Beranda / Romansa / Pengawal Setia Gadis Buta / Bab 2. Mulai Merasakan Kenyamanan 

Share

Bab 2. Mulai Merasakan Kenyamanan 

Penulis: SecretAK
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-08 15:36:40

“Kurasa Sasha tidak akan menerimamu dengan mudah, tapi dia wanita yang baik. Aku yakin dia tidak akan terlalu merepotkanmu. Cukup jaga dia dengan baik selama aku pergi, dan aku akan memberimu imbalan yang besar ketika kembali nanti,” kata Harris mengingatkan Simon tentang sifat putrinya yang cukup keras kepala. 

Simon mengangguk sopan. “Baik, Tuan. Anda tidak perlu khawatir, saya akan mengatasi penolakan Nona Sasha.” 

Harris tersenyum samar, lalu kemudian memperkenalkan Simon pada dua pelayan yang berdiri di hadapannya. “Mereka adalah Nancy dan Maretha,” ujarnya, menunjuk dua wanita setengah baya dengan seragam rapi. “Mereka bertanggung jawab untuk memastikan mansion dan kebun tetap bersih dan terawat. Jika kau butuh apa-apa terkait kebersihan ruangan atau halaman, mereka yang akan membantumu.” 

Simon kembali mengangguk, dan kedua wanita setengah baya itu menatap sopan Simon seraya menundukkan kepala. 

Harris kemudian menunjuk seorang wanita bertubuh kecil yang berdiri di dekat pintu dapur. “Dan itu Dorothy, koki kami. Dia bertugas memasak semua makanan di mansion ini. Kau akan makan apa pun yang disediakan Dorothy, kecuali jika kau punya permintaan khusus. Dia sudah terbiasa memenuhi keinginan Sasha soal makanan, jadi kau bisa berbicara dengannya kalau ada preferensi tertentu.”

Simon merespon mengangguk hormat pada ketiga wanita itu, mencatat pura-pura nama mereka dengan saksama. Sebenarnya dia sudah mempelajari siapa saja yang tinggal di mansion ini. Hanya ada empat wanita jika Harris pergi untuk perjalanan bisnis yang cukup lama. Dia merasa keputusannya sudah tepat mengikuti ide Josie untuk melamar menjadi pengawal pribadi di keluarga Vanderbilt. Ini jelas berhasil.

“Nancy, tolong antar Simon ke kamarnya,” ujar Harris kemudian, memberi isyarat pada salah satu pelayan itu.

Nancy mengangguk sopan, dan melangkah maju ke arah Simon. “Mari, Simon. Saya akan mengantar Anda ke kamar.” 

Simon menuruti perintah Harris dan bersiap mengikuti Nancy. Namun sebelum pergi, dia menoleh pada Harris dan bertanya, “Tuan Vanderbilt, kapan Anda akan berangkat ke Texas?”

Harris melirik arlojinya, lalu menghela napas pelan. “Aku akan berangkat sore ini. Tapi sebelum itu, ada beberapa urusan yang harus kuselesaikan di kantor. Jadi, Sasha akan makan siang dan makan malam tanpa kehadiranku.” Pria paruh baya itu menatap Simon sejenak, lalu pamit ke Sasha sebelum meninggalkan mansion-nya.

Setelah melihat kamarnya, Simon kembali ke ruang tamu. Dia memperhatikan Sasha yang duduk di sofa. Wajah cantik Sasha terlihat sedang menahan rasa sakit, tetapi tetap memancarkan ketenangan yang luar biasa. Hari ini adalah hari pertama mereka bertemu, tetapi ada sesuatu dalam diri Sasha yang mulai menembus lapisan hati Simon, sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.

Simon menyadari luka kecil di lutut Sasha akibat jatuh di taman tadi. Luka yang terlihat kecil, tapi dia tidak ingin mengabaikan begitu saja. Sebab, meski hanya luka kecil, tetap membuat Sasha kesakitan. 

“Nona Sasha,” panggil Simon seraya melangkah mendekat ke arah Sasha. 

Sasha yang tak bisa melihat, menoleh ke sumber suara menurut instingnya. “Tolong panggil aku Sasha saja, Simon. Jangan terlalu formal. Kau sudah menolongku, jadi cukup panggil namaku saja.” 

Simon terdiam sebentar, mendengar permintaan Sasha. Pria tampan itu sedikit membungkuk ke hadapan Sasha. “Jika itu maumu, maka aku akan memanggilmu cukup nama saja.” 

Sasha tersenyum samar, menanggapi ucapan Simon. 

“Sasha, lututmu terluka. Jika kau tidak keberatan, biarkan aku mengobati lukamu,” katanya lembut, sambil menatap Sasha.

Sasha langsung menarik diri dengan sopan. “Terima kasih, Simon. Aku bisa merawat lukaku sendiri nanti. Aku sudah terbiasa mengurus luka kecil seperti ini.”

“Tapi luka itu harus dibersihkan dengan benar. Aku bisa membantumu, ini sama sekali tidak merepotkan,” Simon mencoba meyakinkan, menatap Sasha dengan serius.

Sasha menghela napas pelan, tetap mempertahankan senyumannya, tetapi nada suaranya berubah tegas. “Simon, aku tidak ingin merepotkan siapa pun hanya karena … karena kondisiku.” Dia mengatakannya tanpa ragu, seolah pernyataan itu adalah sesuatu yang telah lama dia pegang teguh. “Aku tidak boleh bergantung pada orang lain, jadi sebaiknya kau pergi saja. Aku bisa mengurus diriku sendiri.” 

Simon terdiam sejenak, memandangnya dengan perasaan campur aduk. “Baiklah,” akhirnya dia berkata. “Kalau begitu, setidaknya biarkan aku berada di sini kalau kau butuh sesuatu.”

Sasha hanya mengangguk lembut, dan beralih untuk merawat luka di lututnya sendiri. Tampak Simon terus mengamati Sasha dalam diam, tanpa sadar kagum pada cara Sasha bergerak. Wanita itu begitu terlatih, begitu mandiri, meskipun tanpa penglihatan. Luka kecil di lutut itu segera dibersihkan dengan teliti, tanpa keluhan sedikit pun.

Setelah beberapa waktu, Sasha bangkit, menuju perpustakaan yang terletak di ujung lorong. Detik itu juga, Simon mengikutinya dari belakang, menyadari betapa ringan langkah Sasha. Betapa wanita itu mampu bergerak dengan anggun meskipun terbatas oleh dunia tanpa cahaya. 

Sasha berjalan perlahan, dengan tangan menelusuri dinding, sampai akhirnya dia berhenti di depan rak-rak tinggi berisi koleksi buku. Wanita itu duduk di lantai, bersandar pada salah satu rak, memejamkan mata dan membiarkan keheningan menyelimuti.

Simon berdiri tidak jauh dari sana, memperhatikan Sasha dalam diam. Di bawah cahaya lembut ruangan, pria tampan itu melihat kulit Sasha yang seputih porselin, rambut cokelat kemerahannya yang tergerai menyentuh bahu, dan bibir yang tipis, melengkung tanpa senyum tetapi penuh keteguhan. Wajah Sasha memiliki keindahan yang menenangkan, tetapi juga menyiratkan kekuatan luar biasa. Sosok Sasha, dalam diamnya, begitu memikat hingga tanpa sadar Simon terhanyut dalam lamunannya, memandangi wanita itu lebih lama dari yang seharusnya.

Tiba-tiba Sasha berbicara, dengan suara lembut tetapi terdengar jelas, “Kau pasti sedang menertawakanku. Kenapa seorang wanita buta pergi ke perpustakaan?”

Simon tersentak, bingung dan terkejut. “Bagaimana kau tahu aku ada di sini?” tanyanya, menahan napas. “Aku bahkan tidak mengeluarkan suara apa pun,” lanjutnya yang bingung. 

Sasha tersenyum tipis, masih dengan mata terpejam. “Sejak aku menjadi buta, indra-indra lainnya jadi lebih tajam. Aku bisa merasakan aromamu, Simon, parfummu yang berada di sekitarku sejak tadi.”

Simon merasakan wajahnya menghangat, tak menyangka Sasha begitu peka. “Maafkan aku, aku tidak bermaksud mengikutimu, apalagi menertawakanmu,” katanya dengan sungguh-sungguh. “Dan … aku mengerti kenapa kau memilih ke sini.”

“Mengerti? Kurasa kau tidak akan benar-benar mengerti.” Sasha membuka matanya perlahan, menatap ke arah Simon seolah bisa melihat pria itu. “Setelah aku kehilangan penglihatanku, perpustakaan menjadi tempat pelarian yang tenang. Aroma buku-buku ini selalu bisa meredam emosiku,” bisiknya, penuh kejujuran.

Simon berkata pelan, “Jadi, apakah kau masih marah padaku karena aku tiba-tiba menjadi pengawalmu?”

Sasha tersenyum lagi, kali ini dengan tatapan lembut. “Aku tidak marah padamu, Simon. Aku marah pada diriku sendiri.” Suaranya bergetar sedikit, tetapi tetap terdengar tenang. “Marah karena aku harus selalu bergantung, karena aku tidak bisa berbuat apa-apa tanpa bantuan orang lain. Aku … marah karena aku tidak berdaya.”

Simon terdiam, merasakan luka yang tersembunyi dalam kalimat sederhana itu. Perlahan, dia mendekat dan duduk di lantai, hanya beberapa langkah dari Sasha.

“Kau tidak harus selalu merasa begitu, Sasha. Tidak semua bantuan yang kau terima itu berarti kau sedang bergantung. Manusia adalah mahluk sosial, wajar kita saling membutuhkan. Bahkan orang-orang yang tidak buta sepertiku pun memerlukan bantuan orang lain,” ucap Simon dengan lembut.

Sasha menoleh sedikit ke arah Simon, terdiam untuk beberapa saat. Dalam keheningan itu, Simon merasakan betapa istimewanya Sasha, betapa pria itu telah menemukan seseorang yang bukan hanya menarik secara fisik, tapi juga kuat dan indah dalam caranya sendiri.

“Baiklah, jika kau tidak menyukai keberadaanku di sini sebagai pengawalmu. Aku akan pergi.” Simon menyadari bahwa di balik rapuhnya Sasha, ada kekuatan yang lebih besar. Mungkin untuk pertama kali dalam hidupnya, Simon benar-benar kagum pada seseorang. 

Sasha terdiam sejenak, kata-kata Simon menggantung di udara, meninggalkan kesan mendalam yang tak terduga. Dia tidak menyangka, setelah satu hari bersama, pria itu akan mempertimbangkan untuk pergi begitu saja jika memang kehadirannya membuat Sasha merasa tidak nyaman. Simon tetap masih duduk di lantai, tidak jauh dari Sasha, sikap dan nada suara pria itu terlihat serius tetapi lembut, menunjukkan ketulusan yang jarang Sasha temui pada orang lain.

“Sasha … dengarkan ucapanku baik-baik.” Simon berkata dengan nada rendah tetapi tersirat menunjukkan ketegasan nyata. “Aku serius, kau bisa jujur padaku. Jika kehadiranku sebagai pengawalmu membuatmu merasa tidak nyaman, aku bisa menyerahkan surat pengunduran diri pada ayahmu besok. Aku tidak ingin kau merasa terpaksa atau terganggu dengan keberadaanku.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pengawal Setia Gadis Buta   Bab 4. Seseorang yang Peduli

    “Nancy,” suara Sasha lembut, tapi tersirat terdengar tegas, “Bisa tolong bantu bereskan meja?” pintanya hangat pada pelayan yang bekerja di mansion keluarganya itu. Sore itu, udara taman terasa sejuk, dengan embus angin yang perlahan mulai menyejukkan kulit. Tampak Sasha duduk di bangku taman, baru saja selesai menikmati secangkir teh. Salah satu pelayan bernama Nancy, sedang sibuk menyiram tanaman di dekatnya. Sasha, dengan ketenangannya, mengulurkan tangan untuk meraih cangkir teh kosong, berniat membereskannya. Namun, Nancy tampaknya tidak mengindahkan permintaan itu. “Nanti saja, Nona, saya sedang sibuk dengan tanaman ini. Tinggalkan di sana, nanti saya yang bereskan,” jawab Nancy kembali sibuk dengan aktivitasnya sendiri. Sasha menunduk, terdiam sejenak. Sebuah senyum tipis terbentuk di bibirnya, meski tidak ada kebahagiaan di baliknya. “Tapi ini harus segera dibereskan,” katanya pelan, berusaha tidak menuntut lebih. “Kalau begitu bereskan saja sendiri. Bukankah kau punya ta

  • Pengawal Setia Gadis Buta   Bab 3. Tetaplah Menjadi Pengawalku 

    “Apa kau sangat membutuhkan pekerjaan ini?” tanya Sasha dengan suara lembut. Wanita itu merasa gelisah dengan perkataan Simon. Dia tidak mau ada yang kehilangan pekerjaan hanya karena dirinya.Simon berdiri di belakangnya, mengamati reaksi Sasha atas keputusannya dengan hati-hati. Sejak pertama kali diangkat menjadi pengawal wanita itu, dia mulai terbiasa dengan kehadiran Sasha yang tak tergoyahkan. Sasha dengan segala keterbatasannya, tampak lebih mandiri dari banyak orang yang dia kenal. Namun semakin lama, Simon merasa ada sesuatu yang aneh, seperti magnet yang menariknya untuk tetap berada di dekat wanita itu. Ada rasa khawatir yang tak bisa dia lepaskan setiap kali melihat Sasha melangkah, berusaha berdiri di atas kakinya sendiri meskipun dunia di sekeliling wanita itu gelap gulita. “Ya. Kebanyakan orang harus bekerja untuk bertahan hidup. Sayangnya mencari pekerjaan bukan hal yang mudah. Tapi, kalau kau merasa tidak nyaman dengan kehadiranku, aku akan mengundurkan diri,” jawab

  • Pengawal Setia Gadis Buta   Bab 2. Mulai Merasakan Kenyamanan 

    “Kurasa Sasha tidak akan menerimamu dengan mudah, tapi dia wanita yang baik. Aku yakin dia tidak akan terlalu merepotkanmu. Cukup jaga dia dengan baik selama aku pergi, dan aku akan memberimu imbalan yang besar ketika kembali nanti,” kata Harris mengingatkan Simon tentang sifat putrinya yang cukup keras kepala. Simon mengangguk sopan. “Baik, Tuan. Anda tidak perlu khawatir, saya akan mengatasi penolakan Nona Sasha.” Harris tersenyum samar, lalu kemudian memperkenalkan Simon pada dua pelayan yang berdiri di hadapannya. “Mereka adalah Nancy dan Maretha,” ujarnya, menunjuk dua wanita setengah baya dengan seragam rapi. “Mereka bertanggung jawab untuk memastikan mansion dan kebun tetap bersih dan terawat. Jika kau butuh apa-apa terkait kebersihan ruangan atau halaman, mereka yang akan membantumu.” Simon kembali mengangguk, dan kedua wanita setengah baya itu menatap sopan Simon seraya menundukkan kepala. Harris kemudian menunjuk seorang wanita bertubuh kecil yang berdiri di dekat pintu

  • Pengawal Setia Gadis Buta   Bab 1. Pengawal Baru

    “Apa kau bilang? Kau hampir saja ditabrak taksi? Bagaimana bisa?” seru seorang pria paruh baya bernama Harris, suaranya bergetar antara marah dan cemas, mendapatkan kabar yang mengunjang dirinya. “Sekarang katakan pada Daddy, apa kau benar-benar baik-baik saja? Kau tidak terluka, kan, Sasha?” tanyanya dengan nada menuntut agar putrinya menjawab. Sasha mengangguk lembut. “Dad, aku baik-baik saja. Aku memang terjatuh, tapi tidak terluka. Ada pria yang menolongku dan mengantarku pulang.” Ruang tamu mansion keluarga Vanderbilt dipenuhi ketegangan yang menyesakkan. Tampak Harris Vanderbilt berdiri tegak di hadapan Sasha, putrinya yang duduk tenang di sofa. Meski terlihat wajah Sasha sedikit panik, tapi rupanya wanita cantik itu mampu menenangkan kemarahan dan rasa khawatir Harris. “Pria yang menolongmu?” Harris terdiam sejenak, lalu pria paruh baya itu menoleh tajam ke arah pria berperawakan tampan dan gagah yang berdiri di dekat pintu. