“Kau akan terlihat anggun jika menggunakan dress merah, Am,” Anna sibuk memilih-milih baju yang akan digunakan Amora nanti malam. Mereka pergi ke salah satu pusat perbelanjaan setelah pulang bekerja. Amora tidak terlalu membingungkan pemilihan baju untuknya malam nanti. Baginya, memakai baju apapun akan terlihat sama saja. Yang membedakan terlihat bagus atau tidak itu tergantung siapa yang memakai baju tersebut.Anna menghela napas pelan melihat Amora yang masih sibuk dengan ponselnya sedari tadi. Perempuan itu nampak tidak tertarik sama sekali untuk tampil mempesona di depan orang banyak di perjamuan nanti malam.“Am! Ayolah, sekarang bukan waktunya bekerja,” jengkel Anna berkacak pinggang.Amora menoleh seraya menaikkan sebelah alisnya. “Aku harus apa?” herannya.“Simpan ponselnya, cobain bajunya!” titah Anna, memberikan baju berwarna merah dengan mutiara-mutiara kecil di sekitar pinggangnya. “Baiklah,” pasrah Amora menerima
Dunia bisnis tak pernah lepas dari perkumpulan tahunan untuk menjalin kekeluargaan yang biasanya sedikit renggang karena persaingan ketat antar perusahaan. Seperti biasa, Amora dan Aksen akan menghadiri acara Andanagra yang diadakan setiap tahunnya. Sangat aneh jika mereka berdua tak hadir dalam acara tersebut. Hal itu karena mereka berdua adalah tokoh-tokoh yang sangat berperan penting dalam dunia bisnis.Meskipun Amora hanya menjalankan perusahaan kakeknya dan Aksen menjadi CEO di perusahaan ibunya, mereka berdua sangat terkenal sebagai pembawa perubahan bagi perusahaannya masing-masing. Hal itu terjadi karena pada komperensi tahun lalu, mereka meraih penghargaan sebagai pengusaha terbaik. “Masuklah,” kata Aksen, membukakan pintu kendaraan beroda empatnya untuk mempersilahkan kekasihnya masuk. Aurelia tersenyum bangga seraya berjalan berlenggak-lenggok dan langsung masuk ke mobil Aksen.Aksen mengitari mobilnya kemudian masuk dan duduk di kurs
Amora menghela nafas panjang setelah membuka pintu ruang inap kakeknya. Setelah acara perjamuan selesai, Frans tiba-tiba menelponnya, mengabari kalau kakeknya sudah siuman. Rencana awalnya yang ingin pulang bersama Aksen, harus Amora batalkan. Ia memilih pergi sendiri ke rumah sakit untuk menemui kakeknya.Frans yang sedari tadi mengobrol dengan Arta, kini pandangannya teralihkan oleh suara pintu yang dibuka oleh Amora. Begitupun Arta yang langsung menyuguhkan senyum manis kepada cucu kesayangannya.“Bagaimana keadaan kakek, Frans? Dia sudah baik-baik aja, kan?” tanyanya sedikit khawatir meskipun kakeknya terlihat tenang berbaring di ranjang.“Seperti yang kau lihat sekarang, Am. Kakekmu melewati masa kritisnya dengan sangat baik,” jawab Frans kemudian. “Kamu berlebihan sekali, cucuku.” Arta terkekeh pelan.“Apanya yang berlebihan, Kek? Aku mengkhawatirkanmu, apa aku salah?” sebal Amora menatap kakeknya.“Kamu selalu seperti itu
“Aksen benar-benar menyebalkan! Bahkan sampai sekarang dia belum mengabariku untuk meminta maaf!” Aurelia mengotak-atik ponselnya untuk memastikan Aksen benar-benar tidak memberinya kabar sama sekali hari ini. Padahal kemarin malam, ia sudah dibuat marah oleh Amora, tapi Aksen tampaknya tidak memperdulikan perasaannya.“Kenapa denganmu, Aurel?” Seseorang menghampiri Aurelia kemudian duduk bersebrangan dengan wanita itu. Saat ini mereka tengah beristirahat untuk pemotretan selanjutnya. Aurelia menghela nafas. “Aksen tak menghubungiku,” singkatnya.“Hei, kenapa kau kesal ia tak menghubungimu? Bukankah kau selalu mengeluh jika dia terus menghubungimu?” Aurelia langsung menatap kesal rekan sesama modelnya yang duduk berhadapan dengannya. Benar juga apa yang dikatakan Michele, ia sering menolak panggilan telepon dari Aksen atau bahkan malas membalas chat Aksen. Tapi hari ini ia kesal karena Aksen tak menghubunginya. “Kemarin malam dia memb
