"Alia...?!" Erland menggoyangkan tangan di depan wajahku, menarik kesadaranku yang mengambang hendak mengambil sikap.
"Eh, kamu mau kumasakkan sesuatu? Di kulkas masih ada sayur pelengkap buat nasi goreng spesial?" ucapku membelokkan perhatian. Huh, nyatanya aku yang belum siap menabuh genderang perang."Masakanmu selalu spesial. Porsinya jangan ngepas, aku bisa nambah sebab kangen racikanmu. Sekarang kutinggal mandi dulu?" sahut Erland seraya tersenyum mengguyur hatiku yang panas dingin. Lelaki itu lantas bangkit dan kembali ke kamar.Aku merutuki diri sendiri yang tak seberani Rivana menghadapi kenyataan. Sebelah hatiku bagai tak rela manakala pikiranku ingin memvonis bahwa rumah tangga kami mesti diakhiri secepat ini.Kuenyahkan kata hati dan olah pikir yang tak sinkron, beralih membuka kulkas dan mulai meracik bahan untuk tiga porsi nasi goreng andalan. Sengaja kali ini tidak menggunakan bumbu instan dan malah menguleg bumbu dasarnya setelah mDua hingga tiga hari setelah kepulangan Erland, aku masih tidak memiliki alasan, atau pun keberanian untuk membuka wacana kebohongannya yang tertangkap basah oleh Feysa.Erland tiada menunjukkan gelagat tak wajar, sikapnya malah semakin hangat seperti hari ini. Sejak pagi hendak berangkat kerja dia berkata akan pulang cepat untuk mengajak makan malam. Aku diminta pesan gofood saja buat makan siang jadi seharian tak perlu repot ke dapur."Kujemput di sini atau di rumah kecantikan di mana gitu? Kau mungkin ingin melakukan perawatan?" Duh, sedetail itu perhatiannya pada kebutuhan memanjakan diri yang bahkan terabaikan olehku sendiri."Ya, nanti kukabari di mana lokasinya. Thanks sudah memberi ide," kuangguki sarannya dengan positif thingking bahwa itu kode darinya menginginkan istri tampil lebih fresh dan glowing.Jadilah semenjak pukul sepuluh pagi aku menjalani perawatan wajah dan tubuh lengkap di sebuah Rumah Kecantikan dan Spa yang reko
Pagi ini kuterima kabar kesehatan bunda yang memburuk, beliau drop tadi malam dan dilarikan ke rumah sakit menjelang subuh."Bisa antarkan ke rumah sakit, Er? Kondisi bunda turun drastis...""Ya, aku pasti ke rumah sakit juga. Aku mengabari kantor dulu karena masuk terlambat," suamiku menyahut ditengah kesibukannya mengenakan kemeja kerja yang sudah kusiapkan."Ehm, aku kemungkinan menginap....?" sambungku bermaksud meminta izinnya. Selama belum bersuami, memang aku lah yang siaga di sisi bunda bila dirawat di rumah sakit."Iya Al, bersiaplah. Oh ya, bagaimana kalau sarapannya dijadikan bekal saja. Setelah memastikan keadaan bunda kita bisa menyantapnya di sana?" Sarannya itu membuatku gegas ke meja makan, mengemas menu sarapan dalam kotak sekali pakai. Tak lupa membungkus sendok dengan kertas tissue dan menyertakan dua botol air mineral.Setelah itu balik ke kamar memasukkan baju ganti dan selimut serta sabun muka plus sikat gi
Setelah lima hari dirawat di rumah sakit akhirnya bunda bisa pulang dan berikutnya harus menjalani kemoterapi. Terkadang pikiranku kalut, sampai kapankah bunda bisa bertahan dalam pengobatan. Teman masa SMA-ku yang mengidap kanker payudara berpulang pada Illahi Rabbi setelah tujuh tahun berjuang melawan sel kanker. Lalu bagaimana dengan bunda yang usianya menjelang limapuluh tahun?"Mandi dulu atau mau langsung temani aku makan gado-gado ini?" Suamiku menyambut dengan memperlihatkan dua porsi gado-gado."Aku cuci muka dan tangan dulu deh, kayaknya dimakan sekarang lebih enak?" ujarku yang jadi tergiur membayangkan jenis santapan dilengkapi kerupuk itu.Petang ini Erland sudah lebih dahulu tiba di rumah ketika aku pulang dari menjenguk bunda dengan taksi online. Semingguan ini aku memang bolak-balik ke rumah orang tuaku, sebelum kuliah sekalian mengantar porsi masakan yang kubuat untuk ayah bunda. Bisa juga pulang dari kampus aku singgah lalu mala
