แชร์

4. Satu Ranjang

ผู้เขียน: Blue Ice
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-06-11 15:47:00

Zander sadar dengan ketakutan di wajah Selina. Segera dia tutupi wajahnya yang luka dengan satu tangan. Lalu turun dari ranjang. Pria itu meninggalkan Selina ke ruang ganti.

Membiarkan Selina terbaring dengan napas terengah. Tangannya masih bergetar. Sentuhan Zander membuatnya hampir kelepasan. 

"Aku harus tenang! Aku harus bisa mengendalikan traumaku terhadap pria. Dia sepertinya marah karena sikapku barusan.”

Selina memilih bangkit untuk bersandar di kepala ranjang. Dia menunggu Zander keluar dari ruang ganti. Karena mulai saat ini, dia harus mulai menarik hati Zander agar keberadaannya di kediaman Castellvain tak hanya sebagai istri pajangan.

10 menit kemudian, Zander keluar dari ruang ganti dengan piyama tidur yang sama dengan milik Selina. Satu alis Zander terangkat melihat Selina masih duduk bersandar tersenyum kepadanya.

Satu alis Zander terangkat. Entah kenapa dia tak nyaman jika ditatap lama oleh Selina. 

"Tuan, saya minta maaf karena tadi tak sengaja membentak Anda tadi," ujar Selina masih mempertahankan kesopanan.

Kening Zander berkerut. Dia mendekati Selina dengan tangan bersedekap dada. Kali ini Selina nampak lebih tenang. Wanita itu tak takut maupun panik seperti tadi. Padahal dia belum mengenakan topengnya lagi.

“Apa Tuan bersedia memaafkan kesalahan saya?” mohon Selina dengan tulus.

Dia turun dari ranjang, berdiri di depan Zander yang hanya diam. Pria itu hanya mendengus pelan lantas berjalan ke arah nakas. Mengambil topeng yang baru.

“Tuan, kamu tidak perlu mengenakan topeng itu di depanku. Saya tidak keberatan dengan wajah asli Anda. Tolong lepaskan saja. Luka Anda akan semakin parah jika terus mengenakan topeng,” ujar Selina.

Sekarang dia mengerti mengapa Zander terus menghindarinya. Jika tidak salah tebak, seharusnya karena dia pikir Selina takut dengan kondisi wajahnya. Namun sebagai mahasiswa Kedokteran yang baru lulus, Selina tahu topeng itu hanya meningkatkan infeksi untuk wajah Zander.

“Kita akan turun. Sekarang, waktunya makan malam!” kata Zander, tetap menggunakan topengnya.

Lantas, Zander keluar, diikuti oleh Selina yang berusaha mengejar langkah lebar suaminya. Selina semakin bingung dengan sikap Zander. 

‘Sebenarnya dia marah atau tidak?’ 

Wanita itu mulai frustasi karena sulit sekali menebak kemauan Zander. Selama makan malam pun dilarang bersuara di meja makan. Hanya Pasutri baru jadi itu yang menikmati makanan lantaran Sabrina sedang keluar. 

Saat kembali ke kamar, hanya ada keheningan di antara mereka. Setelah melepas topengnya, Zander langsung naik ke ranjang dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Matanya terpejam dengan deru napas yang tenang.

Selina hanya memperhatikan dalam diam. Dia sangat bingung jika harus menghadapi manusia yang irit bicara seperti ini. Akhirnya, Selina memberanikan diri untuk bergabung ke ranjang juga.

"Tuan?” panggil Selina dengan hati-hati.

“Hm?” Zander hanya membalas dengan gumam pelan.

“Bolehkah saya bertanya, mengapa Tuan tetap menikah padahal Tuan tahu Pengantin Wanita sudah diganti?” tanya Selina.

Terdengar decakan pelan dari Zander. Pria itu bangun lagi, menekan tubuh Selina dan menarik dagu wanita itu agar menatapnya.

