“Maafkan saya!” Kiara berusaha menegakkan tubuhnya meski kakinya bergetar.
Pria itu tampak tampan dengan wajah yang menawan. Kiara mengambil tongkat pria itu yang terjatuh dan mengembalikannya tanpa berpikir. Baru kemudian Kiara menyadari bahwa pria itu buta.
“Tuan Lucas, apa Anda baik-baik saja?”
Seorang pria lain muncul, mengenakan setelan hitam, terlihat panik.
Namun, pria menawan tadi hanya berkata, “Bobby, kita kembali ke hotel.”
Suara itu dingin dan penuh otoritas, membuat Kiara merasakan getaran ketidaknyamanan.
“Mari, Tuan,” kata pria yang dipanggil Bobby, berusaha membimbing Lucas menjauh.
Tiba-tiba sebuah ide melintas dalam kepala Kiara.
“Tu … tunggu!” Kiara tergagap, langkahnya terhenti. “Bolehkah saya numpang di mobil Anda, Tuan?”
Lucas mengernyitkan dahi. Akan tetapi, ia tidak menjawab dan langsung masuk ke dalam mobil.
Kiara merasakan keringat dingin mengalir di dahinya. Dia segera menerobos masuk ke dalam mobil membuat Lucas terkejut.
“Saya mohon. Bantu saya melarikan diri, saya dipaksa menikah dengan pria mesum.” Kiara berucap segera, menatap Lucas penuh harap. “Saya akan melakukan apapun.”
Bobby menarik tangan Kiara, berusaha membawanya pergi. “Nona, sebaiknya Anda segera keluar.”
“Saya mohon, sekali ini saya, Tuan.”
“Nona–”
“Biarkan dia, kita berangkat sekarang juga!” Perintah Lucas membuat Bobby terdiam.
“Baik, Tuan,” kata Bobby akhirnya, melepaskan pegangan tangannya pada Kiara.
“Terima kasih, Tuan,” ucap Kiara segera.
Ia duduk diam dalam ketegangan. Mencoba memproses apa yang baru saja terjadi, sekaligus mencoba memikirkan apa yang akan ia lakukan.
Sesungguhnya, Kiara tidak tahu ia akan bagaimana. Saat ini pasti keluarga, serta seluruh anak buah pria mesum itu sedang mencarinya. Nasibnya akan tamat jika ia sampai tertangkap mereka dan dipaksa menikah.
“Kita sudah sampai.”
Kiara tersentak saat mendengar ucapan tersebut. Ia menoleh pada Lucas dan asistennya yang tadi hendak menariknya keluar.
“Tuan, sekali lagi terima kasih. Semoga Tuhan memberkati Anda,” kata Kiara dengan sopan yang kemudian melangkah untuk pergi.
“Tunggu.”
Langkah Kiara terhenti. Ia menoleh untuk memastikan bahwa pria tampan nan menawan itu benar memanggilnya.
“Saya, Tuan?” tanya Kiara.
“Katamu, kamu akan melakukan apa pun jika aku membantumu.”
Kiara berkedip. Ia sempat melupakan itu karena sibuk dengan pikirannya sendiri.
“Betul, Tuan,” jawab Kiara. “Apakah … ada sesuatu yang bisa saya lakukan untuk Tuan?”
“Menikahlah dengan saya.”
Hening. Kiara terperangah.
“A-apa maksud Anda, Tuan?”
“Bukankah kamu mengatakan akan melakukan apapun? Maka menikahlah dengan saya,” ucap Lucas, suaranya tenang namun penuh ketegasan.
“T-tapi, Tuan–”
“Apakah kamu menolak karena saya buta?”
Kiara menggeleng kuat-kuat. Lalu, saat menyadari bahwa pria itu tidak bisa melihat, Kiara menambahkan, “Bukan begitu, Tuan.”
Ia hanya terkejut. Bagaimana tidak? Kiara baru saja kabur dari pernikahan yang tidak ia inginkan. Namun, kini ia justru harus masuk ke pernikahan lain?
