Home / Romansa / Pengantin di Gerbang Hitam / Bab 5  Harga Sekutu

Share

Bab 5  Harga Sekutu

Author: Aira Jiva
last update Last Updated: 2025-10-28 16:20:04

“Aku melihat lumpur itu sudah bersih, Tuan Kaeswara. Tapi aku rasa ini bukan pekerjaan satu kali. Pagar besi itu akan selalu punya lubang jika ada yang terus menerus mencoba memanjatnya dari dalam.”

Aruna membuka pembicaraan, menyerang langsung pada inti masalah Layla, seolah-olah ia sedang membahas laporan risiko perusahaan, bukan istri pertama Arden yang mencoba melarikan diri. Ia menyentuh garpu di tangannya, matanya terpaku pada Arden yang sedang mendongak dari piringnya. Keheningan yang biasanya terasa mematikan kini terasa personal dan penuh ketegangan strategis.

“Aku sudah menanganinya. Seperti yang aku bilang,” jawab Arden, nadanya datar, namun ketegangan di rahangnya jelas terlihat. "Aku sudah menjamin tidak akan ada lagi insiden seperti itu."

“Kau menanganinya dengan baik secara fisik. Tapi secara strategis? Itu kegagalan,” kritik Aruna. “Kau hanya menutupi jejak, bukan menyelesaikan motif. Kau punya tameng mahal di sini, yang sudah kau beli dengan lunas. Kau tahu aku bukan mata-mata Rendra…sebaliknya, Rendra berharap aku membawa masalah untukmu. Tetapi kau masih memperlakukanku seperti anak kecil yang tidak boleh melihat Sayap Kiri. Bagaimana aku bisa melindungimu dengan baik jika aku tidak tahu apa yang harus kututup?”

Arden bersandar di kursinya, menghela napas panjang. Ekspresi di matanya menunjukkan bahwa ia benar-benar lelah menghadapi Aruna, tetapi ia juga tahu bahwa Aruna benar. Malam-malam tanpa tidur dan kekhawatiran Layla telah mengambil tol yang besar, dan Aruna melihatnya.

“Apa yang kau inginkan, Aruna? Langsung saja. Jangan buang waktu kita,” tanya Arden, suaranya tenang namun ada nada putus asa.

“Jujur saja? Aku ingin tahu mengapa kau begitu bodoh,” balas Aruna santai. Ia tersenyum tipis. “Sapu tangan Layla itu bukan hanya bukti sentimental, itu adalah bukti bahwa Layla bergerak. Dan Layla yang bergerak adalah Layla yang berisiko ditemukan Rendra.”

Arden mencondongkan tubuh ke depan, matanya menyiratkan pengakuan dan keputusasaan. “Apa yang kau ketahui?”

“Aku tahu dia terluka,” kata Aruna, suaranya pelan dan serius. “Aku tahu dia mencoba lari. Aku tahu Elise menutupinya untukmu. Dan aku tahu kau akan hancur jika Layla terluka lagi. Jadi, sekarang kita bicara sebagai sekutu. Aku akan menaati Butir 4, tetapi kau harus memberiku kebebasan di Butir 5.”

“Butir 5 sudah kau dapatkan: kebebasan setelah satu tahun,” kata Arden dingin.

“Aku butuh jaminan yang lebih kuat, Arden. Dan aku butuh imbalan atas pekerjaan tambahan ini,” desak Aruna. “Aku bukan lagi hanya kompensasi utang. Aku adalah manajer risiko dan perisai pribadi. Kau harus memperlakukanku seperti sekutu yang setara.” Aruna menyilangkan tangan, menegaskan bahwa negosiasi ini adalah tawar-menawar bisnis, bukan permintaan istrimu.

“Imbalan apa yang kau minta, Ratu Negosiasi?” tanya Arden, sedikit mencibir.

“Pertama, akses ke kebenaran penuh Layla. Apa yang sebenarnya terjadi padanya, mengapa dia begitu takut? Aku tidak bisa melindungi apa yang tidak ku mengerti. Kau tidak perlu menceritakan kisah cinta kalian. Cukup situasi saat ini,” jelas Aruna. “Kedua, kebebasan finansial. Aku tidak akan menyentuh uang Kaeswara, tetapi aku ingin dana yang cukup untuk membangun kembali hidupku segera setelah satu tahun berakhir. Bukan hanya janji, tapi jaminan aset legal yang terpisah dari kekayaan Kaeswara.”