"Tidur! Atau aku akan minta jatahku sebagai suamimu!" ancam Zander.

Selina mendadak kaku. Tubuh mereka berhimpitan, dapat dia rasakan 'tongkat senjata' milik Zander di antara pahanya. Astaga! 

"Ba-baik Tuan!" balas Selina. 

"Bagus!" kata Zander seraya turun dari tubuh Selina.

Dia kembali berbaring memunggungi istrinya. Selina langsung menghela napas lega. Dia terlalu gegabah!

Dia lirik Zander yang sudah memejamkan mata. Ahhh, sepertinya dia terlalu terburu-buru bertanya soal itu. Selina memukul kepalanya sendiri merutuki kecerobohannya. 

‘Sudahlah! Lebih baik aku tidur juga!’

.

.

Pagi hari, di saat langit masih gelap, Selina sudah bangun dari tidurnya. Wanita itu terbiasa bangun di jam 3 pagi. Itu menguntungkan dirinya karena dia juga ingin bangun duluan sebelum Zander.

Diliriknya sosok pria yang masih berbaring di sebelahnya. Zander sudah tak membelakanginya. Dia tidur telentang dengan raut wajah sesekali berkerut seolah tengah memimpikan sesuatu yang tidak menyenangkan.

"Ughh..., hmnn.., tidak!"

Terdengar lenguhan-lenguhan tak nyaman dari Zander. Keringatnya mulai bercucuran di dahinya. Selina hanya memperhatikan tanpa berani menyentuh.

Melihat kondisi Zander saat ini, Selina menyimpulkan bahwa pria itu sering mimpi buruk. 

"Apa yang membuatnya seperti ini?” guman Selina sedikit iba dengan raut wajah Zander sekarang. 

Di saat Selina ingin turun ranjang untuk membasuh wajahnya, tiba-tiba Zander menariknya. Sebuah lengan melingkar di pinggang Selina.

"Tolong aku! Tolong..., jangan pergi."

Zander mengigau parah. Selina tertegun untuk sesaat. Tubuh suaminya mulai gemetaran. Satu tangan Zander menutupi wajahnya yang penuh luka, seolah luka baru saja dia dapatkan.

Zander kesakitan!

"Tuan! Tuan, sadarlah!" Selina menahan tangan Zander karena ingin mencakar wajahnya sendiri.

"Tuan!" panggil Selina lebih keras.

Zander tersentak dari tidurnya. Saat sadar, dia langsung bangkit. Pria itu menatap tajam Selina.

"Maaf Tuan, Anda tadi mengigau sambil memeluk saya dan berteriak ketakutan. Saya pikir..., perlu membangunkan Anda," jelas Selina dengan menahan rasa takut akan tatapan Zander.

Sebenarnya, setelah dia perhatikan lagi, luka di wajah Zander itu nampak ganjal. Rumor mengatakan wajah Zander pernah terbakar. Namun melihat luka yang memerah sampai sekarang, Selina sangat yakin itu bukan sekedar infeksi pasca terluka. 

Jika Selina benar, berarti selama ini Zander harus menahan sakit yang perlahan-lahan menyebar dan sangat menyiksa. Dia bisa saja mengabaikan hal itu, namun sebagai kelulusan kedokteran, hati Selina merasa harus mengungkap itu pada Zander. 

“Tuan…, wajah Anda-” .

"Luka ini, bukan sesuatu yang perlu kau urus!" potong Zander dengan nada dingin.

Lalu Pria itu segera bangkit dari ranjang meninggalkan Selina yang mengerjap bingung. Padahal dia niat ingin membantu. Namun malah berakhir tak sesuai dengan rencananya.

“Mungkin topik ini terlalu sensitif untuknya. Bagaimana cara meyakinkan dia bahwa kulitnya mungkin saja terkena racun?” 