Dua hari setelahnya aku belum punya cara menyampaikan berita kehamilan pada Erland. Sore ini pukul setengah enam suamiku baru pulang kerja, setelah membersihkan diri maka seperti biasa Erland mencari kesibukan sendiri sedangkan aku berkutat menyiapkan makan malam. Kali ini seleraku adalah sambal goreng jeroan dan hati berkuah santan dengan sayuran lengkap wortel, kembang kol, buncis dan telur puyuh.Sambil menunggu kuah meresapkan bumbu dan bahan isian di atas api kecil, ku iris buah dan mulai menyemil potongan buah pear. Erland mendekat dan ikut menikmati dari piring yang kusodorkan ke dekatnya."Besok aku izin mengantar Arumi berobat lagi, Al?"Uhuk ! Aku tersedak dan gegas meraih gelas minum yang kuteguk dengan darah mendesir. Kejujuran laki-laki ini sungguh mengejutkan.Bermaksud meredakan gemuruh dalam dada, aku berdiri mematikan kompor. Hasilnya sandal pun terkait kaki kursi membuat tubuhku sedikit oleng. Dalam hati aku merutuki be
Pesan masuk dari Om Jiwo pagi ini membuatku tercenung lama, Arumi menolak pergi untuk pengobatannya. Wanita yang kian hari semakin ringkih itu hanya menginginkan menjalani terapi bila bersamaku, ketika dibujuk agar bersedia ditemani kedua orang tuanya justru memunculkan disorientasi. Arumi menanyakan berulang-ulang untuk keperluan apa dia melakukan perjalanan bersama papi-maminya nanti?"Om malu menyampaikan ini Nak Erland, karena memintamu melakukan hal yang sulit. Arumi sendiri yang memintamu menikah, tapi sekarang dia sudah lupa pria yang sudah berkeluarga perlu menjaga marwah pernikahannya. Jika coba dijelaskan padanya, apakah putri om itu bisa memahami bahwa kau punya tanggung jawab terhadap istrimu juga?"Om Jiwo begitu biasa aku menyapa papinya Arumi, mengucapkan kalimat panjang itu dengan suara sedikit bergetar. "Om dan maminya Arumi sudah ikhlas dengan ujian ini, kami hanya berikhtiar untuk bisa memperpanjang waktu bersamanya dua atau
Kediaman mewah dengan taman depan begitu hijau teduh dan asri yang kami masuki, hanya bisa kutebak sebagai tempat tinggal Arumi dan keluarganya. Selebihnya Erland mengemudi dalam diam dan di awal perjalanan ke sini sempat menggenggam jemariku di tengah fokusnya mengemudi."Bersiap lah sore nanti, kita akan menemui Arumi dan keluarganya." Pesan Erland siang tadi masuk ke akun WatsAppku. Dadaku berdebar halus merespon tanggapannya setelah kutantang dini hari setelah kami melaksanakan sholat sunat tengah malam.Seorang pelayan membukakan pintu jati yang menjulang berukiran estetis. Erland sepertinya sudah sangat dikenal karena si pelayan tidak bertanya apa-apa selain langsung menyilakan kami masuk dengan sopan."Saya bersama Alia, istriku. om, tante?" Erland menyapa sepasang suami istri yang kuduga adalah kedua orang tua Arumi, mereka sudah menunggu di ruangan tamu yang dipenuhi set kursi jati berukiran indah beralas busa beledru yang begi
Alzheimer! Penyakit yang merampas ingatan seseorang di masa lansia, itu kini yang menggerogoti Arumi pada usia terbilang muda."Kasus seperti Arumi termasuk langka, tidak sampai 400 orang hingga kini di seluruh dunia yang terkena di bawah usia 65 tahun." ungkap Erland sepulang dari kediaman mantan kekasihnya itu.."Bagaimana gejala awalnya?" rasa penasaranku sedikit terjawab kini."Dua tahun yang lalu, dia mulai mengalami kebingungan. Tidak bisa mengingat hal-hal kecil atau di mana menyimpan benda yang rutin di keseharian. Lalu mulai lupa alamat rumah, kalau keluar rumah mentok satu tujuan. Agenda lain terlupakan, ...""Dia juga melupakan hubungan denganmu?" kejarku jadi ingin tahu perspektif Arumi terhadap kisah cintanya dengan Erland."Orang-orang terdekatnya tetap utuh dalam memorinya Al, tapi kesulitan Arumi adalah menghubungkan antar memori yang membuat ingatannya timbul tenggelam. Hal-hal kecil bagai runtuh, padahal seringkali hal k
"Arumi sakit parah, tentu saja Erlan tidak bisa meninggalkannya? Informasi kawanku sebatas itu, lalu kutanyai Erlan sehari sebelum pernikahan. Dia bilang iya, terus katanya komitmen dan perasaan itu dua hal yang berbeda," Rivana menjawab ketika kutanya sejauh mana dia mengetahui perihal sakit Arumi."Arumi terkena Alzheimer, Va? Erland memenuhi permintaanku untuk dipertemukan dengannya," Hahh, Arumi gegas menghela lenganku ke kamarnya, menutup pintu dan menatapku setengah tak percaya.'Terus gimana? Lanjutin cerita Al,"Kusampaikan situasi pertemuan di kamar Arumi, sikap om Jiwo dan tante Mia, juga penuturan suamiku malam itu."Jadi rivalmu sekarang penderita penyakit langka?" "Issh, jahatnya kamu Va?" Kumelotot mendengar lontarannya."Kapan Erlan belajar mencintaimu bila terus saja terlibat dengan Arumi? Sori ya Al, aku ngomong apa adanya...""Setidaknya dia mencintai anak kami, Va?" tukasku menundu