Share

Pengantin Pengganti: Menikahi Om Tampan
Pengantin Pengganti: Menikahi Om Tampan
Penulis: Oase-biru

Bab 1 Perdebatan Keluarga

“Papa tidak mau tahu! Secepatnya putuskan siapa yang akan menjadi ayah dari anakmu.”

Ruang keluarga yang biasanya menjadi tempat favorit Khansa, kali ini tidak lagi. Hampir satu pekan perdebatan antara Kak Yasmine dengan papa dan mama terjadi. Semua diawali kondisi Kak Yasmine yang saat ini diketahui positif hamil, namun dia sendiri bingung siapa ayahnya.

Kak Yasmine menjalin hubungan dengan dua pria di saat yang bersamaan. Sampai sejauh mana tidak ada yang mengetahuinya, namun kini papa mengetahui kehamilannya. Khansa hanya mengenal Kak Brian, sedangkan Kak Prasetya, nama yang kadang disebut-sebut dalam perdebatan sepertinya jarang diajak kakak ke acara keluarga.

Khansa hanya bisa mencuri dengar dari ruang makan. Dia takut jika kemarahan papa akan berimbas padanya. Saat ini dia harus berkonsentrasi pada ujian sekolah yang akan dilaksanakan tiga bulan lagi.

Mimpinya menjadi mahasiswi di Kampus Dwi Aksara menjadi salah satu motivasi untuk mengikuti ujian dengan nilai yang terbaik. Dia berharap nanti akan mendapatkan beasiswa pendidikan. Dibalik itu juga Khansa memiliki tujuan yang lain.

“Tapi pa… Aku masih tidak tahu siapa ayah kandungnya? Aku takut salah memilih,” ucap Kak Yasmine diantara isak tangisnya.

“Kalau perlu tes DNA lakukan!” tegas papa sambil meninggalkan ruang keluarga menuju ruang kerjanya.

Khansa menutup telinganya saat mendengar suara pintu yang dibanting. Papa masih marah, walau sudah berkali-kali mama mencoba meredam kemarahan papa dengan berbagai cara. Tapi rasanya papa bukan hanya marah, papa sudah murka dengan apa yang dilakukan Kak Yasmine.

Khansa menarik napas panjang. Di satu sisi dia menyalahkan kakaknya, namun di sisi lain Kak Yasmine pasti memiliki alasan dibalik semua peristiwa ini. Dia harus bersikap positif, tidak hanya menyalahkan kakaknya. Semoga saja apa yang diputuskan nanti adalah yang terbaik untuk Kak Yasmine dan anaknya kelak.

Pagi ini Khansa merasakan suasana yang tak seperti biasanya. Kak Yasmine terlihat sangat tertekan, walau senyum coba dipaksakan. Khansa merasakan akan ada peristiwa besar yang terjadi. Terlebih, saat melihat raut wajah Kak Yasmine.

"Ada apa kak? Sepertinya ada yang ingin kakak sampaikan," ujarnya sekaligus bertanya.

"Khansa...!"

Suara papa menggelegar dari ruang kerja menuju ruang makan. Mereka berdua terkesiap mendengarnya. Sepertinya papa marah lagi, entah apa yang terjadi kini hingga papa semarah itu. Suara langkah kaki papa yang terburu-buru terdengar menuju arah mereka. Juga langkah kaki mama yang turun dari tangga.

"Pras tidak tahu diri, beraninya dia memulai perang denganku!" teriakan papa menggema di ruang makan.

"Pa, ada apa?" tanya Khansa pelan.

Kak Yasmine menarik tangannya. Itu artinya kakak meminta agar jangan banyak bertanya pada papa. Mereka berdua memutuskan untuk diam, menunggu hingga papa sendiri yang mengatakannya. Mama yang tiba setelah mendengar teriakan papa menatap kami bergantian. Keheningan seketika terjadi.

“Pa, Yasmine akan menyelesaikan masalah ini. Jangan libatkan Khansa, Pa. Bagaimana pun aku penyebab semua masalah ini,” ucap Kak Yasmine menatap papa dengan berani.

Papa mendengus kesal dan beranjak meninggalkan ruang makan. Khansa berdiri kaku, bingung mendengar teriakan papa tadi. apa yang sebenarnya terjadi pada Keluarga Yudhatama?

“Khansa, berangkatlah ke sekolah. Biarkan ini menjadi urusan papa dan mama,” ucap mama sambil membereskan piring di meja.

Kak Yasmine sudah beranjak menyusul papa ke ruang kerjanya. Khansa bersiap berangkat dan hanya pamit pada mamanya yang akan membawa piring ke dapur untuk dibersihkan.

Khansa sengaja berjalan pelan, terlebih saat melewati ruang di mana kakak dan papanya sedang berbincang berdua. Pintu yang separuh terbuka, ditambah suara mereka yang cukup kuat membuat telinganya mendengar percakapan mereka.