Arden menatapnya dengan intensitas yang melemahkan. “Kau menginginkan banyak hal dari seorang kompensasi. Hampir setengah dari yang Rendra dapatkan dari utangnya.”

“Aku dibeli dengan harga utang darah, Tuan. Itu harga yang sangat tinggi. Aku pantas mendapatkan jaminan. Lagipula, kau membayar Rendra untuk masalah, kau membayarku untuk solusi,” balas Aruna, mempertahankan tatapannya. “Atau kau lebih memilih aku kembali menjadi kompensasi yang bodoh, tidak tahu apa-apa, dan secara tidak sengaja membocorkan rahasia Sayap Kiri kepada Rendra?” Aruna membiarkan ancaman itu melayang, tahu persis itu adalah poin terkuatnya.

Arden tersenyum tipis, senyum yang sangat langka dan penuh ironi. Ia mengangguk perlahan. “Kau memang cerdas, Nona Nirmala. Sangat cerdas. Kau memahami permainan kekuasaan jauh lebih baik daripada Rendra.”

“Aku Han Ji Eun, Tuan, ingat? Aku Nona Ica Syantik. Aku pintar, sinis, dan aku butuh jaminan,” Aruna mengingatkannya pada persona yang ia buat.

“Baiklah,” kata Arden, setelah keheningan panjang. “Aku akan memberimu kebebasan finansial yang terjamin di luar Kaeswara. Sebuah rekening atas namamu yang akan terisi penuh pada akhir tahun. Kita akan melibatkan pengacara besok pagi.”

“Jaminan tertulis resmi di atas kertas legal, Tuan. Bukan janji di atas serbet yang bisa kau bakar,” balas Aruna cepat.

“Tentu,” jawab Arden, tersenyum sinis. "Aku tidak pernah memungkiri kontrak. Kau akan mendapatkan apa yang kau minta." “Dan tentang Layla. Aku akan menceritakan padamu. Tapi tidak sekarang. Malam ini, kau sudah membuatku cukup terkejut. Besok pagi, kita akan bicara di ruang kerjaku. Kau akan mendapatkan semua kebenaran yang kau butuhkan.”

Aruna mengangguk, puas. “Kesepakatan. Jadi, sekarang kita adalah sekutu yang setara. Tidak ada lagi ‘Nona Nirmala’ yang bodoh.”

“Selamat datang di tim, Aruna,” kata Arden, kembali fokus pada makanannya. “Sekarang makan. Kita punya satu tahun untuk bertahan, dan itu membutuhkan energi. Dan jangan coba-coba mengganggu Elise. Dia sudah cukup trauma.”

Aruna mulai menyantap makanannya. Ia kini melihat Arden bukan hanya sebagai pria dingin, tetapi sebagai sekutu yang terbebani.

“Tapi ada satu hal lagi,” kata Aruna, memiringkan kepalanya. “Aku sudah menemukan sapu tangan itu. Kau mencarinya, kan?”

Arden meletakkan pisau dan garpunya. Ekspresinya kembali serius. “Kau menyembunyikannya?”

“Tentu saja. Aku bukan orang bodoh. Aku menyembunyikannya di tempat yang Reyna tidak akan pernah temukan. Aku adalah tamengmu. Dan sapu tangan itu adalah bukti kelemahan yang tidak boleh dilihat orang lain,” balas Aruna. “Aku akan mengembalikannya setelah kau menceritakan semuanya besok, sebagai bukti kepercayaan.”

Arden menatapnya. Matanya yang biasanya dingin kini memancarkan rasa terima kasih yang tersembunyi, dicampur dengan rasa hormat baru.

“Jaga baik-baik sapu tangan itu, Aruna,” kata Arden, suaranya pelan dan penuh peringatan.

