Di dapur yang terletak di lantai empat, Kiara dan Lucas sedang menikmati spaghetti buatan Kiara. Cahaya remang-remang dari lampu dapur menciptakan suasana hangat dan nyaman di antara mereka. Kiara sesekali mencuri pandang ke arah Lucas yang dengan lancar menyantap spaghetti tanpa kesulitan. Keterampilannya dalam menavigasi makanan di piringnya hampir tidak terlihat seperti ia memiliki kekurangan penglihatan.
Suasana hening menyelimuti mereka, hanya suara garpu dan sendok yang sesekali terdengar. Tiba-tiba, suasana tenang itu terganggu oleh langkah kaki seseorang yang mendekat. "Sepertinya kalian sedang menikmati makan malam yang romantis," ucap Kevin dengan menatap lekat ke arah Kiara. Kehadiran Kevin yang tiba-tiba jelas membuat situasi menjadi tegang, suara garpu ditangan Lucas berhenti sejenak. “Untuk apa kamu kesini?” tanya Lucas dengan nada tegas, meski dia tidak bisa melihat. “Aku hanya ingin menyapa Kakak ipar, karena tadi mungkin aku kurang sopan kepadanya,” jelas Kevin yang diakhiri dengan mengedipkan matanya ke arah Kiara. Kiara segera mengalihkan pandangannya dia seketika merasa takut dengan kehadiran Kevin karena pria itu sangat tidak sopan. “Apa kamu lupa dengan peraturan?” “Jangan terlalu keraslah Kak, kita ini keluarga. Apa salahnya aku datang?” ucap Kevin yang melangkah semakin mendekat ke arah Kiara. Ingin sekali Kiara pergi dari sana, namun dia tentunya tak bisa meninggalkan Lucas begitu saja. “Peraturan tetap peraturan, segera pergi dari sini!” tegas Lucas dengan suara lantang membuat Kevin menghentikan langkahnya. “Baiklah aku akan pergi, lagipula aku hanya menyapa kakak ipar bukan untuk mencari keributan,” ucap Kevin. Tapi sebelum dia melangkah pergi, Kevin dengan kurang ajarnya menyentuh tangan Kiara membuat gadis itu segera menepisnya dan tanpa sengaja menjatuhkan garpu yang ada di tangannya. “Apa kamu baik-baik saja Kiara?” tanya Lucas membuat Kevin segera melangkah pergi dari sana. “I-ya aku tidak apa-apa, hanya tidak sengaja menjatuhkan garpu,” jawab Kiara mencoba terdengar tenang meski jantungnya berdebar. “Aku sudah selesai. Apa kamu sudah selesai makan?” “Sudah, aku akan mencuci piring terlebih dahulu,” ucap Kiara yang bangkit dari duduknya. “Tak perlu, biarkan maid yang melakukannya nanti. Ayo kita ke kamar,” ajak Lucas yang bangkit dari duduknya. Kiara tanpa membantah langsung mengikuti perkataan Lucas, ketakutan akan Kevin membuat Kiara merasa tidak aman berada di luar kamar. Takut jika Kevin kembali, Kiara bisa melihat jika Kevin adalah pria mesum yang tidak sopan dan berbahaya. Tak ingin hal buruk terjadi pada dirinya maka Kiara segera menuju ke kamar bersama dengan Lucas. Saat akan masuk ke dalam kamar, Kiara bisa melihat jika Kevin masih berdiri di depan lift dengan sorot mata yang tidak bisa Kiara artikan. Namun hal itu benar-benar membuat Kiara takut hingga dia tanpa sadar menutup pintu dengan kencang hingga menimbulkan suara nyaring. “Kiara?” “Maaf, aku tanpa sengaja menutup pintu terlalu keras,” ucap Kiara yang kemudian segera mengunci pintunya. Tak ada lagi respon dari Lucas karena pria itu memilih langsung naik ke atas tempat tidur. Sedangkan Kiara memilih masuk ke dalam kamar mandi, dia berdiri di depan wastafel. Kiara menyalakan keran hingga terdengar aliran air yang menenangkan. Dia menatap wajahnya dari pantulan cermin, wajah Kiara tampak pucat. Kiara mengatur nafas, berusaha menenangkan diri. Dia mengusap wajahnya dengan air dingin, berharap bisa menghilangkan rasa takut yang menyelimutinya. Setelah beberapa saat, Kiara keluar dari kamar mandi dan dia melihat Lucas yang telah terlelap di atas tempat tidur membuat Kiara segera melangkah ke tempat tidur. Kiara naik ke tempat tidur dia menarik selimut untuk menutup tubuh Lucas. Meski baru mengenal Lucas tapi entah mengapa Kiara merasa nyaman dan aman saat berada didekat pria itu, walaupun Kiara tahu Lucas yang tidak bisa melihat dan tak bisa sepenuhnya melindungi dirinya. Tapi, kehadiran Lucas membuat Kiara merasa terlindungi. *** Lucas keluar dari mobil dengan gerakan lambat