Share

7. Menyelinap Keluar

Author: Blue Ice
last update Last Updated: 2025-06-24 20:39:33

Selina meringis karena air panas mulai meresap ke kulitnya, dia mendongak. Dia mengenali wanita di depannya, Livia. Wanita yang sempat bersitatap dengannya tadi pagi dan memberikan tatapan permusuhan.

“Kau sengaja ya?” desis Selina.

Dari awal dia sudah melihat aura permusuhan dari wanita itu. Padahal seharusnya ini menjadi hari pertama mereka bertemu. Livia malah mendengus sinis.

“Kau ingin menggertakku, hah? Jangan kira karena kau istri Pak Zander kau bisa menindas karyawan sepertiku. Kau pikir, dengan merebut posisi istri yang seharusnya milik Alenka, semua orang bisa menghormatimu?” cerca Livia dengan suara lantang. Sengaja memancing perhatian.

Mendengar nama Alenka disebutkan, sepertinya Selina mengerti sekarang. Livia mungkin salah satu teman Adik angkatnya itu. Wanita itu sengaja mencari keributan dengannya.

Beberapa orang langsung berkumpul saat mendengar suara Livia. Mereka berbisik-bisik menyalahkan Selina meski tak tahu kejadian sebenarnya. Selina menghela napas berusaha tak kehilangan kendali.

Dia memilih pergi daripada meladeni perdebatan dengan Livia. Tetapi, Livia malah mencekal tangannya.

“Ingin pergi tanpa tanggung jawab? Bahkan kau tidak meminta maaf setelah menumpahkan kopiku. Dasar tidak punya malu!” hardik Livia.

Selina tak tahan lagi. Dia menyentak tangan Livia.

“Kau yang menabrakku dan menumpahkan kopi panasmu ke bajuku. Jangan memutar balikkan fakta! Di sini banyak CCTV, jika berani ayo kita periksa. Siapa yang salah sebenarnya?” tantang Selina.

Livia mendelik kesal karena Selina tahu tentang kamera pengawas. Dia memilih mundur karena tak ingin kedoknya terbongkar.

“Sudahlah. Aku tak ingin permasalahan ini berlanjut. Anggap saja ini karena masih hari pertamamu di sini,” ujar Alenka lantas segera pergi bersama beberapa temannya.

Selina meremat tangannya di samping badan. Jika dia tak buru-buru, dia pastikan wanita itu tak bisa mengelak seperti sekarang. Namun yang paling penting yang harus dia lakukan adalah mencari ojek untuk pergi ke kediaman Adinata.

Untungnya, mudah mendapatkan ojek di sekitar sana. Tanpa menunda waktu, Selina langsung mengarahkan menuju Kediaman Adianta.

Langkah kaki Selina terdengar nyaring di lantai marmer rumah mewah keluarga Adinata. Beberapa pelayan berusaha menghentikannya.

“Maaf Nona, Tuan Besar bilang, Anda tidak diperbolehkan untuk lancang di kediaman ini,” ujar Kepala Pelayan.

“Di mana Papa?” tanya Selina.

Belum sempat menjawab, seseorang datang, "Apa yang kau cari, Selina?"

Suara itu membuat Selina menoleh tajam. Di ambang pintu berdiri Alenka, mengenakan dress mewah berwarna merah darah. Wajahnya penuh ejekan.

Selina menarik napas dalam sebelum menghadap ke adik angkatnya.

"Di mana ijazahku?" tanya Selina, nadanya dingin namun tegas.

Alenka menyeringai. "Sudah diamankan. Kau pikir bisa dengan mudah keluar dari keluarga ini dengan membawa segalanya?"

"Aku hanya ingin yang menjadi hakku!" bentak Selina.

Tak lama, Tuan dan Nyonya Adinata muncul di belakang Alenka. Sang ayah angkat, dengan wajah garang, melipat tangan di dada.

"Selina," ucapnya pelan tapi menusuk, "ijazah itu bisa kau dapatkan kembali... jika kau melakukan bagianmu sebagai anggota keluarga ini."