“Jaga baik-baik sapu tangan itu, Aruna. Karena sapu tangan itu bukan hanya kunci untuk Layla, tapi juga kunci untuk Rendra. Dan jika Rendra tahu Layla masih hidup, dia akan datang untukmu, bukan untukku.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengantin di Gerbang Hitam   Bab 7 Harga Kepercayaan

    “Kau sudah tahu, Tuan Kaeswara? Rendra datang. Dia menggunakan utangku yang sudah lunas sebagai senjata baru. Dia bilang, status Layla sekarang adalah utang yang bisa digandakan tiga kali lipat jika aku tidak bekerja sama.”Aruna mengucapkan kata kata itu begitu menutup pintu ruang kerja Arden. Ini adalah rapat darurat, dan Aruna ingin memastikan Arden tahu bahwa taruhannya kini jauh lebih tinggi, melibatkan kebebasan Aruna sendiri.Arden berdiri di dekat jendela, berbalik. Wajahnya keras namun menunjukkan kekhawatiran yang tidak dapat disembunyikan.“Aku tahu. Aku menerima pesanmu,” jawab Arden, suaranya rendah dan tajam. Merujuk pada pesan tertulis yang disampaikan Elise sebelumnya. “Aku tahu dia tidak akan diam. Tapi aku tidak menduga dia akan secepat ini menggunakanmu.”“Dia memaksaku menjadi mata-matanya, mencari kelemahan di Sayap Kiri, dan membuktikan Layla masih hidup dan tidak kompeten,” je

  • Pengantin di Gerbang Hitam   Bab 6 Rendra Menagih

    “Oh, pesta apa ini? Aku kira rumah ini melarang tamu yang tidak diundang, terutama tamu yang baunya seperti tagihan utang berjalan.”Aruna mengucapkan dialog hook itu begitu melihat Rendra dan Ibu Ratna di ruang tamu. Ia harus mengendalikan dirinya; Rendra adalah ancaman nyata bagi jaminan kebebasannya.Rendra tertawa kecil, suara serak yang menjengkelkan. “Selamat pagi, Aruna. Kami datang untuk melihat keadaanmu. Apakah suamimu memperlakukanmu dengan baik?”“Aku baik-baik saja, terima kasih. Bahkan jauh lebih baik setelah aku yakin tidak ada ‘tamu’ yang akan menjualku lagi,” jawab Aruna, duduk di sofa, mempertahankan sikap santai. “Lupakan basa-basi drama. Katakan saja apa yang kalian inginkan. Ini rumah Arden, bukan balai pertemuan keluarga Nirmala.”Ibu Ratna segera memasang wajah sedih. “Nak, Ibu sangat mengkhawatirkanmu. Rendra memberitahu Ibu, kamu bekerja sangat keras di sini…”“Aku tidak ‘bekerja’, Ibu. Aku adalah aset. Aset yang dibeli dengan utang Ayah. Fokus pada bisnis, bu

  • Pengantin di Gerbang Hitam   Bab 5  Harga Sekutu

    “Aku melihat lumpur itu sudah bersih, Tuan Kaeswara. Tapi aku rasa ini bukan pekerjaan satu kali. Pagar besi itu akan selalu punya lubang jika ada yang terus menerus mencoba memanjatnya dari dalam.”Aruna membuka pembicaraan, menyerang langsung pada inti masalah Layla, seolah-olah ia sedang membahas laporan risiko perusahaan, bukan istri pertama Arden yang mencoba melarikan diri. Ia menyentuh garpu di tangannya, matanya terpaku pada Arden yang sedang mendongak dari piringnya. Keheningan yang biasanya terasa mematikan kini terasa personal dan penuh ketegangan strategis.“Aku sudah menanganinya. Seperti yang aku bilang,” jawab Arden, nadanya datar, namun ketegangan di rahangnya jelas terlihat. "Aku sudah menjamin tidak akan ada lagi insiden seperti itu."“Kau menanganinya dengan baik secara fisik. Tapi secara strategis? Itu kegagalan,” kritik Aruna. “Kau hanya menutupi jejak, bukan menyelesaikan motif. Kau punya tameng mahal di sini, yang sudah kau beli dengan lunas. Kau tahu aku bukan

