Share

Sandiwara

Hari ini, mungkin adalah hari terburuk untuk Zucca Gervaso Hugo. Sang penerus Hugo Grup dan Stava Diamond, perusahan yang bergerak di bidang bisnis dan perhotelan, serta market-market lainnya yang ada di seluruh dunia.

Nyonya Yoana sudah menyampaikan niatnya kepada Zucca, pria tampan berhidung mancung itu pun menolak dengan tegas keputusan sepihak yang diambil oleh ibunya. Dia tidak mau menerima permohonan itu. Namun, Nyonya Yoana pun mengancam jika Zucca tidak menurut maka dia akan mencopot hak warisnya.

"Gak bisa gitu, dong, Ma! Zucca belum mau menikah. Apalagi dengan orang yang baru saja Mama temui. Kenal juga belum, kita mana tau dia sengaja menyewa dua preman itu untuk menodong Mama dan pura-pura menyelamatkan. Basi! Trik murahan itu sering terjadi, Ma."

Panjang lebar Zucca bicara, ibunya tetap tidak mau mendengarkan anaknya.

"Ya, sudah. Kamu gak mau pun gak apa-apa, hak waris akan mama berikan kepada yayasan."

"Ma! Ini gak adil!"

"Apanya yang gak adil? Ini cukup adil, Zucca. Dia gadis baik-baik, mama bisa merasakan itu!"

"Tapi, Ma—"

"Pikirkan pilihan yang mama kasih tadi."

Nyonya Yoana keluar dari kamar anaknya, sementara Tuan Fernando tidak bisa berbuat apa-apa lagi karena nyawa istrinya telah diselamatkan oleh Sierra.

Zucca membanting apa saja yang ada di atas meja kerjanya. Serba salah. Jika dia tidak menuruti kemauan ibunya, sudah pasti dia tidak akan mendapatkan hak waris atas semua harta kekayaan Gervaso.

Nyonya Yoana memiliki dua orang anak, kakaknya Zucca sudah berkeluarga dan ikut suaminya tinggal di Amsterdam. Pewaris harta adalah anak laki-laki saja, karena anak perempuan ikut suaminya. Biar pun begitu, Zamora Nieva tidak merasa keberatan. Suaminya dari kalangan atas, sama sepertinya.

_

"Sayang, apa kamu tidak terlalu keras dengan Zucca? Papa kasihan sama anak itu," ucap Tuan Fernando kepada istrinya yang tengah bersiap ke rumah sakit.

"Nggak, Pa. Justru mama memberikan yang terbaik untuk dia. Gadis itu adalah gadis baik-baik dan masih perawan," bisik Yoana kepada suaminya.

Di jaman seperti ini, gadis berusia 20 tahun sudah jarang ada yang masih perawan. Jangankan 20 tahun, 15 tahun saja mungkin sudah tidak ada yang perawan. Wanita berwajah teduh itu telah menyelidiki asal usul Sierra, menyewa detektif ternama dengan bayaran yang cukup fantastis.

Dua kakaknya pun sudah diberitahu oleh detektif Aiko, kalau adiknya baik-baik saja dan sedang dirawat di rumah sakit. Semua itu atas suruhan dari Yoana.

Siang ini, Sierra dan Fabio sudah diperbolehkan pulang. Kondisi mereka perlahan pulih dan membaik, tiga hari berada di rumah sakit membuat mereka jenuh sepertinya.

"Mama mau ke rumah sakit?" Tuan Fernando berniat ikut.

"Iya. Hari ini mereka pulang, sekalian mama ingin meminta ijin kepada kakaknya gadis itu untuk menikahi adiknya dengan anak kita."

"Papa ikut, deh."

Mobil Mercedes Benz S Class Limousine sudah menunggu mereka tepat di depan pintu rumah, supirnya bernama Adi sudah bekerja lama di rumah ini.