“Tapi, Tuan … k-kenapa–”
“Saya tidak ada waktu menjelaskan. Silakan putuskan. Ya, atau tidak.”
***
Kiara dalam balutan gaun pengantin. Hari ini, benar ia telah menikah. Dengan pria yang baru saja ia temui.
Kini Kiara ada di dalam mobil dengan gaun pengantinnya yang masih bersinar. Dia duduk di samping Lucas yang tidak bersuara.
Kiara merasakan keringat dingin di dahinya. Dia menggigit bibir bawahnya. Ketidakpastian menyelimuti pikirannya. Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Mobil meluncur masuk ke area pekarangan. Kiara melirik ke luar jendela, terpesona oleh kemewahan yang ada. Bodyguard berjaga di setiap sudut, wajah mereka serius dan tangkas. Ia teringat betapa mudahnya ia melarikan diri dari kehidupannya yang monoton hanya untuk terjebak dalam situasi yang lebih rumit.
Setibanya di depan pintu, Bobby membukakan pintu dengan sopan. “Mari Nyonya,” ujarnya, membuat Kiara terkejut mendengar panggilannya.
Dia menatap rumah megah di depannya—dinding putih bersih, jendela besar berbingkai emas, dan taman yang terawat rapi. Jantungnya berdegup kencang, menciptakan irama yang tak terduga.
Mereka melangkah ke dalam rumah, Kiara mengamati sekeliling dengan rasa ingin tahu. Ruangan luas dengan langit-langit tinggi dihiasi chandelier yang berkilauan. Namun, saat Kiara tersenyum kepada beberapa anggota keluarga yang duduk di ruang tamu, tidak ada satu pun dari mereka yang membalas senyumannya. Hanya tatapan dingin yang membalasnya.
Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Bobby memecahkan keheningan. “Tuan, Nyonya. Mari saya antar ke kamar,” tutur Bobby
Kiara mengangguk, mengikuti langkah Bobby menuju lift dan tanpa mengatakan apapun dia dengan berani menggandeng tangan Lucas. Meskipun Lucas menggunakan tongkat tapi dia tetap khawatir dengan pria itu. Mereka naik ke lantai empat, dan saat Bobby membuka salah satu pintu yang ada disana, Kiara terpesona oleh keindahan kamar yang ditunjukkan.
“Apa ada yang Tuan dan Nyonya butuhkan?” tanya Bobby yang dijawab gelengan kepala oleh Kiara.
“Bawakan keperluan Nyonya Kiara.”
“Baik Tuan, kalau begitu saya pamit permisi,” ucap Bobby yang kemudian pergi meninggalkan Kiara dan Lucas.
Kiara segera menutup pintu, menghirup udara dalam-dalam. Kamar ini begitu mewah, tetapi keheningan di sekelilingnya membuatnya merasa terasing.
“Apa Anda perlu bantuan untuk saya menyiapkan air untuk mandi atau pakaian Anda?” tanya Kiara menatap suaminya yang tengah melepaskan kemeja dan dasinya.
“Kita perlu bicara tentang kontrak pernikahan, keuntungan apa yang kau inginkan dari pernikahan ini?” tanya Lucas tanpa ekspresi yang sekarang duduk tepi tempat tidur.
Kiara tampak bingung, dia juga tidak tahu apa yang sebenarnya dia inginkan. “Kiara?”
“Iya Tuan? Sebenarnya saya juga tidak tahu apa yang saya inginkan.”
“Saya akan berikan apapun yang kamu inginkan.”
“Jika begitu, bisakah kita tidak tinggal di sini?” tanya Kiara dengan berani.
“Kamu tidak menyukai keluarga saya?”
Kiara membisu ketika mendengar pertanyaan dari Lucas, dia sekarang tersadar jika mungkin telah menyinggung Lucas. “Maaf Tuan, hanya saja keluarga Anda terlihat tidak menyukai saya dan saya merasa tidak nyaman akan hal itu,” jelas Kiara dengan keringat yang telah membasahi dahinya.