dan hati-hati. Kiara terlihat bingung ketika dia melangkah keluar dari mobil, menatap luas pekarangan yang dipenuhi bunga-bunga indah dan jalur setapak yang mengarah ke rumah. “Selamat datang Tuan Lucas, Nyonya Kiara,” sapa seorang wanita dengan menundukkan kepalanya. “Rina, bawa istri saya masuk,” perintah Lucas dengan wajah datar. “Baik Tuan,” jawab Rina. “Mari Nyonya saya akan antar Anda ke kamar,” sambung Rina membuat Kiara menatap ke arah Lucas. Meskipun tak bisa melihat namun Lucas seakan tahu jika Kiara tengah menatapnya. “Aku harus ke kantor, jika kamu membutuhkan sesuatu mintalah ke Rina dia maid di rumah ini,” jelas Lucas membuat Kiara mengangguk. Kiara tampak salut dengan Lucas, meskipun dia tunanetra tapi pria itu tetap bekerja. Kekurangan dalam dirinya seakan tidak menghalangi Lucas untuk melakukan apapun. Bahkan Kevin tak bisa menggeser posisi Lucas sebagai CEO, itulah yang sempat Kiara dengar di rumah keluarga Alisher. “Ma-s, hari ini boleh tidak aku kembali bekerja?” “Lakukan apapun yang ingin kamu lakukan, aku tidak akan mengekangmu.” “Terimakasih, Mas.” Kiara tersenyum dan merasa lega mendengar ucapan Lucas. Bobby membukakan pintu untuk Lucas. Kiara menatap mobil Lucas yang melaju keluar dari pekarangan rumah. “Ayo masuk,” ucap Rina yang terdengar ketus di telinga Kiara. Kiara pun tampak terkejut, namun dia berusaha berpikir positif. Setelah mengangguk maka dia segera mengikuti di belakang Rina, langkahnya gugup dan tak menentu. Dia memperhatikan setiap detail rumah itu, dari jendela besar yang menghadap taman hingga lampu gantung yang mewah di foyer. Saat mereka memasuki ruang tamu, Kiara merasa ruang itu terasa hangat dan nyaman, berbeda dengan rumah keluarga Alisher yang sebelum selalu membuat dia resah dan khawatir. “Apa Anda mau makan?” tanya Rina. “Tidak, saya tadi baru makan,” jawab Kiara dengan tersenyum. “Oh baguslah,” lirih Rina yang masih bisa didengar oleh Kiara membuat Kiara langsung menoleh ke arah Rina. Tapi maid itu terlihat biasa saja, seakan tidak ada yang salah. Mungkin aku salah dengar! Batin Kiara “Hm Mbak Rina, apa keluarga Mas Lucas sering datang kemari?” tanya Kiara dengan ragu. “Tidak. Tuan Lucas juga tidak suka jika ada yang berkunjung kemari,” jelas Rina membuat Kiara terlihat lega. Tak bisa Kiara pungkiri jika dia memang tidak nyaman dengan keluarga Lucas. “Oh ya Mbak, jam sepuluh saya akan pergi, dan saya akan pulang nanti jam tujuh malam. Kalau Mas Lucas cari saya, nanti Mbak bilang ya aku bekerja di Awan Cafe,” turut Kiara yang dibalas anggukan kepala oleh Rina. “Jam berapa biasanya Mas Lucas pulang, Mbak?” sambung Kiara. “Bukankah Anda istri Tuan Lucas? Kenapa tidak tanya langsung kepadanya?” jawaban Rina membuat Kiara melongo. “Hm maaf, aku bertanya untuk memastikan kebiasaan Mas Lucas,” jelas Kiara. “Tuan Lucas itu CEO, seorang CEO pulang kerjanya tidak bisa diprediksi, CEO tidak sama seperti Anda yang hanya pelayan cafe.” Deg! Jantung Kiara seakan berhenti berdetak untuk beberapa saat mencoba mencerna ucapan Rina. “Ini kamarnya,” ucap Rina tiba-tiba. “Saya permisi,” sambung Rina yang pergi begitu saja sebelum Kiara menjawab.Kiara melongo menatap kepergian Rina. “Ada satu orang lagi yang tidak menyukaiku,” gumam Kiara yang melangkah masuk ke dalam kamar. Ketika Kiara memasuki kamar yang akan menjadi miliknya itu, matanya langsung terarah pada dinding polos tanpa hiasan. Suasana kamar yang sepi tanpa foto atau lukisan membuatnya terasa lebih dingin dan asing. Kiara merasa ada yang tidak beres, sebuah kehampaan yang menyergapnya saat dia menyadari tidak adanya jejak pribadi Lucas di ruang itu.“Dia tidak suka foto?” gumam Kiara bertanya. Dengan perasaan bingung dan penasaran, Kiara mendekati meja di sudut kamar. Tidak ada bingkai foto, tidak ada kenang-kenangan, hanya beberapa buku dan dokumen yang tertata rapi. Kiara mulai bertanya-tanya, mengapa Lucas tidak menempatkan apapun yang bisa menceritakan sedikit tentang dirinya.Kiara kemudian merebahkan diri di atas tempat tidur yang masih terasa asing. Matanya menatap langit-langit kamar, pikirannya melayang jauh memikirkan hubungan mereka. Kehadiran Rina y
