Jangan bilang aku tidak memperingatkanmu.”

“Perempuan seperti ini memangnya bisa bertahan di keluarga Alisher?” ujar Desi, bibi Lucas dengan tatapan mencemooh.

“Dia hanya pengganti. Apa yang bisa dia lakukan,” timpal Kevin.

“Kau tidak tahu apa yang sedang kau hadapi. Keluarga Alisher tidak bisa dipermainkan!” seru Tamara membuat Kiara menekan ujung kukunya.

“Jangan berani-berani mengancamnya!” Lucas menyentak, suaranya penuh kemarahan. “Kiara tidak akan menjadi permainan kalian!”

Semua orang terdiam tak ada yang berani bersuara lagi. Mata Lucas seolah berkata bahwa dia bisa membunuh siapapun yang menyentuh istrinya. Kiara merasakan ketegangan di sekeliling meja. Kiara bergetar di tempat duduknya.

“Sudah cukup, mari kita makan.”

Suara itu keluar dari mulut pria yang duduk di kepala meja, informasi yang Kiara dapat dari Bobby itu adalah ayah Lucas. Harry Alisher. Bak pinang dibelah jadi dua, wajah dan sifat Harry sangat mirip dengan Lucas. Keduanya sama-sama dingin dengan sorot mata tajam.

Suasana makan malam di rumah utama keluarga Alisher terasa mencekam. Kiara duduk diam, sendoknya bergetar di atas piring. Dia merasakan tatapan tajam yang menghujam dari berbagai arah. Harry, ayah Lucas, tidak banyak bicara, tetapi aura ketegangan di sekelilingnya cukup untuk membuat Kiara merasa terperangkap.

Kiara merasa sulit menelan makanannya, ketika pandangannya secara tidak sengaja bertemu dengan Kevin, wajahnya langsung memucat. Kevin tersenyum lebar, tetapi senyumnya itu penuh dengan niat yang tidak menyenangkan.

Lucas yang berada di samping Kiara bisa merasakan kegelisahan Kiara.

***

Rasa lega menyelimuti Kiara saat dia menutup pintu kamar. Dia melepaskan tangan Lucas, yang tampak berjalan dengan percaya diri meski tanpa tongkat, seolah sudah menghafal setiap sudut ruangan.

“Aku mengantuk,” gumam lirih Kiara, sambil mengambil piyama dari paper bag dan melangkah ke kamar mandi. Suara air yang mengalir menjadi latar belakang saat dia mengganti pakaian, membiarkan pikirannya berkelana.

Di ruang ganti, Lucas juga mengganti pakaiannya. Ketika pintu terbuka, Kiara keluar bersamaan dengan Lucas. Dia tertegun melihat pria itu hanya mengenakan celana pendek, tanpa kaos. Tubuhnya yang atletis terlihat jelas, dan Kiara merasa wajahnya memanas.

Lucas melangkah santai menuju tempat tidur, sementara Kiara berusaha mengalihkan pandangannya. Dia menghela napas, berusaha menenangkan kegugupan yang tiba-tiba melanda.

“Tuan Lucas tidak pakai kaos, tidak takut masuk angin?” tanyanya, suaranya ragu.

“Aku terbiasa seperti ini,” jawab Lucas, singkat. “Oh ya, jangan panggil Tuan. Kita akan terlihat bukan suami istri jika terlalu formal.”

Kiara menggaruk punggung tangannya, tak tahu harus berkata apa. Dia merasa seolah terjebak dalam situasi yang aneh dan janggal. “Baik, Ma-s Lucas,” jawab Kiara dengan ragu, dia lalu berjalan ke sofa dan merebahkan diri.

“Kamu tidak ingin tidur?” tanya Lucas.

“Ini mau tidur, kenapa?” jawab Kiara, mencoba terdengar santai meski hatinya berdebar.

“Kamu di mana?” Lucas bertanya lagi.

“Sofa,” Kiara menjawab, sedikit bingung.

“Apa kamu merasa jijik tidur bersamaku hingga memilih di sofa?”

Mendengar pertanyaan itu, Kiara langsung mengerutkan alis, merasa tertekan. “Bukan seperti itu. Aku memilih di sofa karena aku pikir kamu tidak ingin berbagi tempat tidur.”

“Aku tidak sepelit itu,” Lucas menjawab.

Kiara merasa tertekan oleh jawaban singkat itu, lalu bangkit dan melangkah ke tempat tidur. “Anda sepertinya sangat sensitif,” gumamnya lirih, tapi Lucas masih bisa mendengarnya.

Kruyuk… kruyuk…

Perut Kiara tiba-tiba bergetar, suara menggelikan yang membuatnya langsung menyembunyikan wajahnya. Jantungnya berdetak lebih cepat; dia berharap Lucas tidak mendengar suara itu.