"Pak, kita jalan sekarang. Oh, iya, mampir dulu ke toko berlian, ya." Nyonya Yoana berucap seraya masuk ke dalam mobil.

"Beli cincin sekarang?" Tuan Fernando mengernyitkan dahi tanda ia masih heran dengan keputusan istrinya yang terlalu terburu-buru.

"Iya. Mama mau kasih hadiah untuk kakaknya. Kenapa?"

"Oh, gak apa-apa. Jika Mama senang, lakukanlah."

Senyum manis merekah pada bibir wanita cantik itu, "Papa tenang aja, mama ga akan salah pilih, kok." Nyonya itu mengusap-usap lengan suaminya seolah memberitahu jika pilihannya adalah yang terbaik.

_

"Sierra, kamu yakin uda baikan?" Fabio terus memperhatikan gadis di sebelahnya.

Gadis itu mengangguk dengan senyuman.

"Aku aja masih kerasa sakit, masa kamu udah baikan?"

"Tiga hari tiduran terus, badan aku jadi pegel. Ya, memar di wajah, sih, masih sakit. Tapi aku pengen cepet-cepet pulang, kasihan kakakku nanti. Pasti mereka khawatir banget sama aku," jawab gadis itu cemas.

Tak lama, suara pintu terbuka dan mereka langsung menoleh secara bersamaan ke arah pintu.

"Kak Selena, Seina!" jerit Sierra histeris.

Dua kakaknya itu langsung berhambur ke tempat adiknya terbaring.

"Sierra! Kamu gak kenapa-napa, kan? Syukurlah. Kami kira, kita gak akan ketemu lagi." Mereka berpelukan sambil menangis, Fabio hanya menatap mereka dengan iba.

Selena dan Seina sudah pasrah beberapa hari ini tanpa kabar dari sang adik. Tepat dihari kedua, Detektif Aiko mendatangi mereka dan memberitahu kejadian yang menimpa adiknya.

"Hp kamu kenapa gak aktif?" tanya Seina lirih.

"Hp aku sepertinya hilang, Kak. Kalian tau dari mana aku di sini?" Sierra bingung.

"Ada orang yang datang dan kasih tau kalau kamu ada di rumah sakit. Kamu ngapain, sih, sampe nekat nolongin orang segala! Kamu tau si Badrun, kan?!" Kesal karena sifat tidak tegaan sang adik yang berujung seperti ini.

Namun, mereka tidak tau dampaknya, karena aksi penyelamatan itu akan merubah nasib sang adik.

"Kalian sudah di sini rupanya?" Suara lembut dari arah pintu, membuat mereka menoleh ke sumber suara.

Wanita anggun dan laki-laki berwibawa dengan setelan jas berdiri di ambang pintu. Sepasang suami istri itu berjalan mendekat ke arah mereka, wangi dari parfum yang begitu manis menguar ke seisi ruangan.

"Kalian siapa?" tanya Selena.

"Saya Yoana, dan ini suami saya Fernando." Senyum ramah dari wajah cantik itu membuat empat anak muda terperanjat.

"Adikmu yang menolong saya, kalau tidak ada dia ... mungkin saat ini, saya sudah ada di alam baka kali, ya." Nyonya Yoana mendekat dan duduk di antara mereka.

"Gimana perasaanmu sekarang, Sierra?" Nyonya Yoana mengambil tangan gadis itu lalu menggenggamnya dengan penuh perasaan.

Entah kenapa, hatinya merasa cocok dengan gadis itu. Seperti ada ikatan batin di antara mereka.

"Sudah baikan, Nyonya. Terima kasih sudah merawat saya dan Fabio sampai pulih," kata Sierra.

"Justru saya yang harus berterima kasih padamu, Nona cantik. Kenapa kamu mau menolong saya waktu itu? Padahal, kamu bisa aja seperti yang lainnya ... menonton dan merekam tanpa ada yang membantu," imbuhnya.