  • Pengantin di Gerbang Hitam   Bab 4 Sentuhan Aneh dan Jejak yang Dicuci

    “Aku menemukan noda lumpur yang mencurigakan di tangga utama, Tuan Kaeswara. Aku curiga ini pekerjaan hantu, bukan hanya pelayan ceroboh.”Aruna mengucapkan kalimat itu dengan nada santai, seolah ia sedang mengomentari cuaca, sambil menyesap kopi di ruang makan. Sapu tangan 'L' yang ia sembunyikan memberikan kepercayaan diri yang berbahaya.Arden sudah duduk di sana, membaca laporan, namun terlihat jelas ia tidak fokus. Ketegangan memenuhi udara pagi, lebih pekat daripada aroma kopi termahal sekalipun.“Hantu apa?” tanya Arden tanpa mendongak, suaranya pelan dan mengancam.“Hantu yang basah. Dan suka bermain lumpur di dalam rumah,” jawab Aruna, mengabaikan ancamannya. Ia meletakkan cangkirnya dengan bunyi klik yang disengaja. “Mungkin dia kedinginan dan ingin pindah dari benteng Sayap Kiri. Atau mungkin, dan ini hanya spekulasiku ya, pagar besi Anda punya lubang.”Arden perlahan meletakkan penanya. Ia mendongak, matanya yang gelap penuh kewaspadaan. Ini bukan kemarahan. Ini kepanikan.

  • Pengantin di Gerbang Hitam   Bab 3 Perkenalan dengan Elise, Isyarat Diam

    Pagi kedua di Kaeswara Estate membawa kesadaran yang dingin bagi Aruna: ia adalah tameng. Tameng yang dibeli mahal untuk melindungi seorang pria dingin dan istri pertamanya yang sakit, dari saudara tiri Aruna sendiri.Aku adalah Nyonya Kaeswara yang dibeli, dan tugasku sekarang adalah memastikan Pembunuh yang ternyata adalah Penjaga Pagar ini tidak sampai kehilangan asetnya. Rasanya seperti drama sabun yang sangat mahal, di mana aku dibayar untuk menjadi bodyguard pernikahan.Aruna sedang menelusuri koridor rumah utama, jauh dari pandangan Reyna dan pengawasan Arden. Ia sedang mencari Elise, satu-satunya sumber informasi netral di rumah ini.Ia menemukannya di ruang tengah, sedang menyusun bunga lili putih di vas kristal. Gerakannya tenang dan presisi, kontras tajam dengan kekacauan emosional yang menyelimuti Kaeswara.“Aku tidak tahu apa yang lebih sunyi di rumah ini, suara piano Layla, atau kamu, Elise,” sapa Aruna pelan, sengaja memecah keheningan.Elise tersentak, menjatuhkan seta

  • Pengantin di Gerbang Hitam   Bab 2  Aturan Emas dan Si Tukang Kritik

    Arden Kaeswara berhenti tepat di depan Aruna. Tubuhnya yang menjulang memancarkan bahaya dan otoritas.“Benteng?” tanya Aruna, sama sekali tidak gentar. Ia mencengkerang sapu tangan berinisial 'L' itu erat-erat. “Kau menyebut Kaeswara Estate ini benteng? Aku pikir ini cuma rumah besar yang butuh perbaikan saluran air, Tuan. Apa yang kau sembunyikan di bentengmu sampai harus dibayar dengan utang darah keluargaku?”“Berikan itu padaku,” perintah Arden, suaranya lebih rendah, hampir menggeram. Matanya menatap sapu tangan sutra di tangan Aruna. “Sekarang. Jangan membuat dirimu semakin tidak berguna.”Aruna menggeleng, mempertahankan kontak mata. “Tidak. Ini adalah kompensasi kedua yang aku dapatkan malam ini. Aku baru menyadari bahwa ‘Pembunuh’ ini ternyata sangat sentimental. Siapa pemilik sapu tangan ini, Tuan? Hantu yang main piano?”Arden meraih pergelangan tangan Aruna. Cengkeramannya kuat, tetapi terkontrol, peringatan yang dingin.“Kau sudah membaca Aturan Emas,” kata Arden, dingin

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status