“Saya memiliki rumah lain, saya membawamu kemari hanya untuk formalitas memperkenalkan kamu ke keluarga saya." Kiara menganggukan kepala, tampak mengerti dengan apa yang Lucas katakan. “Ada yang ingin kamu katakan?”
“Berapa lama Anda ingin pernikahan kita berlangsung?”
“Apa kamu ingin kita segera bercerai?”
“Ti-dak seperti itu, saya hanya memastikan saja.”
“Kamu tenang saja meskipun saya buta saya tidak akan merepotkan kamu?”
“Saya tidak masalah jika harus melayani kebutuhan Anda, karena bagaimanapun pernikahan kita sah. Seperti Anda yang akan bertanggung jawab memenuhi kebutuhan finansial saya, maka saya pun akan melayani Anda seperti apa yang istri lakukan kepada suaminya.”
Lucas menaikkan satu alisnya membuat Kiara tersadar. “Maksud saya melayani seperti mengambilkan pakaian atau menyiapkan air,” jelas Kiara takut jika Lucas salah mengartikan.
“Kalau begitu, siapkan air untuk saya.”
“Baik, tunggu sebentar.”
Kiara langsung menuju ke kamar mandi, dia mengisi bathtub dengan air hangat. Setelah selesai dia pun segera keluar dari kamar mandi.
“Tuan, airnya sudah saya siapkan,” ucap Kiara, mendekati Lucas. Namun saat melangkah, kakinya tersandung ujung karpet, dan dia terjatuh, menimpa tubuh Lucas.
Bibir mereka bersentuhan, membuat Kiara membelalakan matanya karena terkejut.
Kiara melongo menatap kepergian Rina. “Ada satu orang lagi yang tidak menyukaiku,” gumam Kiara yang melangkah masuk ke dalam kamar. Ketika Kiara memasuki kamar yang akan menjadi miliknya itu, matanya langsung terarah pada dinding polos tanpa hiasan. Suasana kamar yang sepi tanpa foto atau lukisan membuatnya terasa lebih dingin dan asing. Kiara merasa ada yang tidak beres, sebuah kehampaan yang menyergapnya saat dia menyadari tidak adanya jejak pribadi Lucas di ruang itu.“Dia tidak suka foto?” gumam Kiara bertanya. Dengan perasaan bingung dan penasaran, Kiara mendekati meja di sudut kamar. Tidak ada bingkai foto, tidak ada kenang-kenangan, hanya beberapa buku dan dokumen yang tertata rapi. Kiara mulai bertanya-tanya, mengapa Lucas tidak menempatkan apapun yang bisa menceritakan sedikit tentang dirinya.Kiara kemudian merebahkan diri di atas tempat tidur yang masih terasa asing. Matanya menatap langit-langit kamar, pikirannya melayang jauh memikirkan hubungan mereka. Kehadiran Rina y
Di dapur yang terletak di lantai empat, Kiara dan Lucas sedang menikmati spaghetti buatan Kiara. Cahaya remang-remang dari lampu dapur menciptakan suasana hangat dan nyaman di antara mereka. Kiara sesekali mencuri pandang ke arah Lucas yang dengan lancar menyantap spaghetti tanpa kesulitan. Keterampilannya dalam menavigasi makanan di piringnya hampir tidak terlihat seperti ia memiliki kekurangan penglihatan. Suasana hening menyelimuti mereka, hanya suara garpu dan sendok yang sesekali terdengar. Tiba-tiba, suasana tenang itu terganggu oleh langkah kaki seseorang yang mendekat. "Sepertinya kalian sedang menikmati makan malam yang romantis," ucap Kevin dengan menatap lekat ke arah Kiara. Kehadiran Kevin yang tiba-tiba jelas membuat situasi menjadi tegang, suara garpu ditangan Lucas berhenti sejenak. “Untuk apa kamu kesini?” tanya Lucas dengan nada tegas, meski dia tidak bisa melihat. “Aku hanya ingin menyapa Kakak ipar, karena tadi mungkin aku kurang sopan kepadanya,” jelas Ke
