Beranda / Romansa / Pengaruh Mantera Sihir Sang Alpha / Bab 6: Jangan Berharap Pada Hal Yang Belum Pasti

Share

Bab 6: Jangan Berharap Pada Hal Yang Belum Pasti

Penulis: Jessica Nicole
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-31 15:06:32
Sudut Pandang Alaric

Ketukan di pintu membuyarkanku dari selubung nafsu yang sepertinya selalu menyelimutiku saat berada di dekat Raven. Aku menjauh darinya dengan menyesal dan pergi membuka pintu. Sam berdiri di sana dengan ekspresi cemas.

"Ya?" tanyaku, sedikit lebih ketus dari yang kumaksud. Dia menatapku, lalu ke Raven, dan kembali menatapku dengan tatapan penuh pertanyaan.

"Alpha, ada...insiden. Di peternakan Paul," katanya padaku. Aku mengangguk dan mulai mendengarkan penjelasannya, lalu kembali ke Raven.

"Ingat apa yang aku katakan," kataku tegas.

"Bolehkah aku ikut denganmu? Barangkali aku bisa membantu, "katanya lembut. Sikapnya telah melunak secara signifikan dalam beberapa menit terakhir dan itu membuatku skeptis.

"Ini bukan urusanmu," jawabku dan berjalan keluar pintu mengikuti Sam. Sam berjalan ke arah teras dan aku mengikuti tepat di belakangnya ketika aku merasakan sebuah tangan meraih lenganku. Sentuhannya membuatku tersentak seolah-olah baru saja tersengat listrik.

"Apa? Sudah kubilang ini bukan urusanmu," kataku kasar. Ucapanku padanya sangat serius dan aku biasanya bukanlah tipe orang yang mudah marah, tetapi dia terus saja memancing emosiku.

"Aku benar-benar bisa membantu. Aku memiliki kekuatan khusus. Ketika aku menyentuh sesuatu atau seseorang, terkadang aku dapat merasakan apa yang baru saja terjadi. Kadang bahkan aku dapat melihat gambarannya," bisiknya. Nah aku baru tahu itu, pikirku. Aku mencatat dalam hati apa yang baru saja diucapkan Raven untuk nanti akan kubicarakan dengannya mengenai hal itu. Aku ingin benar-benar memahami kekuatannya.

"Oke, tapi kau harus tetap diam dan tetap dekat denganku," aku memberitahunya. Dia mengangguk dan kami semua bergerak menuju peternakan milik Paul.

Saat kami mendekati Paul, aku bisa melihat ekspresi gelisah di wajahnya. Dia menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya sambil menatap ke arah kandang ayam. Aku melihat ke bawah dan mencoba menahan diri untuk tidak terlihat kaget. Semua ayamnya tergeletak di tanah.

Mati.

"Apa yang terjadi di sini, Paul?" Tanyaku tidak percaya.

"Itulah yang terus aku tanyakan pada diriku sendiri, Alpha," jawabnya.

"Semua leher mereka patah," Sam menyela dan aku memproses informasi ini sejenak. Aku menoleh ke Raven dan memberi isyarat padanya untuk melakukan pekerjaannya.

"Apa yang dilakukan penyihir itu di sini?" Paul bertanya padaku.

"Dia di sini untuk membantu mencari tahu apa yang terjadi," jawabku dengan nada yang tidak menyisakan ruang untuk pertanyaan lebih lanjut.

Raven berjalan hati-hati menuju kandang dan berlutut di samping ayam-ayam yang mati. Dia menutup matanya dan meletakkan tangannya di tanah. Dia tampak berkilauan di bawah terik sinar matahari dan aku memicingkan mata berusaha melihat lebih jelas. Dia mengerang dan aku melangkah maju tanpa sadar. Aku tidak ingin mengganggu prosesnya tetapi wajahnya tampak seolah seperti sedang kesakitan.

Dia mengerang lagi dan kepalanya mendongak keatas. Aku melihat matanya berubah menjadi sangat putih. Tubuhnya mulai gemetar dan aku merasakan ketakutan di hatiku. Aku meraihnya dalam hitungan detik, dan tepat saat itu juga dia jatuh pingsan di pelukanku. Aku memegang wajahnya dan mengguncangnya sedikit.

