Share

04 - Kedatangan Pengantin

PENGANTIN PESANAN

04 – Kedatangan Pengantin

-3 BULAN KEMUDIAN-

“Bos, pesawatnya sebentar lagi landing.”

Ponsel Danesh yang disetel dalam mode senyap menampilkan notifikasi di layar. Nama Ucok, asisten pribadinya, muncul dengan pesan yang membuat jantungnya berdebar tidak karuan.

Ah, setelah penantian dan proses yang panjang, akhirnya mereka akan bertemu juga ….

Danesh menyentuh layar ponselnya dan kembali memusatkan perhatian pada Jaksa yang sedang membaca dakwaan.

“Dan… lu yakin ya kalau gue bakal bebas sebentar lagi?” bisik Rafi yang duduk disebelahnya di kursi pesakitan.

Banyak yang terjadi dalam tiga bulan ini; selain Danesh yang sibuk memilih calon pengantinnya melalui website ‘Deep Web’, Rafi juga tertangkap tangan menyuap aparatur negara agar mendapatkan tender proyek pembangunan jalan.

Karir Rafi yang tadinya semulus jalan tol kini terpaksa harus masuk pit stop.

Danesh hanya tersenyum simpul dan balas berbisik, “Asal lo ikutin semua yang gue instruksikan, enggak usah kebawa emosi. Stay cool, man. We got this.”

Rafi, pengusaha muda yang kebetulan satu SMA dengannya itu mengangguk patuh. Dia menarik-narik kerah baju tahanan yang dipakainya, berkali-kali dia bergerak gelisah di kursinya. Tawanya yang khas kini berganti dengan ekspresi kosong.

Apalagi ketika Jaksa berbicara, pikiran Rafi langsung kemana-mana. Dia tidak ingin berada di sini, Pengadilan tidak pernah ada dalam daftar tempat yang ingin dikunjunginya.

Sementara itu Danesh, seorang Pengacara ternama yang punya track-record tak terkalahkan dalam tiga tahun terakhir itu terlihat tenang dan santai. Dia duduk dengan kedua tangan saling mengait di atas meja, mendengarkan dakwaan yang sudah dia hapal luar kepala.

Matanya melirik Hakim yang berada di atas mimbar. Tanpa sengaja pandangan mereka bersirobok. Dalam beberapa detik saling tatap itu, Danesh tau bahwa Hakim Ketua sudah berada di pihaknya.

Dia mengembuskan napas bersamaan dengan Jaksa yang selesai membacakan dakwaan.

Hakim Ketua berdeham dan beralih pihak Terdakwa, “Saudara Terdakwa, sudah jelas dengan isi dan maksud Surat Dakwaan yang tadi dibacakan oleh Panitera?”

Danesh menyenggol Rafi, menariknya kembali dari lamunannya.

Rafi tergeragap dan buru-buru menjawab seperti yang sudah dilatih oleh Danesh, “Sudah, Yang Mulia.”

Hakim kini menatap Danesh, “Penasihat Hukum, apakah keberatan dengan Surat Dakwaan tersebut?”

“Ya, Yang Mulia. Kami sedang menyiapkan Nota Keberatan.”

Rafi menoleh pada Danesh dan mengembuskan napasnya. Apapun yang dilakukan Danesh sebagai pengacaranya, Rafi akan menurut saja. Dia memercayai Danesh sepenuh hatinya.

“Baik, sidang ditunda sampai minggu depan untuk pembacaan Eksepsi dari pihak Penasihat Hukum Terdakwa.”

Tok! Hakim Ketua mengetuk palu kemudian beranjak dari mimbar Majelis Hakim untuk pergi meninggalkan ruang sidang.

Semua orang berdiri untuk menghormati para hakim yang berjalan ke belakang mimbar dan menghilang dari balik pintu.

Danesh berdiri dan menoleh pada Rafi yang sekarang jadi kliennya, “Tenang, man. You’re in the good hands. Tim gue lagi nyiapin semuanya. Lo enggak usah banyak gaya di dalam sana, ikuti saja alurnya, OK?”

Rafi hanya mengangguk, “Gue kangen bini gue, Dan…”

Danesh tersenyum penuh simpati melihat ekspresi kusut dari temannya itu. Dia merangkul Rafi sejenak dan berbisik, “Dalam beberapa bulan lo bisa pulang ke rumah dan ketemu sama bini lo lagi.”

“Gimana sama ‘bini’ lo? Udah nyampe?” tanya Rafi sambil berbisik. Berbicara mengenai hal-hal ringan sedikit membuatnya tertarik lagi pada kehidupan.

Semenjak masuk penjara, sepertinya depresi mulai melanda.

Danesh tidak menjawab, dia hanya menepuk bahu Rafi dan bergumam, “Sampai ketemu lusa, jadwal kunjungan ke lapas udah disetujui.”

“Thanks, man. Salamin buat keluarga gue, ya.”

“Lo mau nitip apa? Gue bisa bawain nanti.”

Rafi tercenung sebentar, namun kemudian menggeleng, “Ehm …. Kalau bisa …. Gue kepingin makan cake buatan nyokap gue, Dan. Cake cokelat yang biasa dia bikinin buat gue setiap ulang tahun.”

Danesh tertegun mendengar permintaan Rafi yang tidak biasa.

Namun, sikap orang yang masuk penjara tidak pernah ada yang biasa.

“OK. Nanti gue sampaikan ke nyokap lo, Raf. Jaga diri di dalam sana.”

Rafi mengangguk kecil kemudian mengulurkan tangannya untuk diborgol oleh petugas sebelum digiring kembali ke mobil tahanan.