Selina menatap mereka satu per satu, firasat buruk menyergap. Dia sudah melakukan tugasnya dengan menggantikan Alenka ke pernikahan itu. Apa lagi yang diinginkan mereka?

"Kau sudah menikah dengan Zander Castellvain," lanjut Dian. "Kami hanya minta satu hal… lahirkan pewaris keluarga itu. Baru setelah itu, ijazahmu akan kami berikan."

Mata Selina langsung melebar. Darahnya mendidih. “Jadi kalian ingin menjadikan aku alat pengikat keluarga? Aku bukan barang tawar-menawar! Aku sudah menyelesaikan tugasku. Sekarang berikan ijazah itu sekarang juga!”

"Jangan membentak!" bentak Suyitno. "Tanpa kami, kau bukan siapa-siapa. Ijazahmu tak akan ada artinya jika kami membekukan semua akses dan nama keluargamu!"

"Silakan!" Selina melangkah maju, tatapannya tak gentar. "Tapi ingat, kalian yang dulu meninggalkan aku. Kalian yang membuang aku seperti sampah. Dan sekarang kalian memanfaatkan aku demi keuntungan kalian sendiri?"

Selina sudah tak bisa menahan diri. Sudah berusaha bersabar menghadapi keluarga angkatnya. Namun ternyata dia masih dikhianati dengan tak memberikan Ijazahnya.

Dian menunjuk pintu. "Keluar dari rumah ini. Kami tak sudi melihat wajahmu lagi!"

Selina menahan air mata, menatap langit-langit sejenak untuk menenangkan gejolak dadanya. Namun sebelum ia sempat berbalik, suara berat dan dingin tiba-tiba menggema dari arah pintu depan.

"Drama apa yang terjadi di sini?"

Semua kepala menoleh. Mata Selina langsung membola. Zander datang bersama Aswin.

Zander berdiri di ambang pintu, masih mengenakan setelan hitamnya yang rapi. Tanpa diundang. Tanpa pemberitahuan. Tatapan matanya tajam seperti belati, menyapu seluruh ruangan. Lalu jatuh pada sosok Alenka, wanita yang seharusnya menjadi istrinya.

"Zander..." desis Alenka, setengah panik.

Dengan langkah tenang namun mengintimidasi, Zander maju ke tengah ruangan dan berdiri di samping Selina.

"Apa yang kalian lakukan pada istriku?" tanyanya pelan, tapi cukup untuk membuat udara di ruangan menegang.

"Kami hanya ingin yang terbaik untuk hubungan keluarga ini," bela Dian dengan gugup.

"Menahan ijazah Selina, memperlakukannya seperti budak? Itu 'terbaik' menurut kalian?" Zander terkekeh pelan.

Dia melirik Selina di sebelahnya. Tubuh wanita itu tampak bergetar. Lalu, kembali menatap tajam keluarga Adinata.

"Kami... kami hanya ingin memastikan dia benar-benar menjalankan perannya sebagai istri-"

Zander mengangkat tangan. Satu gerakan kecil. Tapi semua langsung diam. Mereka tak berani melawan Zander.

"Tuan Adinata," ucap Zander, datar dan mengancam, "Saya akan anggap ini sebagai pelanggaran langsung terhadap saya pribadi… kecuali ijazah Selina ada di tangan saya dalam sepuluh detik ke depan."

Tak ada yang bergerak. Zander mengisyaratkan pada Aswin untuk maju. Aswin memperlihatkan kontrak kerja sama Castellvain Group dan Adinata Group.

Dengan wajah pucat, Tuan Adinata memberi isyarat pada pembantu. Tak sampai semenit, map merah marun berisi ijazah asli Selina diserahkan ke tangan Zander.

Zander menatap isinya sejenak, lalu menyerahkannya pada Selina. “Ini milikmu.”

Selina memegangnya erat, nyaris tak percaya. Dia hanya mengangguk pelan. Tak berani menatap mata Zander.

"Selanjutnya," ujar Zander, menatap seluruh keluarga Adinata, "jangan pernah menghalangi jalanku lagi. Termasuk menyentuh apa pun yang menyangkut Selina."