"Raven...bangun," kataku lembut. Dia merintih dan kemudian perlahan membuka matanya.

"Alaric? Apa yang terjadi?" dia bertanya dengan bingung.

"Kau pingsan," jawabku. Aku memperhatikan dari atas ke bawah dan dia tampaknya baik-baik saja, tapi aku tetap membopongnya di kedua lenganku.

"Kau tidak perlu menggendongku, aku baik-baik saja dan bisa berjalan sendiri," protesnya. Aku menyuruhnya diam dan berjalan kembali ke arah rumahku. Paul dan Sam menatapku dengan aneh tapi aku mengabaikannya.

"Sebaiknya kita pulang agar kau bisa beristirahat. Lalu setelah itu kau bisa memberi tahuku apa yang terjadi barusan, "kataku padanya dan kemudian aku berbalik pada Sam dan Paul.

"Kita akan menyelesaikan masalah ini, Paul. Dia perlu istirahat sejenak dan kemudian aku akan mencari tahu apakah kita memiliki petunjuk tentang siapa yang melakukan ini, "kataku.

"Tentu saja, Alpha. Terima kasih atas bantuanmu, "jawabnya dengan hormat, tetapi dia masih menatapku dengan aneh.

"Sam, pergilah tanyai anggota kawanan yang lain. Lihat apakah ada yang melihat atau mendengar sesuatu yang mungkin bisa menjadi petunjuk, "kataku padanya. Dia mengangguk dan pergi ke arah berlawanan.

"Aku benar-benar bisa jalan sendiri," kata Raven pelan. Dia tampak begitu lembut dan rapuh dan aku merasakan gelombang protektif mengaliri diriku.

"Aku tidak ingin kau pingsan lagi dan melukai dirimu sendiri. Kau adalah karyawanku, dan karena itu kau merupakan tanggung jawabku, "kataku tegas. Dia terlihat sedikit kecewa dengan ucapanku tentang statusnya dan aku merasa sedikit bersalah.

Kami sampai di rumah dan aku membawa Raven ke kamarnya. Aku meletakkannya di tempat tidur dan membaringkannya dengan lembut. Aku keluar untuk mengambilkannya sebotol air dan ketika aku kembali kulihat dia berdiri di dekat jendela.

"Kau harus istirahat," perintahku.

"Sudah kubilang aku baik-baik saja," jawabnya dengan suara yang samar. Aku berjalan ke arahnya dan meletakkan tanganku di bahunya.

"Raven, apa yang terjadi? Apa yang kau lihat?" Aku mencoba bertanya. Dia tiba-tiba berbalik dengan ekspresi marah di wajahnya.

"Kenapa kau bersikap baik padaku?" tanya Raven.

"Apa?" jawabku.

"Kenapa kau bersikap baik padaku sekarang? Sebelumnya kau begitu dingin dan agresif, tetapi sekarang kau bertindak seolah-olah kau peduli padaku. Kenapa?" dia menuntut. Dan aku benar-benar tidak memiliki penjelasan yang tepat akan hal itu, penjelasan yang tidak akan membuatnya takut padaku.

"Aku bertanggung jawab padamu. Aku hanya mencoba melakukan hal yang benar, memastikan kau tidak terluka, "kataku padanya. Ini sebenarnya lebih dari itu dan diapun mengetahuinya.

"Apakah hal yang benar termasuk menyentuhku dan hampir menciumku?" dia bertanya dengan alis terangkat. Aku mendesah frustrasi atas kejujurannya yang brutal dan kurangnya kendaliku.

"Itu tidak akan terjadi lagi. Kita akan menjaga agar hubungan ini tetap profesional sampai hutangmu terbayar lunas. Setelah itu kau bebas melakukan apapun yang kau inginkan, "kataku.

"Kurasa itu hampir terdengar seperti sebuah permintaan maaf, bukan?" dia bertanya.

"Aku adalah seorang Alpha. Dan seorang Alpha tidak pernah meminta maaf," jawabku dingin.

