“Ma-maaf, Tuan, saya—”
“Dia tidak sopan masuk kamar Papa sembarangan. Pecat saja dia!”
Ellen tiba-tiba muncul dari kamar ganti dan langsung menginterupsi.
Emma dan Ethan menoleh bersamaan.
Ellen berdiri sambil melipat kedua tangan di depan dada, bahkan bibirnya sekarang mengerucut panjang.
“Dia baru pertama kali bekerja, kenapa harus dipecat?”
Emma langsung menoleh pada Ethan saat mendengar ucapan pria itu.
Ellen semakin kesal, bahkan kedua pipinya sampai menggembung besar.
“Aku tidak suka. Aku tidak mau pengasuh, aku maunya Mama!” jawab Ellen menunjukkan rasa tak sukanya.
Ekspresi wajah Ethan berubah. Dia paham maksud ucapan Ellen. Mantan istrinya itu masih terus mendoktrin Ellen untuk membujuk Ethan agar mau rujuk.
“Hanya pengasuh yang akan menjaga Ellen, Mama tidak akan pernah menjaga Ellen lagi,” ucap Ethan dengan nada tegas.
Ethan menoleh Emma yang hanya diam, lalu dia kembali menatap pada Ellen.
“Keluarlah, ada yang perlu Papa bicarakan dengan Kakak Emma,” perintah Ethan.
Ellen mengurai kedua tangan dari depan dada dengan kasar, lalu menghentakkan kaki di lantai, kemudian segera keluar dari kamar Ethan.
Kedua tangan Emma gemetar karena berada di kamar hanya berdua dengan Ethan. Dia sampai meremat jemarinya untuk menyamarkan kegugupannya.
“Ap-apa yang mau Anda bicarakan, Tuan?” tanya Emma gugup.
Ethan kembali memandang ke arah Emma. Dia tak langsung bicara, tapi lebih dulu mengambil kimono di sandara sofa untuk menutupi tubuhnya.
“Temperamen Ellen memang sangat buruk, jadi sebagai pengasuhnya, kamu harus lebih bersabar,” ucap Ethan mulai bicara tanpa menatap ke arah Emma.
“Saya mengerti, Tuan.” Emma mengangguk.
Ethan memandang Emma yang terus menunduk, lalu kembali bicara.
“Mamanya masih terobsesi agar kami menjadi keluarga utuh lagi, karena itu dia terus mendekati Ellen agar bisa mendoktrinnya,” ujar Ethan menjelaskan. “Jadi mulai sekarang, kamu harus menghindarkan Ellen dari ibunya. Jika memang tak bisa, pastikan Ellen tidak hanya berdua dengan ibunya.”
Ethan bicara dengan tatapan menajam.
“Kamu mengerti?” tanya Ethan kemudian.
“Mengerti, Tuan.”
“Kuharap kamu bisa lebih baik dari pengasuh Ellen sebelumnya,” ucap Ethan sambil memutar tumitnya. “Sekarang pergilah.”
Emma mengangguk.
Saat dia melangkah, Ethan kembali memanggil.
“Tunggu.”
Emma membalikkan badan. Dia sangat terkejut saat menyadari kalau Ethan sudah berada sangat dekat dengannya.
Ia meneguk ludah kasar dengan tubuh gemetar. Emma panik saat melihat tatapan Ethan yang begitu intens.
Apa Ethan menyadari kalau dia adalah wanita semalam?
Emma menepis pikiran yang berkutat di kepala dan berdoa di dalam hati.
“Apa kamu yakin kalau kita tidak pernah bertemu?” tanya Ethan memastikan sekali lagi.
“Be-belum, Tuan.” Emma menggeleng dengan panik.
Ethan menaikkan satu sudut alis, merasa tak asing dengan wajah Emma.
Pria itu mencondongkan tubuhnya ke arah Emma lalu mencium aroma parfum pengasuh putrinya itu.
Emma tidak berani bergerak saat jarak Ethan begitu dekat dengannya, bahkan dia sampai menahan napas.
Setelah itu, Ethan memundurkan kepala lagi, matanya menyipit tapi masih terlihat ketajaman sorot matanya.
“Keluarlah dan lakukan tugasmu,” ucap Ethan, “Ingat, jauhkan Ellen dari ibunya.”
“Ba-baik, Tuan.” Emma mengangguk, lalu segera pergi meninggalkan kamar Ethan.
Ethan memandang ke arah Emma pergi sampai wanita itu menghilang dari pandangan. Ia diam sejenak, lalu segera pergi ke kamar ganti untuk bersiap-siap ke kantor.
Sementara itu, Emma pergi ke kamar Ellen. Karena tak melihatnya di mana pun, Emma akhirnya mengecek di kamar mandi.
Saat baru membuka pintu, Emma dibuat terkejut karena terkena guyuran air.
Ellen tertawa keras melihat Emma kini basah kuyup.
“Aku nggak mau dimandikan kamu, sana pergi!” perintah Ellen lalu menyemprotkan air ke wajah Emma.