*

Danesh keluar dari ruang sidang langsung disambut oleh gerombolan kuli tinta yang mengejar berita. Bromo, bodyguard-nya yang tinggi besar berhasil menghalau jurnalis yang mengerubungi mobil pengacara terkenal itu.

“Pak Danesh, boleh satu-dua kata?!”

“Pengacara, tanggapannya mengenai sidang hari ini?”

“Danesh, yakin menang persidangan kali ini?”

Danesh sudah terbiasa dengan serbuan pertanyaan yang dilontarkan oleh para wartawan yang mengejar berita. Dia hanya melemparkan senyum tipis misterius, melambai dan masuk ke dalam mobilnya yang berkaca gelap.

Danesh mengembuskan napasnya sembari melonggarkan dasinya. Embusan dinginnya AC sejenak menyejukkan kepalanya yang mulai panas.

Bromo duduk di kursi depan dan bertanya dengan suara berat, “Pulang, Bos?”

“Ucok udah ngabarin?”

“Sudah, Bos. Mereka dalam perjalanan ke rumah.”

“OK, mampir dulu ke toko bunga.”

“Baik, Bos.”

Bagaikan Nabi Musa yang membelah Laut Merah, sedan hitam mewah itu menerobos kerumunan jurnalis yang masih mengerubungi mobil pengacara kondang, berharap mendapatkan secuil informasi untuk dijadikan berita.

Namun, Danesh bukan pengacara yang sering mengobral kata. Dia terkenal pelit memberikan info pada wartawan. Dia lebih senang menggebrak sidang dengan fakta-fakta dan bersilat lidah melawan Jaksa. Dia akan berbicara pada jurnalis jika sudah yakin akan menang.

Dalam kasus ini, Danesh memilih bungkam, lagipula dia sedang tidak berselera untuk wawancara. Ada yang lebih penting daripada membuat berita ….

*

Awalnya Danesh memang berminat dengan perempuan Rusia, namun ketika membuka website dan melihat katalog para wanita yang mendaftarkan diri untuk dijadikan kekasih atau istri, Danesh kecantol dengan seorang perempuan Ukraina.

Namanya Katya Boshena.

Hijau matanya memesona Danesh, dia terpana melihat foto sang gadis Ukraina. Tanpa pikir panjang, Danesh menjatuhkan pilihannya pada Katya.

“Wah, selera kamu bagus juga, Dan.” Komentar Mami ketika mereka bertemu untuk melanjutkan transaksi. Jarinya yang lentik dengan kuku panjang yang dipulas warna merah menyentuh layar tablet, senyum tersungging di bibirnya yang tebal “kamu yakin mau sama yang ini?”

Danesh mengangguk “Ya.”

Mami tidak bertanya kenapa walaupun wanita itu penasaran. Beliau mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu di sana, kemudian menyodorkannya pada Danesh, “Segini, Dan. Deal?”

Danesh melongok pada layar ponsel Mami yang menunjukkan angka sejumlah uang yang harus dibayarnya. Alisnya naik sebelah, lelaki itu memandang Mami dan tersenyum, “Damn, mahal juga…”

Mami tertawa, “Ini udah termasuk biaya transport, akomodasi, visa, pajak …. Kamu enggak perlu pusing mikirin yang lainnya. All in!”

Danesh mengangguk-angguk, otaknya sibuk berpikir dan mengkalkulasi, “Sistem bayarnya gimana, Mi?”

“DP dulu sini ….” Mami menggoyangkan tangannya dengan sikap meminta pada Danesh, “setelah DP, boleh bayar tahap pertama, tiga bulan kemudian baru lunasi.”

“Oh, jadi kalau saya enggak puas dengan ‘service’ atau ‘barang’nya bisa ditukar atau diretur?” tanya Danesh dengan nada menggoda.

Mami tertawa dengan guyonan Danesh, “Ya, bisa dibilang begitu. Karena dalam tiga bulan itu pasti ada banyak hal yang terjadi. Mungkin aja kamu enggak suka dia tidurnya ngorok atau suka nendang-nendang, atau kamu enggak suka dia ternyata enggak bisa masak, padahal di CV-nya dia bilang jago masak. Yah, hal-hal kaya gitu sering terjadi.”

“Hmmm…” Danesh mengusap-usap dagunya.

“Baru aja kemarin kita kembaliin satu cewek ke Rusia karena dia enggak lolos ujian menyetir mobil, sedangkan suaminya ingin mereka road trip keliling Amerika. Jadi dia perlu perempuan yang bisa nyetir mobil.”

Danesh membelalak, “Ada yang kaya gitu, Mam?”

“Hm-hm. Oh, kalau kamu tau apa aja keinginan para lelaki ini …. Demi Tuhan, kalian para pria bilang kalau kami, para wanita ini rewel, kalian enggak lihat teman sesama lelaki… apalagi lelaki yang punya duit dan punya preferensi tersendiri. Belum lagi yang punya fetish ….”

Danesh mengulum senyumnya mendengar keluhan wanita yang sampai sekarang tidak diketahui nama aslinya. Mami dan bisnisnya begitu terselubung.

“Saya enggak banyak maunya, Mam. Saya hanya mau Katya.”

Mata Mami berkilat mendengar kalimat Danesh, “Jadi deal harganya segini, ya?”

“DEAL!”

*

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Herni Widjaya
DEAL...Katya Boshena...Jan bilang kamu masi sodaraan sm yg punya taksi Bosowa...... masi ada ga itu taksi...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status