"Tidak pernah atau tidak ingin? Karena dari yang kulihat, kau sama bingungnya sepertiku tentang perasaan di antara kita ini. Aku tidak tahu perasaan apa itu dan aku tidak menyukainya. Tapi aku tidak bisa mengabaikannya. Aku lebih suka jika kita ungkapkan ini secara terang-terangan sehingga kita berdua tahu posisi kita masing-masing, "katanya. Aku tidak mengatakan apa-apa, karena aku tidak bisa mengungkapkan perasaanku seperti apa yang ingin didengarnya.

Bahwa aku juga merasakannya.

Dia mendekatiku dan aku mencium aroma tubuhnya. Seperti sebuah hutan yang baru saja diguyur hujan deras, sejuk dan apa adanya, dengan sedikit guratan cahaya violet. Lekuk pinggangnya, rambut hitamnya tergerai jatuh seperti lingkaran cahaya yang dengan lembut membelai kulit cantiknya yang berwarna karamel. Aku menyentuh rambut ikalnya dengan jari-jariku, membelai lembut untaian halus itu.

"Apa yang akan terjadi, Alaric?" dia berbisik dengan suara menggoda. Aku tenggelam ke kedalaman mata cokelatnya dan aku sadar aku harus menghentikan ini sebelum terlambat.

Aku tidak akan membuat kesalahan yang sama seperti yang dilakukan ayahku dulu.

Pikiran itu menyadarkan aku dari lamunan dan aku segera bergerak mundur seperti orang yang sedang ketakutan. Ekspresinya menyiratkan kekecewaan namun aku memalingkan wajahku dari pandangannya.

"Aku kira kau telah salah menilaiku, Raven. Aku hanya berkewajiban untuk menjalankan persetujuan yang telah aku buat dengan Lavinia dan kau seharusnya merasa terikat padaku karena telah menyelamatkanmu dari nasib yang lebih buruk, "kataku padanya. Matanya berkilat marah dan aku tahu apa yang kukatakan telah membuatnya kesal.

"Terikat padamu? Ini benar-benar tidak masuk akal. Aku hanyalah pion dalam perebutan kekuasaan antara kau dan Lavinia. Tapi jangan khawatir, kau tidak usah merasa bertanggung jawab kepadaku. Jika kehadiranku hanya menambah bebanmu, katakan saja dan aku akan pergi," jawabnya tegas. Aku merasa panik membayangkan kepergiannya, tapi aku mencoba untuk tetap terlihat biasa saja.

"Itu tidak perlu. Aku percaya kau akan berguna untuk kawanan kami. Dan ketika aku telah membuat kesepakatan, aku akan selalu menghormatinya, "kataku padanya. Dia menatapku dengan penuh tanda tanya. Tapi sepertinya dia tidak menemukan jawaban yang ia cari dan ia mengangguk.

"Hanya itu saja, Alpha?" dia bertanya padaku dengan kesopanan yang dibuat-buat.

"Apa yang kau lihat ketika kita berada di peternakan tadi?" tanyaku.

"Tidak banyak yang bisa kuberi tahu. Aku merasakan ketakutan yang dirasakan ayam-ayam itu, mendengar leher mereka dipatahkan. Ada satu sosok samar yang tak bisa kulihat dengan jelas. Maaf jika aku tidak bisa lebih berguna bagimu, "jawabnya, dengan penekanan pada kata berguna. Aku sedikit merasa bersalah saat dia mengatakannya, aku tahu aku telah menyakiti perasaannya.

Mungkin memang lebih baik begini, membiarkannya membenciku atau menganggapku brengsek. Itu akan membuat segalanya jadi lebih mudah.

"Oke," kataku lemah, tidak tahu harus menjawab apa.

"Jadi itu saja?" dia bertanya.

"Ya, aku akan membiarkanmu beristirahat. Ada beberapa hal yang harus aku urus, aku akan kembali padamu nanti, "kataku.

Dia tidak menjawab, hanya diam dan kembali menatap keluar jendela. Aku berjalan menuju pintu dan sejenak merasakan keraguan, ingin rasanya mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya. Namun aku mencoba berpikir jernih dan melanjutkan langkahku, berjalan keluar lalu menutup pintu kamarnya.