"Adik saya ini, memang selalu tidak tegaan orangnya, Nyonya. Dia sering dimanfaatkan oleh orang-orang karena sifatnya itu." Selena memprotes sifat adiknya yang terkesan terlalu bodoh.

Nyonya itu hanya tersenyum dan menoleh ke arah suaminya. Laki-laki penuh kharisma itu mengangguk pelan.

"Ini, ada hadiah kecil untuk kalian. Saya harap, kalian mau menerimanya." Yoana menyerahkan empat goodie bag berukuran sedang ke pada mereka.

Empat anak muda itu merasa ragu dan takut untuk mengambil hadiahnya, tetapi Tuan Fernando meyakinkan mereka jika itu adalah sebuah tanda terima kasih untuk mereka dari istrinya.

Masing-masing mendapatkan satu set perhiasan berlian, Fabio mendapatkan sebuah jam tangan yang tak kalah mewah dengan perhiasan itu.

"Ini terlalu mahal dan mewah untuk kami, Nyonya!"

Hampir bersamaan, mereka terkejut dan spontan mengucapkan kata-kata tadi.

"Tidak. Kami akan mengantarkan kalian pulang, bersiaplah."

Mereka bersiap untuk pulang dengan hati berbunga-bunga. Bagaimana tidak, hari ini adalah hari keberuntungan bagi mereka. Mendapatkan barang mewah yang dalam mimpi pun terasa sulit untuk diraih.

"Terima kasih sekali lagi, Nyonya. Tuan." Sierra merapatkan kedua tangannya di depan dada.

"Terima kasih, kalian tidak perlu repot-repot." Kali ini Selena yang berbicara.

"Tidak merepotkan, justru saya senang melihat kalian mau menerima hadiah kecil itu. Kita mampir ke restoran dulu, ya, sebelum pulang. Saya sudah lapar, tadi belum makan."

"Hadiah kecil? Ini terlalu mewah untuk kami, Nyonya." Fabio menimpali.

"Sudah. Sudah. Ayo kita jalan sekarang," ucap Tuan Fernando.

"Kami sebaiknya pulang aja, Nyonya. Tuan. Tidak enak, terlalu banyak pengeluaran untuk adik saya dan lagi barang-barang mewah ini." Selena mencoba menolak ajakan orang kaya itu, tentu dia tidak enak hati.

"Ada yang ingin saya sampaikan kepada kalian berdua, sebaiknya kita bicara di restoran aja. Setelah itu, kami akan mengantar kalian pulang. Tenang aja," kelakar nyonya itu.

Empat anak itu saling menatap satu sama lainnya, mereka saling mengedikan bahunya. Akhirnya

mereka berjalan di belakang dua orang kaya itu, empat anak muda itu senyum-senyum saling menyenggol lengan masing-masing. Tentu saja mereka bahagia.

_

Restoran mewah dan termahal di kota ini, bangunan menjulang tinggi seperti ingin menerobos langit.

TsukaYamika, resto dan hotel bintang lima milik Gervaso Group.

"Ayo, silahkan." Tuan Fernando mendesak keempat anak muda itu yang tidak mau masuk ke dalam lobi.

"Ada apa?" Kini Nyonya Yoana yang bertanya.

"Kami malu, Tuan, Nyonya. Gembel seperti kami, mana mungkin pantas masuk ke dalam." Selena mengutarakan isi hatinya, mewakili ketiga anak lain. Mereka mengangguk, membenarkan ucapan kakaknya.

"Ini milik keluarga kami, tidak akan ada yang berani mengatai kalian. Lagi pula, manusia tidak bisa memandang dari segi ekonomi aja. Sudah, ikuti kami."

Sebelum pergi tadi, mereka sudah berganti pakaian. Nyonya Yoana sengaja membelikan mereka baju ganti, wanita itu memikirkan perasaan mereka juga. Tapi, meskipun sudah berganti pakaian bagus dan mahal, hati mereka tetap saja malu menginjakkan kakinya ke gedung mewah ini.

