Share

7a. Hamil

Author: Emya
last update Last Updated: 2022-07-03 07:54:08

Suara terakhir yang kudengar adalah teriakan Ibu memanggil Mas Nasrul. Selanjutnya aku tak tahu apa-apa. Aku sadar, tapi mataku terpejam, tidak tahu apa yang terjadi. Fokusku ada pada kepalaku yang terasa berputar dan perutku yang terasa bak diaduk-aduk.

"Astaghfirullah … astaghfirullah …."

Hanya kalimat itu yang ke luar dari bibirku. Terus kupanjatkan doa pada Allah. Aku belum mau mati. Aku tidak mau Sarah bersorak karena akan mendapatkan Mas Nasrul kembali.

Pelan-pelan denyutan di kepalaku memudar. Hanya perutku saja yang masih terasa tak nyaman. Kucoba membuka mata, Alhamdulillah penglihatanku sudah kembali normal.

"Gimana, Ra. Apa yang kamu rasain sekarang?" tanya Mas Nasrul.

"Perutku nggak nyaman, Mas. Tadi kepalaku sangat pusing, penglihatan berputar, perutku mual rasa diaduk-aduk."

"Ini, kamu minum susu sterilnya. Mungkin gara-gara kamu makan bakso kuah cabe dalam kondisi perut kosong."

Mas Nasrul mengulurkan sekaleng susu steril padaku, susu sapi bergambar beruang tapi iklanny
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku   16a

    Ujian dalam hidup dapat menimpa siapa saja tanpa pandang bulu. Tak perduli ia kaya atau miskin, baik atau jahat, yang jelas setiap yang bernyawa akan mengalami ujian selagi maut belum menjeputnya.Ada banyak jenis ujian, kemiskinan, harta berlimpah, sakit-sakitan, keluarga tidak harmonis, dan kehilangan. Saat ini aku sedang berada di fase kehilangan. Ya, kehilangan.Setelah melalui serangkaian tes darah sebanyak dua kali guna memastikan kondisi kehamilanku, kini aku sudah berada dititik ikhlas. Seperti dugaan awalku begitu Dr. Rini berucap bahwa janinku telah hilang, maka hasil terakhir pun sama, calon anakku memang sudah tidak ada. Rahimku bersih, Nada urung menjadi Kakak. Aku tidak ingin mencari lebih detail penyebabnya, bagiku ini sudah suratan dari Allah. Matahari merangkak semakin tinggi meninggalkan bunga pukul delapan yang perlahan kembali kuncup. Teriknya mentari membuat orang-orang malas meninggalkan rumah jika bukan karena urusan penting. Untung saja rumah Ibu hawanya adem

  • Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku   15b

    Dokter tidak menemukan penyakit apa-apa dalam diriku. Bahkan anak yang kukandung dalam keadaan baik-baik saja meski pendarahan hebat menimpaku. Penglihatanku sudah kembali normal, hanya untuk mendengar aku belum bisa, juga berbicara.Suaraku hilang. Benar-benar hilang. Untuk berkomunikasi aku menggunakan buku, menuangkan pikiranku dalam bentuk tulisan. Jika jawaban lawan bicaraku pendek, cukup menterjemah dari gerakan bibirnya, jika itu panjang kuminta mereka menuliskan maksudnya pada buku yang selalu kubawa.Keluargaku? Mereka hampir setiap hari datang, terkadang menginap. Terutama Mama. Tak perlu kuceritakan bagaimana hebohnya Mama saat mengetahui keadaanku. Hati orangtua mana yang tak hancur, mendapati anak perempuan satu-satunya sekarat dan berada di antara hidup atau mati. Setelah bisa pulang pun, justru tak mampu berkomunikasi dengan baik.Sekembalinya dari rumah sakit, aku menunjuk Bik Wati sebagai pengasuh Dara, juga tetangganya yang bernama Bik Marni untuk membantu segala ur

  • Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku   15a

    Kalian masih ingat bunyi bedug yang dibunyikan saat malam takbiran? Bertalu-talu. Begitulah gemuruh yang terjadi di dalam dadaku saat ini. Detak yang terus berpacu seiring kecemasanku dapat kudengar hingga ke gendang telinga. Deg! Deg! Deg! Deg! "Dara, ayo ganti celanamu, supaya saat mereka pulang nanti, kita bisa langsung ke rumah sakit." Mbak Nira memapahku menuju kamar mandi. Sepertinya Mbak Nira benar-benar sudah menyesali perbuatannya, terbukti kini ia mengurusiku dengan sangat telaten. Membasuh area bawahku, mencuci celanaku yang penuh darah. Sementara itu tenagaku laksana terkuras habis, sangat lemas. Setelah bersalin menggunakan daster celana berwarna kuning gading, aku duduk di ruang keluarga, memandang Nada yang masih terlelap. Ya, Tuhan … Jangan ambil nyawaku saat ini, kasihani anakku. Lalu bayangan Mama yang sangat memanjakanku terlintas, Papa yang pendiam tapi care, kedua Kakakku yang sangat menyayangiku, juga istri mereka. Setelah wajah mereka satu persatu ke luar da

  • Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku   14c. Keputusan Terbaik

    "Nggak, Ra. Mbak jahat. Mbak benci pada diri Mbak yang tak kuat iman ini. Bisa-bisanya ingin menghilangkan nyawa anak dari adik Mbak sendiri, yang notabenenya merupakan anak Mbak juga.""Iya, iya, Mbak. Sudah, ya. Ayo duduk." Kugiring tubuhnya untuk duduk kembali di sampingku. "Aku maafkan Mbak, aku juga nggak akan bilang sama Mas Nasrul dan Ibu. Kuanggap yang kemarin hanyalah kekhilafan semata. Asal Mbak janji, nggak akan ngulangin lagi. Itu perbuatan kriminal, Mbak." Sudahlah. Tak ada gunanya juga aku mengacaukan suasana di keluarga ini. Biarlah ini menjadi rahasiaku dan Mbak Nira. Sebaiknya kuanggap semua ini sudah selesai, meski demikian waspada sudah tentu kulakukan setelah ini. Titik."Aku punya informasi buat Mbak. Aku kirim ke hape Mbak, ya." Kubuka galeri foto di ponselku, memilih foto tangkapan layar tadi siang, lantas mengirimnya pada Mbak Nira.Mbak Nira membuka ponselnya, lalu menutup mulutnya dengan sebelah tangan."Ra … te

  • Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku   14b. Keputusan Terbaik

    "Lho, udah pulang, Rul?" Ibu muncul dari pintu depan yang tralinya lupa dikunci Mas Nasrul. Nada tampak mulai terkantuk-kantuk dalam gendongannya."Iya, Bu. Dara lagi manja," ejek Mas Nasrul padaku.Ibu terkekeh, meneruskan langkahnya menuju kasur santai di depan televisi, lalu menurunkan Nada dengan sangat pelan. Akhirnya Nada benar-benar terpejam tanpa botol susu."Nira, masak sayur apa, Nduk? Ibu lapar," tanya Ibu pada Mbak Nira yang entah kapan datangnya.Sontak aku membalikkan badan, dan seketika mataku bertemu dengan matanya yang tak dapat kumengerti makna apa yang tersirat di dalamnya. Segera kubuang muka dan meminta Mas Nasrul menemaniku ke kamar mandi, kebelet buang air kecil."Nira nggak sempat masak, Bu. Nira beli ayam geprek aja."Kudengar Mbak Nira menyahuti Ibu di belakang punggungku, dengan telaten Mas Nasrul meggiringku melewat meja makan yang sudah bersih dari pecahan gelas.Seharian aku berhasil menghin

  • Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku   14a. Keputusan Terbaik

    Tok! Tok! Tok! "Ra, kamu udah bangun?" Mbak Nira memanggilku, dari suaranya terdengar panik.Aku diam. Tanganku membekap mulut dengan kuat agar nafas tersengalku tak sampai ke telinganya. Entahlah! Saat ini aku merasa hidupku seperti sudah di ujung tanduk. Aku seperti melihat akan banyak bahaya mengintaiku disetiap waktu."Ra! Dara!" Ketukan di pintu semakin kuat, pun dengan suara panggilan Mbak Nira yang nyaris mendekati teriakan.Air mengucur semakin deras dari kedua netraku. Mengalir turun melewati selah-selah jari yang masih membekap rapat bibirku, hingga terasa asin di indra pengecap.Setelah tak lagi mendengar adanya suara sosok Mbak Nira, aku memberanikan diri untuk bergerak. Sedari masuk ke kamar dan duduk bersandar pada daun pintu, aku tak berani banyak mengeluarkan suara, bahkan untuk bergeser sekalipun. Rumah yang sedang lengang membuat suara sekecil apa pun mampu ditangkap oleh telinga. Ketakutanku justru semakin menjadi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status