Karena penasaran, Khansa pun memutuskan untuk menghentikan langkahnya dan mencuri dengar.

“Jadi, semua yang diucapkan Pras itu bukan hanya ancaman, Pa?” Itu suara Kak Yasmine yang bertanya pada papa.

“Pras memang keterlaluan! Hari ini satu kontrak yang dia putus, besok dia pasti akan memutus kontrak lainnya sebelum permintaannya dipenuhi!”

Khansa mengerutkan dahi, menebak-nebak permintaan apa yang diminta Prasetya. Apa Kak Yasmine sudah memilih Brian, dan mencampakkan Prasetya, sehingga pria itu marah dan menuntut hal lain?

“Tapi, apakah papa tega menjadikan Khansa solusinya? Bagaimana pun, dia masih kecil, Pa.”

Jantung Khansa serasa berhenti berdetak kala mendengar namanya disebut-sebut bisa menjadi solusi dari masalah ini. Memangnya, apa yang bisa dia bantu? Namun, detik berikutnya sebuah ucapan mencengangkan keluar dari bibir papa.

“Kenapa tidak? Sudah beruntung kita mau mengurusnya selama ini. Jika tidak, dia sudah jadi gembel di jalanan. Mama saja yang selalu memanjakannya, padahal keluarganya berhutang banyak pada kita. Anggap saja ini bayar hutang keluarganya dahulu.”

Khansa terdiam di balik pintu, apa dia yang dimaksud papa? Jadi, dia bukan bagian dari keluarga ini? Jadi selama ini kasih sayang yang mereka berikan hanya karena terpaksa?

Entah apa yang harus dilakukannya saat ini. Sebuah fakta yang sangat menyakitkan baru saja diketahuinya. Tak terasa butiran bening menetes dari sudut matanya. Apa yang harus dilakukannya kini.

Ucapan papa kembali terngiang, mungkin benar apa yang dikatakannya. Diingatnya kembali perlakuan mereka padanya selama ini. Meskipun dia bukan anak kandung di Keluarga Yudhatama, tapi mereka memperlakukannya sangat baik, tidak pernah pilih kasih.

Khansa memutuskan untuk tetap berangkat ke sekolah, walaupun sepanjang langkah menuju teras dia berusaha keras menghentikan isak tangisnya. Tangannya sibuk menghapus jejak butiran bening yang masih mengalir pelan. Khansa berharap bisa melupakan apa yang tadi didengarnya.

***

“Khansa?” suara bariton seorang pria memanggil namanya saat dia akan meninggalkan gerbang sekolah.

Khansa menghentikan langkahnya dan memastikan jika pria dewasa dengan pakaian yang rapi itu memang memanggilnya. Matanya masih tergugu, tetapi kepalanya refleks mengangguk mengiyakan.

Di sinilah Khansa sekarang, duduk di hadapan pria bernama Prasetya dengan gelisah. Dengan alasan jika pria ini akan menyampaikan pesan dari Kak Yasmine, Khansa meminta sopir menunggu sebentar di sekolah.

Apa yang pertama kali harus ditanyakan padanya? Pikiran itu terus-terusan berputar di otak Khansa. Saat pikirannya berkelana jauh, suara bariton itu membawanya tersadar kembali.

“Sudah tahu apa yang harus kamu putuskan?” tekannya pada Khansa.

“Putuskan? Mengenai apa?” tanya Khansa bingung.

Khansa membelalakkan matanya, menatap kaget sosok pria dewasa di hadapannya. Hingga saat ini saja dia masih bingung untuk menyapanya. Apa panggilan yang pas? Kak—atau, Om Prasetya… ternyata jauh lebih tua dibanding yang ada di benaknya.

“Kak… eh Om… aku masih belum paham,” lirihnya sambil menunduk.

“Jadi mereka belum memberitahu? Oke aku yang akan memberitahu jika mereka masih menutupinya.”

“Aku sudah memberi waktu tiga hari untuk memutuskan pilihan mereka, tapi ternyata mereka memilih untuk kuhancurkan,” ucapnya sambil menyeringai.

“Pilihan…? Dihancurkan? Pilihan apa om?”

Tatap mata Khansa dipenuhi pertanyaan yang membuatnya bertambah bingung. Diberanikannya menatap pria yang kini dipanggilnya Om… Om Pras.

Ditariknya napas mencoba menenangkan diri. Paling tidak kini dia tahu sosok Prasetya. Dia ingin menanyakan ucapan papa yang didengarnya tadi pagi, jika dirinya bisa menjadi solusi.

“Kamu harus menikah denganku! jika ingin perusahaan Keluarga Yudhatama tetap berdiri. Jika tidak, aku akan menghancurkannya perlahan,” ucapnya datar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status