Kiara menggenggam tangan Lucas erat saat mereka melangkah keluar dari kamar. Langkahnya penuh keraguan, namun kehadiran Lucas di sampingnya membuatnya merasa sedikit lebih tenang. Sinar lampu yang hangat menyambut mereka saat pintu ruang makan terbuka. Jantung Kiara berdebar kencang, menanti reaksi keluarga Lucas. Begitu mereka melangkah masuk, semua mata langsung tertuju pada mereka, terutama Kiara. Seperti harimau yang mengincar mangsa, tatapan mereka penuh skeptisisme. Kiara menelan ludah, berusaha menampilkan senyum meski terasa kaku. “Selamat malam,” ucapnya, suaranya nyaris tertelan oleh keheningan. Namun, tak satupun dari mereka menjawab. Mereka menuju ke dua kursi kosong di ujung meja panjang. Lucas duduk dengan tenang, sementara Kiara mengambil tempat di sampingnya. Tamara, ibu tiri Lucas, memperhatikannya dengan saksama. Suaranya tajam seperti pisau saat dia mulai bertanya, “Bagaimana bisa seseorang sepertimu menjadi istri Lucas?” Kiara tertegun. “Saya—” “Saya ingin
“Maafkan saya!” Kiara berusaha menegakkan tubuhnya meski kakinya bergetar.Pria itu tampak tampan dengan wajah yang menawan. Kiara mengambil tongkat pria itu yang terjatuh dan mengembalikannya tanpa berpikir. Baru kemudian Kiara menyadari bahwa pria itu buta.“Tuan Lucas, apa Anda baik-baik saja?”Seorang pria lain muncul, mengenakan setelan hitam, terlihat panik. Namun, pria menawan tadi hanya berkata, “Bobby, kita kembali ke hotel.”Suara itu dingin dan penuh otoritas, membuat Kiara merasakan getaran ketidaknyamanan.“Mari, Tuan,” kata pria yang dipanggil Bobby, berusaha membimbing Lucas menjauh.Tiba-tiba sebuah ide melintas dalam kepala Kiara.“Tu … tunggu!” Kiara tergagap, langkahnya terhenti. “Bolehkah saya numpang di mobil Anda, Tuan?”Lucas mengernyitkan dahi. Akan tetapi, ia tidak menjawab dan langsung masuk ke dalam mobil.Kiara merasakan keringat dingin mengalir di dahinya. Dia segera menerobos masuk ke dalam mobil membuat Lucas terkejut. “Saya mohon. Bantu saya melarikan
“Jangan—!” Kiara mendorong tubuh tambun pria di hadapannya saat tangan kasar milik pria itu itu menelusuri lengannya yang tidak tertutup baju dengan napas berat. Suara napas itu terlalu dekat, membuatnya mual.Kenapa keluarganya menyuruhnya datang ke sini?“Apa salahnya aku menyentuhmu, Sayang? Toh kita akan segera menikah.” Sepasang mata Kiara membelalak. Apa maksudnya itu? Menikah? Bagaimana bisa!? “Ayo mendekatlah.” Pria itu menyeringai, lalu kembali menarik Kiara ke arahnya. “Kamu tidak perlu malu–” “Tidak!”“Argh!”Kiara mengumpulkan sisa tenaganya untuk mendorong pria menjijikkan itu–bahkan kemudian menendang area intim sosok tersebut. Akan tetapi, akibatnya, baju bagian depannya rusak akibat ditarik oleh tangan nakal itu.“Kamu! Berani-beraninya!”Tangan Kiara gemetar menutup bagian depan tubuhnya yang terbuka. Matanya sudah basah dan wajah pucat. Tanpa berpikir ulang, ia berbalik dan berlari ke luar ruangan.Namun, malang nasibnya. Rupanya sang ayah dan anggota keluargan