Lalu ia menggandeng tangan Selina dan keluar tanpa menoleh lagi. Selina yang masih linglung karena syok dengan tindakan Zander hanya bisa mengikuti langkah Zander menuju mobil. Meninggalkan keluarga Adinata yang tak bisa membalas di depan Zander.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengantin Pengganti untuk Tuan Zander   93. Terpaksa Menerima

    Di kursi bagian kepala meja, Selina duduk dengan tak fokus. Pembicaraan dalam rapat dengan para petinggi perusahaan itu hanya sekedar dengungan nyaring di telinganya. Dia sadar rapat ini hanyalah cara mereka untuk menampilkan kecacatan dirinya dalam memimpin. Namun Selina belum bisa membalas semua serangan itu, lantaran harus bertanding dengan mempertahankan kesadarannya sendiri. Lingkaran hitam di matanya menunjukkan betapa kerasnya Selina melawan rasa kantuknya. ‘Apa perlu mereka berputar-putar seperti itu? Kenapa tidak langsung ke intinya saja?’ geramnya dalam hati.Kepalanya semakin sakit dengan perdebatan panjang di antara petinggi yang sebenarnya hanya ingin menjatuhkannya. Selina mendesis pelan ketika denyutan di pelipisnya semakin terasa.Tadi malam, ketika dia hendak tidur, ada telepon dari Rumah Sakit yang memberitahukan kondisi Aswin yang mendadak kritis. Terpaksa Selina harus ke sana meski jarak kediaman Madam itu ke Rumah Sakit memakan waktu 3 jam. Zander sampai turun t

  • Pengantin Pengganti untuk Tuan Zander   92. Isi Energi

    Matahari sudah tenggelam sepenuhnya ketika mobil Selina berhenti di depan rumah dua lantai di ujung kota. Salah satu kediaman milik Madam Natasya yang jauh dari hiruk pikuk kota. Tempat yang paling dibutuhkan Selina untuk menenangkan kekacauan dalam pikiran.Suara langkahnya bergema di lantai marmer, jernih dan lambat, seolah setiap denting tumit sedang menghitung berapa banyak masalah yang dia hadapi hari ini. Udara di dalam rumah tenang, tapi keheningannya seperti dinding es yang membungkam, menekan, memantulkan pikirannya sendiri.Ia meletakkan tas di kursi, lalu menjatuhkan tubuh di sofa. Bahunya berat, matanya separuh tertutup. Entah berapa lama ia hanya duduk begitu, mendengarkan jam dinding berdetak dan napasnya sendiri yang terasa terlalu nyata.Sepasang tangan tiba-tiba menyentuh kepalanya pelan. Hangat. Ragu di awal, lalu beralih jadi pijatan lembut di pelipis. Selina tak perlu menoleh. Aroma sabun kayu cendana itu tak bisa salah.Senyum kecil muncul di bibirnya. “Terima kas

  • Pengantin Pengganti untuk Tuan Zander   91. Dituduh Meniru

    Untuk menemukan informasi tambahan ternyata tak semudah yang Selina pikirkan. Isabella terlihat tertekan ketika disinggung tentang kecelakaan itu. Selina menghela napas berat, lalu berbalik menghadap Lumi, “Sudahlah…, lebih baik kita pulang dulu,” ajaknya.Lumi mendesah lelah, sebelum akhirnya mengikuti langkah Selina. Baru beberapa meter mereka berjalan, tiba-tiba terdengar suara gaduh.PLAKKK! Suara tamparan keras itu membuat Selina dan Lumi saling berpandangan. Lantas, dengan sedikit berlari, mereka melihat ke sumber suara.Di ambang pintu Panti Asuhan, ada seorang wanita dengan gaun mahal berwarna merah marun, rambut tersanggul rapi, dan wajah meradang menunjuk-nunjuk ke Isabella. Gadis yang dimarahi itu hanya menunduk dengan memegangi pipi kirinya yang tampak memerah. “Berani-beraninya kau keluar terlalu lama!” suara wanita itu melengking, penuh amarah. “Aku sudah bilang, jangan bergaul terlalu bebas di tempat ini!”Beberapa anak panti yang mendengar ribut-ribut langsung berla