Salah satu gedung yang paling terkenal dan sering menjadi pusat perbincangan di kalangan pertelevisian dan orang-orang pasar. Akhirnya, mereka bisa datang ke sini.

Mereka berjalan masuk ke ruangan super VIP, meja bundar dengan bangku mengitarinya, dan dilengkapi sofa di dekat jendela untuk bersantai.

"Duduklah," ucap Tuan Fernando ramah.

Hidangan mewah tersaji di atas meja, aneka menu menggugah selera. Hampir saja air liur Fabio menetes sangking ingin mencicipi semua itu.

Tujuh lobster besar, lima bebek panggang ukuran jumbo, 1000 tusuk sate ayam dan kambing, tujuh porsi sapi lada hitam, ayam goreng mentega, cumi dan udang saus tiram, cumi dan udang goreng tepung, dan lain sebagainya melengkapi meja bundar itu.

"Waw. Banyak sekali makanannya?!" pekik Sierra tak percaya.

Semua makanan itu adalah makanan mewah bagi mereka.

"Ini adalah sup liur burung, cobalah." Nyonya menyodorkan dan menggeser mangkuk sup ke depan Sierra.

Gadis itu mengangguk, sikap wanita itu dirasa terlalu berlebihan bagi Sierra.

"Selena, Seina, saya harap ... kalian bisa memberikan Sierra pada keluarga saya," kata Yoana.

"Maksud Nyonya?"

Selena dan Seina merasa heran, kenapa wanita itu bisa tau nama mereka? Padahal sebelumnya mereka tidak pernah memperkenalkan namanya.

"Sayang, biarkan mereka makan dulu." Tuan Fernando mengingatkan istrinya agar tidak terburu-buru.

Mereka sangat menikmati hidangan lezat itu, bahkan masih tersisa banyak saat perut mereka sudah tidak dapat menampung sisanya.

Nyonya itu menyuruh pelayan restoran untuk membungkus sisa menu yang masih belum tersentuh untuk dibawa pulang mereka, sementara sisa yang masih banyak namun sudah tersentuh dibiarkan begitu saja. Dia tidak ingin memberikan makanan bekas untuk dibawa pulang. Meski sebenarnya mereka tidak mempermasalahkan itu.

"Sayang, Nyonya. Biarkan kami membawa sisa yang di piring itu." Selena meminta makanan sisa itu untuk mereka makan beberapa hari ke depan.

"Tapi, itu sudah kotor."

"Tidak, itu masih layak untuk dimakan."

"Biarkan mereka membawanya," ujar Tuan Fernando.

"Baiklah kalau begitu. Oh, iya. Saya ingin Sierra menikah dengan putra saya, Zucca."

Mendengar ucapan wanita kaya itu, sontak mereka terkejut dan saling memandang secara bergantian.

"Naaf, Nyonya. Bukan saya menolak, tapi saya—"

Nyonya Yoana memotong ucapan Sierra, "Saya memilih kamu untuk menjadi menantu di rumah kami, tolong jangan menolaknya."

"Benar. Seharusnya kamu senang dan menerima tawaran ini," timpal suaminya.

"Saya tau diri, Tuan, Nyonya. Saya tidak pantas bersanding dengan anak kalian, saya hanya orang miskin yang bodoh. Membawa saya ke rumah kalian, sama saja dengan mencoreng nama baik kalian."

Suami istri itu tersenyum mendengar jawaban polos yang keluar dari mulut gadis cantik itu. Benar seperti yang dikatakan detektif Aiko, bahwa Sierra adalah gadis baik-baik dan berpikiran luas.

Tuan Fernando setuju dengan perasaan istrinya, kalau gadis itu memang terbaik untuk putra semata wayang mereka. Gadis yang tulus dalam menolong siapa pun.