"Bagaimana kabarmu, Ayah?" Arta tak menjawab sepatah kata pun pertanyaan Vina. Semenjak dirinya dirawat di rumah sakit, Vina baru ingat untuk melayat ayahnya setelah kondisinya membaik seperti sekarang."Ayah,""Berhentilah pura-pura peduli padaku, aku tak butuh itu!" sarkas Arta dengan tatapan nyalang terhadap putri sulungnya itu. Vina menghela nafas. "Aku menjengukmu, itu tandanya aku benar-benar peduli padamu."Arta berdecak pelan. Senyum tipis dengan smirk yang khas membuatnya terlihat tengah tersenyum remeh kepada anaknya. Arta tahu, Vina berbaik hati padanya hanya karena harta warisan yang akan ia tinggalkan sangat banyak. Sejatinya, perempuan itu bukan khawatir tentang keadaannya, melainkan untuk terlihat simpati agar ketika ia menghabiskan kekayaan ayahnya, masih disebut hal yang wajar."Untuk apa peduli padaku?" Arta kembali menoleh kepada Vina."Ayah, aku anakmu.""Aku tidak mempunyai anak
Sepulang kerja dari kantor, Aksen kembali uring-uringan tidak jelas. Biasanya sehabis kerja ia akan langsung pergi ke kamarnya tanpa menoleh sedikitpun ruang tamu. Tapi berbeda dengan hari ini, sofa di ruang tamu nampak terlihat nyaman di matanya.Akhirnya Aksen menjatuhkan bokongnya sejenak di sofa tersebut. Sudah tiga hari semenjak ia tak melihat Amora, wanita itu sering sekali datang menemuinya dalam mimpi. Bahkan ketika ia tertidur di ruang kerjanya pun, Amora selalu datang dalam mimpinya hingga membuat Aksen terbangun kaget. Aksen lelah dengan semua itu.Aksen menghembuskan nafas panjangnya. Setelah melewati beberapa pemikiran yang cukup panjang, ia merogoh saku depan celana untuk mengambil ponselnya.Dilihat dan dipantau dari beberapa sudut, Aksen bisa menyimpulkan jika istrinya pergi ke luar kota selama tiga hari ini. Pantas saja dia tidak menemukan wanita itu di rumahnya.Anehnya Amora sama sekali tidak meninggalkan pesan sedikit
"Wait? Aurel datang ke rumah, terus minta dinikahin Aksen? Dasar keparat!" umpat Anna setelah mendengarkan cerita dari Amora tentang peristiwa malam kemarin.Amora masih anteng mengaduk lemon tea sedari tadi dan masih enggan untuk ia minum. "Menurutku, sepertinya dia menyesal. Sikapnya selalu begitu dari dulu. Aurel selalu ingin menang dariku sampai menjebakku berkali-kali. Tapi justru ia sendiri yang terperosok dalam jebakan itu. Lucu kan, Na?" Amora tertawa kecil."Haish! Aku heran kenapa dia sangat plin-plan. Dia menyerahkan Aksen padamu, tapi sekarang dia meminta Aksen kembali. Memangnya pernikahan itu semacam lelucon!" kesal Anna seraya meminum jusnya kemudian."Adakah hukum untuk menjerat Aurel, Na?" tanya Amora diakhiri dengan kekehan pelan di akhir kalimatnya. Melihat kekesalan temannya yang memuncak, Amora malah gencar menjahilinya. "Tentu saja. Aku akan membawa dia ke ranah hukum!" tekadnya.Amora menghela nafas pelan
Dengan senyuman yang merekah, Amora berjalan santai dengan kedua tangan masuk kedalam saku jas dokternya. Hari ini merupakan hari yang sangat ia tunggu-tunggu, yaitu kepulangan kakeknya dari rumah sakit.Sudah beberapa kali Amora membujuk Frans yang notabe-nya sebagai dokter penanggung jawab kakeknya, untuk segera memulangkan Arta dari rumah sakit. Tapi tak segampang itu, meskipun Amora adalah sahabatnya, Frans lebih tau mana yang terbaik untuk pasiennya. Ia tidak akan sembarang memulangkan pasien hanya karena bujukan seseorang melainkan karena pasien tersebut sudah benar-benar sembuh.Seorang perawat keluar dari ruang rawat inap Arta berbarengan dengan Amora masuk kedalam ruangan tersebut. “Permisi, Dok,” ucapnya membungkukan badan di depan Amora. Amora membalas dengan senyum tipis kemudian kembali melangkah menuju ranjang kakeknya.“Kakek akan kaget setelah masuk kantor kembali. Amora mendapatkan vendor yang sangat besar untuk proyek impian kakek,” ucap Amora seraya mengambil bebera