“Kamu masih lapar?” tanya Lucas, nada suaranya menunjukkan perhatian yang tak terduga.

“Tidak,” jawab Kiara berbohong. Namun sayangnya perut dia tidak bisa berkompromi. Perutnya kembali berbunyi membuat Kiara benar-benar merasa malu.

“Aku suruh pelayan untuk menyiapkan makanan,” ucap Lucas.

“Jangan,” cegah Kiara. “Sejujurnya aku merasa tidak nyaman.”

“Kamu bisa memasak?”

“Sedikit.”

“Ayo ke dapur, di lantai empat ada dapur yang khusus untuk aku gunakan,” setelah mengatakan itu Lucas bangkit dari tempat tidurnya.

“Mas, kamu tidak mau pakai kaos?”

“Oh ya, ambilkan kaosku yang ada di lemari.”

Kiara langsung menurut, dia mengambilkan kaos Lucas yang berwarna putih. Dia segera memberikannya kepada Lucas, lalu pria itu mengatakan kaosnya.

Keduanya berjalan keluar dari kamar, Kiara mengikuti langkah Lucas menuju ke dapur. Di lantai empat itu hanya ada dua ruangan. Ruangan pertama adalah kamar yang Lucas tempati, ruangan kedua itu ruang kerja Lucas, dan di ujung lantai itu ada sebuah dapur . Seluruh lantai empat hanya diperuntukkan untuk Lucas.

Sampai di dapur Kiara cukup terpukau, semua tertata rapi dengan perlengkapan masak yang lengkap.

“Apa kamu mau makan juga, Mas?”

“Kamu tidak akan meracuniku, bukan?”

“Mas tenang saja aku tidak ingin menjadi janda dengan cepat,” balas Kiara yang mencoba mencairkan suasana.

Sekilas senyuman terlihat di wajah Lucas, meskipun pria itu segera menetralkan wajahnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengantin Pengganti: Dimanja Suami Butaku   Bab 102 End

    Beberapa Bulan KemudianWaktu berjalan, meninggalkan segala tragedi yang sempat mengguncang hidup mereka. Hari-hari Kiara kini jauh lebih tenang. Lucas lebih sering berada di rumah, menyisihkan waktu untuk menemani istrinya.Hari ini, senja menorehkan warna emas lembut di langit. Di sebuah aula hotel mewah yang dihiasi lampu gantung kristal, deretan bunga mawar putih dan lilin aromaterapi memenuhi ruangan, memancarkan suasana hangat nan elegan. Musik lembut mengalun, para tamu mengenakan pakaian terbaik mereka.Kiara berdiri di depan cermin, mengenakan gaun berwarna pastel yang dipilihkan langsung oleh Lucas. Rambutnya ditata sederhana, tapi senyum lembutnya membuat semua orang yang memandang tak bisa mengalihkan perhatian. Ia masih belum percaya, pesta ulang tahun sebesar ini dipersembahkan hanya untuk dirinya.Lucas berdiri tak jauh darinya, mengenakan setelan jas hitam dengan dasi biru gelap yang kontras dengan sorot matanya yang tajam. Namun saat menatap Kiara, ketajaman itu luluh

  • Pengantin Pengganti: Dimanja Suami Butaku   Bab 101 ...

    Di kejauhan, di balik kaca gelap sebuah SUV yang terparkir di sisi jalan, Lucas duduk tenang. Senja memantulkan cahaya jingga ke wajahnya yang tanpa ekspresi, menciptakan bayangan tajam di garis rahangnya. Jayden, yang ada di kursi kemudi, memandang lurus ke arah kobaran api yang masih menjilat langit sore.“Kau sudah tahu Kevin akan mencoba ini?” tanyanya pelan, suaranya hampir tenggelam oleh suara hujan yang mulai menitik di atap mobil.Lucas hanya mengangguk sekali, matanya tetap tertuju pada kobaran itu. Tak ada kepuasan di wajahnya, hanya dingin dan perhitungan. Tanpa kata tambahan, Jayden memutar setir. SUV itu perlahan melaju menjauh, meninggalkan asap tebal yang kini membaur dengan warna senja yang kian memudar, seolah menelan sisa-sisa drama yang baru saja terjadi.***Di tempat lain, menit terasa seperti jam bagi Kiara. Hujan rintik membasahi kaca jendela ruang tamu, menorehkan garis-garis tipis yang memantulkan cahaya lampu dalam rumah. Kiara duduk di ujung sofa, tubuhnya s

