Home / Rumah Tangga / Pengantin Pengganti untuk Tuan Zander / 5. Langkah Pertama Mengambil Hati

Share

5. Langkah Pertama Mengambil Hati

Author: Blue Ice
last update Last Updated: 2025-06-11 15:47:48

Matahari baru setengahnya keluar dari tempat persembunyian, tapi dapur kediaman Castellvain sudah dipenuhi dengan aroma harum kopi dan roti panggang. Para pelayan berbisik-bisik heran melihat seorang gadis muda dengan celemek dapur tengah sibuk membuat sarapan dengan gerakan cekatan. 

"Apakah itu..., Nyonya muda?" bisik salah satu asisten rumah tangga.

"Astaga, biasanya keluarga Castellvain bangun tinggal sarapan, ini malah Nyonya mudanya sendiri yang masak," sahut lain dengan kagum.

Selina berkutat di dapur, memasak sesuai kemampuannya. Hidup mandiri beberapa tahun belakangan membuatnya sedikit banyak bisa menyajikan hidangan-hidangan yang layak dimakan. 

Para pelayan bergegas mendekat untuk melihat hasil karya Selina. Mereka terpana melihat berbagai hidangan untuk sarapan. Ada roti panggang selai, omelet keju, dan salad segar. Mereka benar-benar kalah cepat dengan Nona muda itu. 

"Nona, apa ada yang bisa saya bantu?" tanya salah satu asisten rumah tangga di sana.

Selina menoleh dan tersenyum kecil. "Kalau boleh, tolong bantu susunkan makanan yang sudah matang di meja ya. Mungkin sebentar lagi, Tuan dan Nyonya akan turun untuk sarapan.”

Asisten rumah tangga itu mengangguk, lalu diikuti beberapa rekan yang lain. Rumah yang begitu megah itu, tak mengherankan bila mempunyai banyak asisten rumah tangga.

Saat sudah selesai. Selina yang sedang melepas apron melihat ada ibu mertua serta suaminya datang. Dirinya cukup ragu untuk berkata, ia takut tindakannya salah. 

"Kamu memasak semua ini, Selina?" tanya Ibu mertuanya.

Dengan anggukan kecil ia menjawab, lantas melangkah mendekat, sambil melirik canggung pada suaminya. "Semoga suka," katanya pelan.

"Ayo duduk-duduk, kita sarapan." Ibu mertuanya menarik Selina untuk duduk di samping Zander. Laki-laki itu masih tak bersuara, ia hanya memuat makanan buatan istrinya ke piring tanpa menunggu diambilkan.

Selina menunggu dengan cemas saat Zander telah menyuapkan masakan buatannya. Berharap makanan itu tidak berakhir di tempat sampah.

Merasa diperhatikan, lantas Zander menoleh dengan tatapan tajamnya. "Aku tidak berniat memujimu." 

Selina langsung membuang muka, karena canggung. Setidaknya ia melihat suaminya kembali menyuapkan makanan, berarti makanan itu layak diterima.

"Makanan ini enak. Kau sering memasak saat di rumah?" tanya Sabrina.

"Iya, Nyonya!” jawab Selina sambil mengangguk pelan.

Sabrina menatap gadis itu tidak enak. "Panggil mama, nak, kamu ini gimana sih? Kan, kemarin Mama udah bilang."

"I-iya, Ma.” 

Sabrina tersenyum puas. Ia melirik putranya sekilas lalu berujar, "Zander, kau harus menjaga istrimu baik-baik. Tidak semua wanita mau bangun pagi untuk menyiapkan sarapan dengan tangan sendiri, apalagi di keluarga kita."

Zander mendengus pelan, pura-pura tak peduli. Tapi dari ekor matanya, dia kembali melirik Selina yang sedang tersenyum malu. Dia tak menyangkal jika kehadiran Selina membuat suasana pagi yang biasanya kaku menjadi lebih hidup. 

“Ohiya, Selina. Setelah Mama pikir-pikir lagi, kamu kepada suamimu juga masih terlalu formal. Kamu masih memanggilnya dengan sebutan ‘Tuan’. Haish, kamu itu istrinya, bukan bawahannya. Jangan memanggilnya seperti itu lagi!” oceh Sabrina kepada anak menantunya. 

“Ah, baik Ma. Aku akan coba lebih santai pada suamiku,” ujar Selina malu-malu.