Emma mencoba menghalau air yang menyembur ke arahnya.
Meskipun sikap Ellen keterlaluan, tapi Emma berusaha untuk bersabar.
Emma mendekati gadis kecil itu, lalu mematikan kran selang air yang dipegangnya.
“Dasar menyebalkan! Kenapa kamu jadi pengasuh aku? Aku tidak mau punya pengasuh!” teriak Ellen.
Emma tersenyum, lalu berjongkok di depan Ellen.
Ellen terkejut melihat sikap Emma. Kenapa dia tidak marah?
“Tidak apa-apa kalau sekarang masih sebal dan tidak suka, tapi aku akan tetap menjaga Nona Ellen atas permintaan papanya Nona Ellen,” ucap Emma lalu mengusap wajahnya yang basah.
Dia terus tersenyum lalu kembali bicara. “Nona Ellen tidak mau bikin Papa marah, kan? Jadi, Nona harus nurut dengan ucapan Kak Emma, ya.”
Ellen kesal. Dia menepis tangan Emma yang menyentuh lengannya.
“Tidak mau!” tolak Ellen lalu berlari meninggalkan Emma.
Namun, siapa sangka kaki Ellen tergelincir genangan air, yang membuatnya jatuh ke arah belakang.
Emma dengan sigap menopang tubuh Ellen, bahkan dia sampai jatuh dengan posisi Ellen berada di atas tubuhnya, sedangkan kedua sikunya membentur lantai dengan sangat keras.
“Akh!” Emma memekik merasakan sakit di sikunya.
Ellen terkejut karena hampir jatuh ke lantai. Dia buru-buru bangun dan melihat Emma meringis kesakitan.
Ellen takut kalau Emma memarahinya.
Emma bangun dan melihat sikunya berdarah, lalu dia menatap Ellen yang panik.
“Nona Ellen tidak apa-apa, kan?” tanya Emma dengan suara lembut.
Ellen menatap Emma, lalu menggeleng kecil.
Emma tersenyum, tapi sedikit meringis.
“Sekarang Nona Ellen mandi biar bisa bersiap-siap ke sekolah, ya,” bujuk Emma lalu dia menyalakan air panas dan air dingin untuk mengisi bathtub.
Ellen melihat siku Emma yang terluka, tapi mengapa Emma tak memarahinya?
Ellen menangis kencang meski matanya terpejam.“Oma mengusir Kakak Emma, Ellen maunya sama Kakak Emma, Papa.”Mata Ethan membola, pelukannya pada Ellen mengerat saat mengetahui kalau Emma ternyata diusir Rosalinda.Jadi ini alasan sang mama ada di sana dan semua barang Emma tergeletak di ruang tamu.“Kakak Emma mana?” Ellen terus menangis meski suaranya begitu serak.Melihat kondisi Ellen yang tak baik-baik saja, Ethan memilih langsung menggendong Ellen untuk membawanya ke rumah sakit.Saat Ethan berjalan keluar dari kamar, dia berpapasan dengan Rosalinda yang baru saja akan masuk.Tatapan Ethan begitu dingin pada Rosalinda, ada kebencian tersorot dari mata Ethan.“Lihat, ini akibat dari keegoisan Mama,” ucapnya tajam.Rosalinda bergeming. Dia melihat Ellen yang terkulai lemas, tangannya terulur ingin menyentuh Ellen, tapi Ethan langsung menyenggol tangan Rosalinda dengan sikunya dan Ethan melangkah meninggalkan sang mama begitu saja.Ethan berteriak kesetanan memanggil sang sopir unt
Saat sore hari. Ethan baru saja tiba di rumah lebih awal. Ketika dia baru saja menginjakkan kaki di dalam rumah, Ethan melihat barang-barang yang dibelinya untuk Emma masih ada di ruang tamu, bahkan beberapa baju tergeletak berserakan di lantai.Kening Ethan berkerut dalam. Dia kembali melangkahkan kaki untuk mencari Emma, tapi Ethan kembali berhenti saat melihat Rosalinda di rumahnya.“Apa yang Mama lakukan di sini?” tanya Ethan.Tatapan Rosalinda menajam mendengar pertanyaan sang putra. Dia langsung berdiri lalu melangkah mendekati Ethan.“Apa keberadaan ibumu sendiri di sini harus dipertanyakan?” Suara Rosalinda begitu dalam dan dingin.Ethan menatap datar. Saat ini dia sedang malas berdebat dengan Rosalinda.Ethan memilih tak mengacuhkan keberadaan Rosalinda. Dia siap melangkahkan kaki, tapi gerakannya terhenti karena ucapan Rosalinda.“Apa yang sudah pengasuhmu lakukan sampai kamu rela membelikannya banyak barang mewah?”Ethan kembali menatap pada Rosalinda yang memasang wajah si
Setelah selesai belanja. Ethan langsung mengantar Emma dan Ellen ke rumah.Sepanjang jalan sampai tiba di rumah, Emma hanya duduk diam dengan perasaan campur aduk. Dia bingung dan canggung menjadi satu, kenapa Ethan tiba-tiba membelanjakan banyak barang untuknya.“Beberapa barang lainnya nanti akan diantar oleh pihak toko. Sekarang aku harus segera kembali ke perusahaan,” kata Ethan saat menoleh pada Emma.Suara Ethan membuyarkan lamunan Emma. Dia menoleh pada Ethan yang sudah menatapnya. Emma baru sadar kalau mereka sudah sampai di rumah.“Ada masalah?” tanya Ethan karena Emma hanya diam.Emma menggeleng kepala pelan. “Tidak, Tuan.”Emma segera membuka pintu mobil lalu mengajak keluar Ellen. Emma mengajak Ellen masuk rumah sambil menenteng dua paper bag yang bisa dibawanya.Saat masuk rumah, Emma terkejut melihat siapa yang kini berdiri dengan tatapan dingin ke arahnya.Rosalinda datang ke rumah Ethan setelah berdebat dengan Imelda. Ketika melihat pengasuh cucunya itu, tatapan Rosal
Saat siang hari. Ethan pergi menjemput Ellen bersama sopirnya. Sesampainya di sekolah Ellen, Ethan melihat Emma yang sedang berjalan sambil menggandeng tangan dengan wajah riang.“Itu Papa.”Suara nyaring putrinya terdengar di telinga. Ethan tersenyum pada Ellen yang melambai ke arahnya.Begitu mobil berhenti di depan Emma dan Ellen berdiri, lalu Ellen segera masuk begitu Emma membuka pintunya.Emma memastikan Ellen duduk dengan benar. Emma hendak menarik tubuhnya yang sedikit membungkuk di dalam mobil, tapi Ethan menahannya.“Duduklah di sini,” titah Ethan.Bola mata Emma melebar. Dia menatap Ethan dengan ekspresi bingung.“Maksudnya, Tuan?” tanya Emma masih berada di posisinya.“Duduk di sini bersama kami,” ulang Ethan.“Asyik,” teriak Ellen kegirangan, “sini Kakak Emma, duduk di sini.” Ellen menggeser duduknya ke arah Ethan.Emma mengulum bibir, dia ragu tapi Ethan mengangguk pelan agar Emma segera masuk.Akhirnya Emma masuk di kursi belakang, dia duduk di samping Ellen.Mobil itu
Imelda meninggalkan rumah Ethan bersamaan dengan sang cucu dan cicitnya yang berangkat beraktivitas. Imelda baru saja tiba di rumah. Dia melangkah pelan masuk ke dalam rumah dan langsung dihadang oleh Rosalinda.“Mama sudah menginap di rumah Ethan dan pasti melihat bagaimana pengasuh Ellen, kan? Sekarang, bagaimana pendapat Mama?” tanya Rosalinda begitu antusias. Dia menatap penuh harap pada Imelda akan sepaham dengannya.Imelda menatap datar pada Rosalinda. Dia tak langsung menjawab, tetapi memilih melangkah menuju ruang keluarga lebih dulu.Imelda duduk di salah satu sofa kemudian tatapannya tertuju pada Rosalinda yang duduk di dekatnya.“Apa yang aku katakan benar, kan?” tanya Rosalinda tak sabaran.“Lebih baik kamu berhenti mencampuri urusan rumah Ethan.” Imelda bicara dengan nada tegas. Dia menoleh pelan pada Rosalinda.Ekspresi antusias di wajah Rosalinda berubah suram. Dia menatap heran pada Imelda.“Apa maksud Mama? Sebagai seorang ibu, apa aku salah jika memberi putraku perh
Imelda menyesap teh dengan tenang, setelahnya dia kembali menatap pada Ethan.“Apa perlu nenek yang memberi pemahaman pada mamamu agar kamu tidak disebut anak durhaka jika melawannya?”Ethan terkesiap. Dia menatap sang nenek yang sedang meletakkan cangkir di meja.“Apa Nenek mau?” tanya Ethan.Imelda menatap pada sang cucu, bagaimanapun Ethan adalah cucu satu-satunya yang sejak kecil sangat dia manjakan. Di saat Rosalinda sibuk dengan bisnisnya, Imelda lah yang selalu ada untuk Ethan.Jadi, bagaimanapun Imelda pasti akan lebih berpihak pada Ethan.“Nenek lebih percaya kamu bisa memilih pasangan yang baik,” balas Imelda, “ya, walaupun sebelumnya gagal, tapi nenek yakin kamu tidak akan mengulang kesalahan yang sama dua kali. Jadi, mamamu tidak perlu mengaturmu, kamu berhak menentukan jalan hidupmu sendiri.”Imelda tersenyum hangat pada sang cucu.Kecurigaan dan kecemasan di wajah Ethan memudar. Dia begitu lega karena sang nenek berpihak padanya.Ethan akhirnya mengangguk kecil.“Nenek a