  • Pengantin Pengganti: Dimanja Suami Butaku   Bab 100 Mengambil Alih

    Ruang rapat utama Alisher Group siang itu terasa lebih dingin dari biasanya, meskipun pendingin ruangan sudah lama dimatikan. Para anggota dewan duduk berderet, saling bertukar pandang penuh waspada. Di ujung meja, Lucas duduk tenang dengan jas biru tua dan ekspresi tak terbaca.Di belakangnya, Jayden berdiri bersandar ke dinding, menyilangkan tangan. Tak banyak yang tahu, dialah otak yang menyusun strategi gila ini.***Beberapa minggu sebelumnya, Lucas masih berada di bawah bayang-bayang Harry yang mencoba mengendalikannya. Tapi Jayden datang dengan tawaran yang sulit ditolak.“Aku tahu cara membuatmu jadi pemegang kendali terbesar di Alisher Group,” kata Jayden sambil menggeser map hitam ke arah Lucas.Di dalamnya, ada dokumen transfer saham, daftar pemegang saham minoritas yang siap menjual, dan skema akuisisi yang nyaris mustahil dilawan.Lucas menatapnya lekat-lekat. “Kalau ini gagal, aku bisa kehilangan segalanya.”Jayden hanya tersenyum tipis. “Kalau kau tidak mencobanya, kau

  • Pengantin Pengganti: Dimanja Suami Butaku   Bab 99 Menikah Lagi

    “Sayang sudah siang, ayo bangun. Nanti terlambat,” suara Lucas terdengar lembut di telinga Kiara. Ia duduk di tepi ranjang, satu tangannya menyentuh pelan lengan istrinya. Kiara menggerakkan tubuh sedikit, tapi matanya tetap terpejam. “Aku masih mengantuk, Mas,” suaranya terdengar manja dan berat. Lucas tersenyum kecil melihatnya. “Ya sudah, nanti aku suruh Bobby urus izin kamu hari ini, biar tidak usah ke kampus,” ucapnya santai, seolah tak keberatan dengan kemalasan istrinya pagi ini. Mendengar itu, Kiara membuka matanya perlahan dan menatap suaminya dengan heran. “Kenapa kamu tidak marah?” tanyanya. “Kenapa harus marah? Kalau kamu mengantuk, ya tidurlah,” jawab Lucas ringan. Kiara mendengus pelan, “Harusnya kamu marahin aku, maksa aku buat bangun,” gerutunya sambil menarik selimut, lalu bangkit setengah duduk dan bersandar di kepala ranjang. Rambutnya yang acak-acakan membuat wajahnya terlihat makin imut di mata Lucas.

  • Pengantin Pengganti: Dimanja Suami Butaku   Bab 98

    Alana menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur dengan tubuh lemas. Ranjang empuk yang biasanya memberi rasa nyaman, malam ini terasa seperti tempat pelarian dari kekacauan pikirannya. Pertemuan dengan Jayden yang semula ia rencanakan untuk menyelesaikan masalah, justru membuat segalanya semakin rumit. Ia menatap langit-langit kamar dengan nafas berat. Kilasan ingatan tentang klub malam itu kembali terputar di kepalanya lampu berkelap-kelip, musik yang terlalu keras, dan keputusan bodoh yang kini menjadi awal semua masalah. “Patah hati yang membuatku bodoh!” seru Alana sambil mengacak-acak rambutnya sendiri dengan frustrasi. Ketukan lembut di pintu membuyarkan pikirannya. “Nona, ini ada kiriman untuk Nona,” suara Bi Ayu terdengar dari luar, membuat Alana mengerutkan kening. “Masuk, Bi,” ucap Alana, suaranya terdengar letih. Ia bangkit perlahan dan duduk di tepi kasur. Pintu terbu

  • Pengantin Pengganti: Dimanja Suami Butaku   Bab 97 ...

    Langit sore mulai berubah warna, memantulkan semburat jingga di dinding-dinding kampus yang sudah mulai sepi. Suara langkah kaki yang berserakan di trotoar berpadu dengan deru angin, sementara sebagian besar mahasiswa sudah meninggalkan area. Hanya beberapa orang yang berjalan tergesa menuju gerbang, menenteng tas dan buku. Alana keluar dari gedung fakultas dengan ransel tersampir di bahu. Jemarinya sibuk menggenggam ponsel, matanya fokus pada layar saat ia mengetik pesan cepat untuk Jayden. "Kita bisa ketemu di kafe dekat taman kota? Aku mau bicara." Tak sampai lima menit, ponselnya bergetar memberi tanda balasan masuk. "Tunggu di depan kampus. Aku jemput." Alana spontan mengerutkan kening. Ia ingin pertemuan ini santai, tanpa menarik perhatian. Tapi Jayden, seperti kebiasaannya, selalu mengambil alih keputusan. Dengan sedikit kesal, ia mengetik cepat, "Tidak perlu!" lalu menekan tombol kirim.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status