“Bagus!” Sabrina tersenyum puas melihat Selina yang menurut. “Kau juga, Zan. Jangan mengintimidasi istrimu!” imbuh Sabrina. 

Selina melirik ke arah Zander. Penasaran dengan reaksi pria itu. Ternyata Zander hanya bergumam sambil mengangguk pelan. 

‘Dia setuju?’ batin Selina.

Setelah sarapan, Zander masih duduk santai di kursinya. Sementara itu, tatapannya secara tak sadar mulai lebih sering mencuri pandang ke arah Selina.

Gadis itu sibuk membereskan meja makan, berbicara sopan dengan para pelayan, dan sesekali tersenyum kecil. Ada sesuatu yang berbeda dari Selina pagi ini. Zander bahkan tak sadar ia menatap terlalu lama, sampai ibunya, berdehem kecil.

"Kau terpaku seperti itu, Zan. Apa istrimu terlihat sangat cantik?" goda Sabrina setengah berbisik.

Zander langsung mengalihkan pandangan, mendengus pelan sambil meraih koran di meja seolah tak terjadi apa-apa.

Selina yang baru menyelesaikan pekerjaannya kembali ke meja makan. Dia menatap heran dengan sikap suami dan ibu mertuanya. Tapi sekarang bukan itu hal yang terpenting.

Ada sesuatu yang harus Selina selesaikan hari ini. Dia menggeser kursinya untuk mendekat ke arah Sabrina.

"Ma, aku ingin meminta izin," ucapnya pelan dengan meremas jarinya sendiri. "Aku ingin bekerja. Aku tidak ingin ijazahku sia-sia begitu saja.”

Sabrina mengangkat alis, sempat terkejut, lalu tersenyum bijak. "Tentu saja. Tidak ada salahnya wanita bekerja, asal tahu batasannya. Kau sudah bekerja keras untuk gelarmu, Sayang. Ibu mengizinkanmu."

Namun sebelum Selina bisa bernapas lega, suara dingin Zander memotong, "Tidak!”

Semua mata langsung beralih pada pria itu.  Selina menatap Zander dengan sorot mata tajam.

"Kenapa tidak… M-mas?" tanya Selina dengan sedikit terjeda lantaran hampir lupa dengan panggilannya. 

Zander meletakkan korannya perlahan, menatapnya datar. "Aku tidak mau istriku berkeliaran tanpa pengawasan.”

Ada sedikit rasa ingin memberontak di dada Selina, namun ia tetap mempertahankan senyumannya. Selina segera memutar otak. Dia tak ingin menjadi burung dalam sangkar di kediaman megah ini. Apalagi urusannya di kediaman Adinata belum selesai.

 Ijazahnya masih ditahan! Tidak bisa. Ijazah yang dia dapatkan dengan begitu banyak jerih payahnya sendiri selama 7 tahun. Dia pastikan akan mengambilnya lagi. 

"Kalau begitu," Selina berkata dengan lembut, Mas bisa menempatkan pengawal di sisiku. Aku tak keberatan. Aku hanya ingin menggunakan keahlianku, bukan untuk yang aneh-aneh."

Zander menyipitkan mata, seolah mempertimbangkan. Ia menyandarkan tubuh di kursi, lalu melirik Selina dengan tatapan penuh arti.

"Baik," ucapnya santai. "Kalau begitu, kau boleh bekerja..."

Mata Selina langsung berbinar. Namun belum sempat menghela napas lega, Zander kembali berkata, "...tapi bukan sebagai dokter kecantikan."

Senyum Selina menghilang separuh, tergantikan dengan alis yang tertekuk. "Lalu...?"

Zander menyeringai tipis, ekspresinya mengisyaratkan sesuatu yang membuat Selina sedikit bergidik.

"Mulai besok, kau bekerja sebagai sekretarisku. Di kantorku!"

Selina membelalak. "Sekretaris?"

Zander mengangguk tenang. Selina tak pernah berpikir akan menjadi Sekretaris di sebuah perusahaan. Jurusannya kedokteran, mana bisa nyambung dengan bisnis.

Sabrina yang menyaksikan percakapan itu hanya bisa menahan tawa kecil, menikmati sikap posesif anaknya kepada menantunya.