Aku mengutuk diriku sendiri karena tidak tega meninggalkannya sendirian. Aku seharusnya tidak pernah membuat kesepakatan dengan Lavinia, tetapi pada saat itu aku tidak dapat menahan perasaanku.

Aku kembali mengingat saat pertama kali aku bertemu dengannya dan merasa bahwa aku telah menemukan belahan jiwaku.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pengaruh Mantera Sihir Sang Alpha   Bab 40: Persepsi yang Berubah

    Aku harus memuji diriku sendiri; menutup pintu di depan Rick adalah hal tersulit yang pernah aku lakukan. Tetapi jika aku tidak menahan diri tadi malam, kami akan melakukannya terlalu jauh dan aku akan menyesalinya. Ada sesuatu yang romantis dan bermakna tentang menunggu sampai kami menikah untuk menyempurnakan hubungan kami dan aku akhirnya merasa seperti takdirku adalah milik diriku sendiri.Matahari pagi bersinar terang melalui jendela saat aku berbaring di tempat tidur dan meregangkan tubuh, ingin bersenang-senang di waktu merenung yang tidak diganggu. Aku bangun dengan bahagia hari ini, meskipun kesedihan dan perasaan gentar bisa kurasakan di sekelilingku selama beberapa hari terakhir ini. Aku berharap aku bisa berada di sana untuk upacara terakhir Rowena, tetapi aku tidak ingin menyebabkan drama apa pun untuk Moira saat dia mengucapkan selamat tinggal.Aku masih tidak yakin apakah dia akan muncul besok berdasarkan percakapan terakhir kami dan aku tahu aku akan sangat terluka

  • Pengaruh Mantera Sihir Sang Alpha   Bab 39: Formalitas

    Sudut Pandang Alaric"Aku harap tidak terjadi seperti itu, Robert. Aku rasa kamu akan menyadari bahwa rencananya sudah berjalan, dan pertemuan ini hanyalah formalitas. Aku akan menikahi Raven dan memperkuat aliansi kita dengan para penyihir, apapun alasannya," aku memberitahunya.Sebuah pandangan marah langsung terlihat darinya dan gumaman yang terdengar dari kelompok itu memberi tahuku bahwa aku tidak bersikap diplomatis seperti yang aku harapkan."Tuan-tuan, aku belum pernah memimpin kelompok ini ke arah yang salah. Aku percaya ini akan berhasil untuk mencegah mereka dari tindakan agresi lebih lanjut. Seperti yang aku sebutkan sebelumnya, kami tidak tahu pasti berapa banyak serigala liar yang ada, dan kita bisa saja nanti membutuhkan para penyihir. Selain itu, jika kita tidak melakukan sesuatu untuk menyelesaikan masalah dengan mereka, kita bisa saja diserang oleh kedua kelompok," kataku."Alasan sang Alpha masuk akal. Kita pasti bisa menahan serangan dari salah satu dari mer

  • Pengaruh Mantera Sihir Sang Alpha   Bab 38: Waktunya Habis

    Sudut Pandang AlaricHal itu adalah ide terburuk sekaligus terbaik yang pernah aku miliki. Sekarang, bahkan jika dewan melarang pernikahan kami, sudah terlambat bagi mereka untuk menolak Raven sebagai jodohku. Aku telah menandainya, tidak ada yang bisa mengubah keputusan itu sekarang.Memikirkan apa yang baru saja kulakukan membuat darah langsung mengalir ke selangkanganku. Aku tidak tahu bagaimana aku akan menjauhkan tanganku darinya sampai pernikahan. Hanya tinggal satu hari lagi, secara teknis, tetapi itu akan menjadi 24 jam terlama dalam hidupku.Dia akhirnya milikku. Tidak ada dan tidak seorang pun yang akan memisahkan kami.Sekarang aku harus mencari cara untuk menyampaikan berita ini kepada anggota dewan dengan lembut. Aku berjalan menuju ke kantorku untuk minum minuman keras dan mungkin sedikit melakukan pelepasan untuk menghilangkan tekanan ini. Saat aku melewati kerumunan orang yang menyiapkan segala sesuatu untuk pernikahan, aku ingat untuk memberi tahu Maryann tenta