Di dapur yang terletak di lantai empat, Kiara dan Lucas sedang menikmati spaghetti buatan Kiara. Cahaya remang-remang dari lampu dapur menciptakan suasana hangat dan nyaman di antara mereka. Kiara sesekali mencuri pandang ke arah Lucas yang dengan lancar menyantap spaghetti tanpa kesulitan. Keterampilannya dalam menavigasi makanan di piringnya hampir tidak terlihat seperti ia memiliki kekurangan penglihatan. Suasana hening menyelimuti mereka, hanya suara garpu dan sendok yang sesekali terdengar. Tiba-tiba, suasana tenang itu terganggu oleh langkah kaki seseorang yang mendekat. "Sepertinya kalian sedang menikmati makan malam yang romantis," ucap Kevin dengan menatap lekat ke arah Kiara. Kehadiran Kevin yang tiba-tiba jelas membuat situasi menjadi tegang, suara garpu ditangan Lucas berhenti sejenak. “Untuk apa kamu kesini?” tanya Lucas dengan nada tegas, meski dia tidak bisa melihat. “Aku hanya ingin menyapa Kakak ipar, karena tadi mungkin aku kurang sopan kepadanya,” jelas Ke
Kiara menggenggam tangan Lucas erat saat mereka melangkah keluar dari kamar. Langkahnya penuh keraguan, namun kehadiran Lucas di sampingnya membuatnya merasa sedikit lebih tenang. Sinar lampu yang hangat menyambut mereka saat pintu ruang makan terbuka. Jantung Kiara berdebar kencang, menanti reaksi keluarga Lucas. Begitu mereka melangkah masuk, semua mata langsung tertuju pada mereka, terutama Kiara. Seperti harimau yang mengincar mangsa, tatapan mereka penuh skeptisisme. Kiara menelan ludah, berusaha menampilkan senyum meski terasa kaku. “Selamat malam,” ucapnya, suaranya nyaris tertelan oleh keheningan. Namun, tak satupun dari mereka menjawab. Mereka menuju ke dua kursi kosong di ujung meja panjang. Lucas duduk dengan tenang, sementara Kiara mengambil tempat di sampingnya. Tamara, ibu tiri Lucas, memperhatikannya dengan saksama. Suaranya tajam seperti pisau saat dia mulai bertanya, “Bagaimana bisa seseorang sepertimu menjadi istri Lucas?” Kiara tertegun. “Saya—” “Saya ingin
“Maafkan saya!” Kiara berusaha menegakkan tubuhnya meski kakinya bergetar.Pria itu tampak tampan dengan wajah yang menawan. Kiara mengambil tongkat pria itu yang terjatuh dan mengembalikannya tanpa berpikir. Baru kemudian Kiara menyadari bahwa pria itu buta.“Tuan Lucas, apa Anda baik-baik saja?”Seorang pria lain muncul, mengenakan setelan hitam, terlihat panik. Namun, pria menawan tadi hanya berkata, “Bobby, kita kembali ke hotel.”Suara itu dingin dan penuh otoritas, membuat Kiara merasakan getaran ketidaknyamanan.“Mari, Tuan,” kata pria yang dipanggil Bobby, berusaha membimbing Lucas menjauh.Tiba-tiba sebuah ide melintas dalam kepala Kiara.“Tu … tunggu!” Kiara tergagap, langkahnya terhenti. “Bolehkah saya numpang di mobil Anda, Tuan?”Lucas mengernyitkan dahi. Akan tetapi, ia tidak menjawab dan langsung masuk ke dalam mobil.Kiara merasakan keringat dingin mengalir di dahinya. Dia segera menerobos masuk ke dalam mobil membuat Lucas terkejut. “Saya mohon. Bantu saya melarikan
“Jangan—!” Kiara mendorong tubuh tambun pria di hadapannya saat tangan kasar milik pria itu itu menelusuri lengannya yang tidak tertutup baju dengan napas berat. Suara napas itu terlalu dekat, membuatnya mual.Kenapa keluarganya menyuruhnya datang ke sini?“Apa salahnya aku menyentuhmu, Sayang? Toh kita akan segera menikah.” Sepasang mata Kiara membelalak. Apa maksudnya itu? Menikah? Bagaimana bisa!? “Ayo mendekatlah.” Pria itu menyeringai, lalu kembali menarik Kiara ke arahnya. “Kamu tidak perlu malu–” “Tidak!”“Argh!”Kiara mengumpulkan sisa tenaganya untuk mendorong pria menjijikkan itu–bahkan kemudian menendang area intim sosok tersebut. Akan tetapi, akibatnya, baju bagian depannya rusak akibat ditarik oleh tangan nakal itu.“Kamu! Berani-beraninya!”Tangan Kiara gemetar menutup bagian depan tubuhnya yang terbuka. Matanya sudah basah dan wajah pucat. Tanpa berpikir ulang, ia berbalik dan berlari ke luar ruangan.Namun, malang nasibnya. Rupanya sang ayah dan anggota keluargan