Selina harus memikirkan cara lain agar bisa mendekati Zander dan menarik kepercayaannya. Jika dia bisa menyelesaikan masalah luka di wajah suaminya, mungkin saja…, dia akan bisa diterima sebagai istri Sah. Bukan sekedar istri pajangan.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Pengantin Pengganti untuk Tuan Zander   91. Dituduh Meniru

    Untuk menemukan informasi tambahan ternyata tak semudah yang Selina pikirkan. Isabella terlihat tertekan ketika disinggung tentang kecelakaan itu. Selina menghela napas berat, lalu berbalik menghadap Lumi, “Sudahlah…, lebih baik kita pulang dulu,” ajaknya.Lumi mendesah lelah, sebelum akhirnya mengikuti langkah Selina. Baru beberapa meter mereka berjalan, tiba-tiba terdengar suara gaduh.PLAKKK! Suara tamparan keras itu membuat Selina dan Lumi saling berpandangan. Lantas, dengan sedikit berlari, mereka melihat ke sumber suara.Di ambang pintu Panti Asuhan, ada seorang wanita dengan gaun mahal berwarna merah marun, rambut tersanggul rapi, dan wajah meradang menunjuk-nunjuk ke Isabella. Gadis yang dimarahi itu hanya menunduk dengan memegangi pipi kirinya yang tampak memerah. “Berani-beraninya kau keluar terlalu lama!” suara wanita itu melengking, penuh amarah. “Aku sudah bilang, jangan bergaul terlalu bebas di tempat ini!”Beberapa anak panti yang mendengar ribut-ribut langsung berla

  • Pengantin Pengganti untuk Tuan Zander   90. Menemui Saksi

    Selina turun dari mobil, diikuti Lumi di belakang. Mereka memasuki perkarangan yang nampak sangat bersih dengan berbagai jenis bunga aneka warna. Di sisi kanan halaman, ada sebuah spot khusus layaknya taman bermain mini dilengkapi berbagai fasilitas bermain.“Bukan main…, tempat ini bagus banget!” decak Lumi kagum.Belum lagi ketika nampak bangunan dengan palang nama “Panti Asuhan Pelabuhan Baru” yang tampak sangat asri. Tak mewah namun juga tak sederhana. Bangunan itu tampak begitu cantik dengan arsitektur yang terlihat rapi, sedap dipandang.“Wahh…”Bibir mereka tak bisa berhenti menganga melihat kondisi Panti Asuhan yang begitu cantik. Jauh berbeda dari panti sederhana tempat asal mereka dulu. Senyum kagum sempat terbit di wajah keduanya, namun segera menghilang saat mereka mengingat tujuan datang ke sini.“Kagumnya nanti saja. Kita harus mencari Isabella,” sentak Selina lebih ke mengingatkan diri sendiri.Tanpa menunggu jawaban Lumi, Selina menyeret sahabatnya itu menuju pintu Pan

  • Pengantin Pengganti untuk Tuan Zander   89. Aku terima Wasiat itu

    "Mana bisa seperti itu?" Suara William meninggi, membuat semua orang menoleh padanya. Tatapan semua orang membuat William seegra sadar bahwa telah kelepasan. Sabrina bahkan menatapnya dengan raut wajah tak senang serta curiga. William mengumpat dalam hati, lalu cepat-cepat berdehem untuk mencairkan suasana. "Maksudku..., Selina masih terlalu muda untuk mengemban tugas yang begitu berat. Dia juga tak mempunyai latar belakang dunia bisnis. Aku khawatir amanat almarhum justru akan memberatkannya.” Suaranya kini terukur, lebih terkendali. “Untuk sementara, lebih baik perusahaan dipimpin oleh orang yang sudah berpengalaman. Selina bisa belajar secara bertahap sampai benar-benar siap.” Pendapat itu terdengar masuk akal. Beberapa pelayat mulai menagngguk setuju. Banyak yang mernimbang Selina memang tidak layak jika harus menjadi pemimpin perusahaan. "Benar juga...," guman Sabrina dengan suara seraknya. Selina hanya bisa menunduk lantaran dia tak bisa memberikan opini yang mendukung kepa

  • Pengantin Pengganti untuk Tuan Zander   88. CEO Baru Castellvain

    [CEO Castellvain Group, Zander Castellvain, tewas dalam kecelakaan mengenaskan.]Judul itu menyalak di setiap portal berita, membuat saham Castellvain sempat terjerembab dan memicu badai spekulasi. Wartawan menyerbu lobi perusahaan, kamera berkilat tanpa henti, seolah haus darah. Para karyawan terperangah, seakan dunia mereka baru saja runtuh.William, juru bicara perusahaan, berdiri di tengah kerumunan. Wajahnya pucat, senyumnya hambar, mencoba tampak kokoh meski suaranya bergetar. “Mohon tenang. Kami juga baru menerima kabar mengenai kecelakaan yang menimpa Tuan Zander. Untuk saat ini, kami tengah berusaha menghubungi asistennya untuk dimintai keterangan. Jika berita itu benar, kami sangat berduka…,” ucapnya, menahan nada genting.Namun seorang wartawan menusuk dengan pertanyaan yang membuat udara membeku. “Apakah Anda belum tahu, Asisten CEO tengah kritis di Rumah Sakit Cendana?”William terpaku. Matanya membesar. “Apa?” suaranya serak, seperti tercekat. “Asisten CEO… kritis?”Gu

  • Pengantin Pengganti untuk Tuan Zander   87. Apa yang terjadi?

    Zander menghadiri undangan pertemuan privat dengan seorang klien lama di ruang eksklusif sebuah hotel ternama. Lampu kristal berpendar lembut, memantulkan cahaya ke meja panjang yang dipenuhi sajian mahal. Tawa dan denting gelas beradu memenuhi udara. Beberapa klien telah berkumpul mengelilingi Zander. Kali ini hanya ada 2 orang perwakilan Castellvain Group yakni Zander dan Felicia. Akan tetapi, wajah-wajah para Klien tampak tak terkejut. Padahal biasanya selalu ada Aswin yang mendampingi Zander di setiap pertemuan. "Izinkan saya untuk bersulang dengan Anda, Tuan Zander. Proyek yang akan kita bahas ini adalah proyek besar. Saya harap kita diberikan kelancaran untuk kedepannya," ujar salah seorang Klien yang duduk paling dekat dengan Zander. "Tentu, Tuan Smith!" balas Zander, mengangkat gelasnya untuk bersulang dengan pria yang dia panggil dengan nama Smith itu. Felicia yang duduk di sampingnya ikut mengangkat gelas bersama beberapa klien lainnya. Mereka bersulang hingga m

  • Pengantin Pengganti untuk Tuan Zander   86. Siapa Pelakunya?

    Aswin mengangkat kepalanya perlahan. Tatapannya masih dingin, tapi kali ini ada bayangan letih di sana. Matanya lurus ke Zander."Maaf Tuan. Saya memang ada di sana," akunya. Suara Aswin terdengar serak, layaknya batu yang digerus waktu.Lumi sampai melongo tak percaya. Benarkah semua kecurigaan Selina sebelumnya. Tapi batinnya menjerit TIDAK. Mr. A yang dia kenal tak mungkin se-munafik itu. Lumi menggeleng keras. Setitik harapan masih dia gantung untuk orang yang selalu dikaguminya. Zander melangkah maju, matanya menajam. “Jelaskan.”Aswin menarik napas panjang, lalu menunduk sedikit. “Malam itu… saya melihatnya. Seseorang sedang merusak sistem rem mobil Anda, Tuan. Bukan kecelakaan. Itu sabotase.”Ruangan langsung bergetar oleh kalimat itu. Zander membeku, tangannya mengepal keras hingga buku jarinya memutih.“Siapa?” suaranya meledak, lebih seperti teriakan yang tertahan.Aswin menutup mata sejenak, lalu membuka lagi. “Saya tahu wajahnya. Aku bahkan sempat hampir menghampirinya

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status