"Pernikahannya tiga hari lagi, kamu bersiaplah untuk pindah ke rumah kami." Nyonya Yoana berbicara kembali.

"Tapi adik saya gak mau, Nyonya." Selena mencoba berbicara, keputusan ini terlalu mendadak dan mereka pun tidak saling kenal. Bagaimana bisa memutuskan hal besar itu?

"Tuan, tolong beritahu istri Anda. Kita belum saling mengenal, bagaimana mungkin kalian bisa percaya dan yakin dengan saya? Saya ini bukan gadis baik-baik, saya—"

"Kamu adalah anak ketiga dari pasangan bernama Liliana dan Gotama. Usia 20 tahun, mengumpulkan uang selama ini dengan bekerja hingga larut malam hanya untuk kuliah di jurusan design. Sierra Suelita tamatan SMK, yang mempunyai cita-cita sebagai perancang busana." Nyonya Yoana membacakan detail kepribadian dari Sierra, semua orang diam dan melongo.

"Dan ... yang paling penting menjadi nilai plus kamu adalah, sampai saat ini ... kamu masih menjaga kesucianmu. Bukankah begitu, Sierra?" sambungnya lagi dengan senyum ramah.

Sierra hanya membisu saat mendengarkan semua kalimat panjang tadi. Semua yang dikatakan nyonya itu adalah benar adanya.

"Udahlah, Sierra. Terima aja niat baik Nyonya ini." Fabio dengan berat hati mengucapkan kata-kata itu. Sebenarnya, dia begitu mencintai Sierra. Akan tetapi, ia sadar diri tidak mungkin membawa gadis yang ia cintai hidup susah.

"Jadi gimana, Dek?" Selena menyenggol lengan adiknya yang masih melamun.

Sierra memandang lirih kedua kakaknya bergantian, mereka saling berpelukan tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Lalu menangis bahagia.

"Jika kamu tetap menolak pun, kami akan tetap memaksa. Pikirkan masa depanmu, Sierra."

Kata-kata suami istri itu memang ada benarnya. Harusnya Sierra menerima tanpa banyak berpikir, kehidupannya akan berubah dan masa depannya pun akan terbuka. Semua mimpinya akan mudah tercapai.

Setelah memberikan jawaban, akhirnya mereka pulang ke rumah kontrakan. Tiga hari lagi adalah hari yang akan menentukan langkahnya ke depan.

_

"Kak, apa keputusan ini benar? Kita aja gak tau bentuk muka anak orang kaya itu, gimana kalo calon suami Sierra jelek dan cacat?" ucap Seina ketika mereka sudah sampai di rumah.

Rumah Fabio hanya berbeda gang dengan mereka.

"Gak mungkin, lah, anaknya jelek. Lihat aja emak bapaknya bagus gitu, masa anaknya jelek?" jawab Selena menenangkan.

"Gimana, Dek?" Seina bertanya dengan Sierra yang lebih banyak diam setelah pulang tadi.

"Aku belum mau menikah, Kak. Gimana dengaj kalian jika aku pergi dari sini?" Sierra menatap nanar wajah kedua kakaknya.

"Udah tenang aja, kan masih bisa teleponan?" Selena memaksakan senyum, padahal hatinya juga sedih. Selama ini, mereka tidak pernah berpisah. Tiga hari tanpa salah satu dari mereka pun seperti melewati satu abad rasanya.

"Tapi, kan, handphone Sierra ilang, Kak."

"Ya, pasti nanti Sierra dibeliin, lah. Udah jangan diberatin, dia akan hidup enak dan bahagia."

Hening untuk beberapa saat. Mereka larut dalam pikirannya masing-masing. Sama-sama merasakan nyeri pada bagian dalam dadanya. Tiga hari lagi adalah waktu kebersamaan untuk mereka. Setelahnya, ketiga kakak beradik itu akan saling merindukan sampai waktu yang ditentukan.

_

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status