  • Pengaruh Mantera Sihir Sang Alpha   Bab 37: Memberi Tanda

    Ini pasti bagian dari rumah yang tidak direnovasi Rick, pikirku, saat aku menuruni tangga berkelok-kelok yang dingin dan gelap. Aku tidak terlalu takut, tapi ini sedikit menyeramkan. Tangganya sangat panjang dan ketika aku pikir aku membuat keputusan yang sangat salah untuk datang ke sini, aku mendengar suara-suara. Aku berhenti dengan cepat sebelum berbelok di ujung tangga."Aku tidak akan pernah mengkhianatimu seperti itu, Rick! Aku tidak akan pernah mengkhianati kawananku. Semua yang pernah kulakukan adalah untuk menyelamatkanmu dari penyihir jahat itu!" Vicky merengek."Kamu tidak akan berbicara tentang dia seperti itu! Dia akan menjadi istriku, Vicky, dan itu adalah sesuatu yang harus kamu terima. Jika kamu tidak bisa, kamu harus meninggalkan kawanan untuk selamanya," jawab Rick tegas."Aku sudah mengatakannya sebelumnya dan aku akan mengatakannya lagi, kawanan tidak akan pernah menerimanya. Dia bukan serigala! Dia tidak layak untukmu! Kamu akan menyesali ini!" Vicky berteri

  • Pengaruh Mantera Sihir Sang Alpha   Bab 36: Berpakaian yang Terbaik

    Keesokan paginya aku mengetahui bahwa rencana pernikahan sudah sepenuhnya berlangsung. Tempat di sampingku sudah kosong ketika aku bangun, jadi aku segera mandi dan berganti pakaian untuk mencari calon suamiku. Carl menyambutku di pintu dan membawaku turun ke dalam kekacauan. Aku langsung dibombardir oleh seorang wanita pendek gemuk berusia pertengahan empat puluhan dengan rambut merah kecokelatan."Pengantinnya ada di sini! Sempurna, sekarang kita bisa mencocokkan gaun pengantinmu. Kita mungkin perlu melakukan perubahan dan tentu saja aku perlu tahu siapa yang akan menjadi pendamping pengantin wanita..." wanita berbadan tegap itu terus berbicara tapi aku mulai mengabaikannya. Rasa sakit yang tajam menyerang dadaku.Jika Rowena masih ada mungkin dia akan menjadi pendamping pengantin wanitaku.Aku tersentak dari pikiran depresiku ketika wanita itu meraih tanganku dan menyeret aku ke ruang depan formal yang kosong. Aku senang dengan kesunyian tetapi aku mendambakan kesendirian, buk

  • Pengaruh Mantera Sihir Sang Alpha   Bab 35: Pilihanku

    Beberapa saat kemudian aku membuka mataku yang mengantuk dan mendapati Rick menatapku dengan alis berkerut, seperti sedang memikirkan sesuatu. Di luar gelap, jadi aku pasti tidur cukup lama. Aku sambil mencoba-coba menggerakkan tubuhku dan punggungku terasa normal, hampir seolah-olah tidak ada yang terjadi. Aku berbalik untuk duduk di tempat tidur dan aku perhatikan kakiku juga sembuh.Aku memegang sprei di dadaku, kain tipis itu satu-satunya yang membuatku tetap tertutup saat ini. Rick hanya mengenakan celana, tubuh bagian atasnya yang indah dipajang untuk kulihat dengan sesukaku."Bagus seperti baru," kata Rick dengan suara serak."Sepertinya begitu," jawabku sedikit canggung di bawah tatapan intensnya."Kapan kamu akan memberitahuku bahwa kamu bisa terbang?" dia bertanya."Aku baru tahu bahwa aku bisa terbang pada malam semua orang sakit dan kemudian dengan semua yang terjadi jadinya..." Aku terdiam."Ada kejutan lain?" dia bertanya."Tidak ada setahuku," kataku."Ak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status