“Zan..., jangan permainkan istrimu! Apa salahnya membiarkan dia bekerja di luar? Toh, kau bisa mengatur beberapa pengawal untuk menjaga Selina,” saran Sabrina.

Zander menggeleng. “Tidak, Ma! Dia bisa sembarangan di luar. Lebih baik di kantorku saja.”

Setelah mengatakan itu, Zander langsung bangkit dari kursinya, tak ingin dibantah. Selina meremat kedua tangannya di bawah meja. Meski dia belum pernah berkutat dengan bisnis, dia harus mencoba. 

Yang penting dia bisa keluar dulu dari kediaman ini. Karena ada beberapa hal yang perlu dia persiapkan sebelum Zander menggali lebih dalam tentang dirinya.

“Baiklah. Jika itu keinginanmu Mas, aku siap menjadi sekretarismu,” kata Selina.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengantin Pengganti untuk Tuan Zander   58. Kita Keluarga...

    Siang telah berganti malam saat mobil Zander berhenti di pelataran depan kediaman Castellvain. Lampu-lampu eksterior menyala redup, menyambut dalam keheningan yang pekat. Aswin turun lebih dulu, membukakan pintu untuk Tuannya. Lalu dengan sangat hati-hati Zander mengangkat tubuh Selina yang masih terlelap. Gadis itu menggeliat pelan dalam pelukannya, tapi tak benar-benar bangun. Langkah Zander pelan dan pasti. Ia masuk ke dalam rumah, naik ke lantai atas menuju kamar mereka. Sesampainya di kamar, ia menurunkan tubuh Selina perlahan di atas ranjang. Dilepaskannya sepatu Selina satu per satu, lalu menarik selimut hingga menutup tubuh mungil itu sampai dada. Zander duduk di tepi ranjang, mengusap lembut rambut istrinya yang masih basah oleh sisa tangis. “Tidurlah... sekarang kau aman,” bisiknya lirih, hampir seperti doa. Beberapa detik kemudian, terdengar ketukan pelan di ambang pintu. Sabrina berdiri di sana, raut wajahnya cemas. “Zander...” panggilnya pelan. “Apa yang terjadi pa

  • Pengantin Pengganti untuk Tuan Zander   57. Good Communication

    Pagi menyambut dengan cahaya suram yang merambat pelan di sela tirai kamar tamu. Selina duduk memeluk lutut di sudut ranjang, mengenakan kaus lengan panjang yang kebesaran, wajahnya pucat dan sembab. Matanya nyaris tak tidur semalam. Di hadapannya, Madam berdiri sambil membawa secangkir teh hangat yang kini sudah mendingin. “Zander sudah datang,” ucap Madam pelan. Selina tak menjawab. Madam menunggu, namun yang terdengar hanya helaan napas tertahan. Selina menggigit bibir bawahnya. “Aku... Tidak bisa menemuinya.” “Selina—” “Aku benar-benar tidak bisa, Madam!” tangis Selina pecah, mendadak. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan. “Aku tak sanggup. Aku bahkan tak tahu harus bilang apa padanya...” Madam duduk di sisi ranjang. “Bilang yang sebenarnya.” “Aku sudah mengecewakannya...” gumam Selina. “Zander mungkin menginginkan anak... keluarga... masa depan. Tapi aku? Aku bahkan tak yakin masih bisa memberikannya apa-apa!” Tangisnya makin keras. Bahunya berguncang. “Saat dokter

  • Pengantin Pengganti untuk Tuan Zander   56. Menghilangnya Selina

    “Selina?” panggil Zander dari balik pintu kamar mereka yang terlihat sepi.Tak ada jawaban. Kamar itu kosong dan sunyi. Zander melangkah masuk, matanya menyapu sekeliling ruangan. Selimut masih berantakan, pakaian tidur Selina tergantung rapi di sisi lemari. Kening Zander mengkerut. Kemana perginya Selina?Satu persatu sudut kamar mulai dia periksa. Dari kamar mandi, ruang ganti, hingga ke balkon kamar. Tak ditemukan keberadaan Selina. Ada perasaan tak enak terbesit di pikiran Zander. Dia mengambil ponselnya, bermaksud menghubungi istrinya. Akan tetapi, dering telepon menggema di atas nakas. "Ponselnya di sini?!" Hati Zander mencelos. Kondisi kamar itu terlihat jelas Selina belum lama berada di dalam sana. Dia berjalan cepat keluar kamar dan turun ke lantai satu. Zander segera menyusuri seluruh sudut rumah. Ia membuka pintu dapur—kosong. Ia melangkah ke taman belakang—juga tak ada siapa-siapa. Kolam kecil di sisi selatan, balkon lantai dua, ruang baca, ruang ganti, bahkan kamar

  • Pengantin Pengganti untuk Tuan Zander   55. Pengakuan Dosa

    Zander melangkah pulang dengan hati berkecamuk. Dia sedang mencari celah… untuk menenangkan hatinya yang mulai runtuh oleh banyaknya rahasia. Namun setibanya di ruang tamu, ia tak disambut kehangatan. Yang menantinya adalah ibunya, Sabrina Castellvain, berdiri di ruang tengah dengan mata berkaca-kaca. Wajahnya yang biasanya lembut kini tegang, memegang lembaran cetakan laporan. Entah dari mana ia mendapatkan data itu. “Zander…” Nada suaranya lirih namun bergetar. “Kau tahu tentang Selina?” Zander mendekat, menahan napas. “Apa yang Ibu tahu?” Sabrina menatapnya dengan ekspresi hancur. “Tentang masa lalunya... tentang dia pernah hamil sebelum menikah denganmu…” Air mata jatuh membasahi pipinya. “Aku menyayanginya seperti anakku sendiri. Aku membelanya… aku yakin dia gadis baik. Tapi ternyata aku salah? Aku ini ibu macam apa sampai tak bisa melihat semua ini dari awal?” Zander menahan napas. “Ibu—” “Aku benar-benar hancur, Zander. Selama ini aku pikir dia tulus... polos… Tapi te

  • Pengantin Pengganti untuk Tuan Zander   54. Mencaritahu Kebenaran

    Kata-kata Alenka menyusup seperti racun. Dan ia tahu, bahkan pria setegar Zander sekalipun… bisa goyah jika menyangkut pertanyaan sebesar itu. Namun Zander tetap diam. Matanya perlahan menajam seperti pisau. Bukan karena percaya… tapi karena ia tahu, ada bagian dari masa lalu Selina yang belum pernah ia sentuh. Dan itu membuatnya—meski sedikit—merasa terusik. Melihat reaksi itu, Alenka semakin menjadi. “Anda pikir dia bersih? Dia pintar menyembunyikan dosa, tapi bagaimana jika itu luka yang dia timbulkan sendiri? Anda layak tahu kebenaran bahwa dia bahkan tidak layak jadi istri CEO Castellvain.” Zander menutup mata. Pelipisnya semakin berkedut mendengar kicauan tak jelas Alenka. Dia menarik napas panjang. "ASWIN!" panggilnya. BRAK! Pintu ruangan terbuka dengan keras. Aswin masuk dengan wajah dingin, matanya langsung menatap Zander, menunggu perintah. Ia sudah mendengar cukup dari luar. "Usir Nona Alenka dari ruanganku! Mulai sekarang, jangan izinkan dia memasuki perusaha

  • Pengantin Pengganti untuk Tuan Zander   53. 'Dia pernah Hamil!'

    Selina berpura-pura membaca berkas proyek di sofanya, padahal pikirannya sedang melalang buana. Dia masih kepikiran Alenka yang sudah melihat wajah Zander. 'Bagaimana jika dia menyebarkannya? Musuh Zander bahkan belum bisa terdeteksi. Sepertinya aku perlu melakukan sesuatu!' Selina beranjak dari sofa, mengemasi kotak makanannya yang masih bertebar di atas meja. "Mas, aku ke Pantry dulu, ya. Mau buang sampah, sekalian buat kopi," ujar Selina. Kening Zander berkerut. Pergerakan tangannya dalam mengetik langsung terhenti. Menoleh pada istrinya. "Tidak perlu. Sedikit lagi Aswin datang. Lalu kita pulang!" kata Zander sambil memeriksa arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. "O-oh..., baiklah. Kalo begitu aku hanya akan buang sampah," balas Selina. Tanpa menunda lagi, Selina segera pergi membawa bekas makanannya. Langkahnya begitu cepat menuju lift. 'Alenka belum lama turun. Dia pasti masih di sini,' batinnya. Dia ingin memastikan bahwa Alenka tidak menyebarkan masa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status