  • Pengantin Pengganti untuk Tuan Zander   90. Menemui Saksi

    Selina turun dari mobil, diikuti Lumi di belakang. Mereka memasuki perkarangan yang nampak sangat bersih dengan berbagai jenis bunga aneka warna. Di sisi kanan halaman, ada sebuah spot khusus layaknya taman bermain mini dilengkapi berbagai fasilitas bermain.“Bukan main…, tempat ini bagus banget!” decak Lumi kagum.Belum lagi ketika nampak bangunan dengan palang nama “Panti Asuhan Pelabuhan Baru” yang tampak sangat asri. Tak mewah namun juga tak sederhana. Bangunan itu tampak begitu cantik dengan arsitektur yang terlihat rapi, sedap dipandang.“Wahh…”Bibir mereka tak bisa berhenti menganga melihat kondisi Panti Asuhan yang begitu cantik. Jauh berbeda dari panti sederhana tempat asal mereka dulu. Senyum kagum sempat terbit di wajah keduanya, namun segera menghilang saat mereka mengingat tujuan datang ke sini.“Kagumnya nanti saja. Kita harus mencari Isabella,” sentak Selina lebih ke mengingatkan diri sendiri.Tanpa menunggu jawaban Lumi, Selina menyeret sahabatnya itu menuju pintu Pan

  • Pengantin Pengganti untuk Tuan Zander   89. Aku terima Wasiat itu

    "Mana bisa seperti itu?" Suara William meninggi, membuat semua orang menoleh padanya. Tatapan semua orang membuat William seegra sadar bahwa telah kelepasan. Sabrina bahkan menatapnya dengan raut wajah tak senang serta curiga. William mengumpat dalam hati, lalu cepat-cepat berdehem untuk mencairkan suasana. "Maksudku..., Selina masih terlalu muda untuk mengemban tugas yang begitu berat. Dia juga tak mempunyai latar belakang dunia bisnis. Aku khawatir amanat almarhum justru akan memberatkannya.” Suaranya kini terukur, lebih terkendali. “Untuk sementara, lebih baik perusahaan dipimpin oleh orang yang sudah berpengalaman. Selina bisa belajar secara bertahap sampai benar-benar siap.” Pendapat itu terdengar masuk akal. Beberapa pelayat mulai menagngguk setuju. Banyak yang mernimbang Selina memang tidak layak jika harus menjadi pemimpin perusahaan. "Benar juga...," guman Sabrina dengan suara seraknya. Selina hanya bisa menunduk lantaran dia tak bisa memberikan opini yang mendukung kepa

  • Pengantin Pengganti untuk Tuan Zander   88. CEO Baru Castellvain

    [CEO Castellvain Group, Zander Castellvain, tewas dalam kecelakaan mengenaskan.]Judul itu menyalak di setiap portal berita, membuat saham Castellvain sempat terjerembab dan memicu badai spekulasi. Wartawan menyerbu lobi perusahaan, kamera berkilat tanpa henti, seolah haus darah. Para karyawan terperangah, seakan dunia mereka baru saja runtuh.William, juru bicara perusahaan, berdiri di tengah kerumunan. Wajahnya pucat, senyumnya hambar, mencoba tampak kokoh meski suaranya bergetar. “Mohon tenang. Kami juga baru menerima kabar mengenai kecelakaan yang menimpa Tuan Zander. Untuk saat ini, kami tengah berusaha menghubungi asistennya untuk dimintai keterangan. Jika berita itu benar, kami sangat berduka…,” ucapnya, menahan nada genting.Namun seorang wartawan menusuk dengan pertanyaan yang membuat udara membeku. “Apakah Anda belum tahu, Asisten CEO tengah kritis di Rumah Sakit Cendana?”William terpaku. Matanya membesar. “Apa?” suaranya serak, seperti tercekat. “Asisten CEO… kritis?”Gu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status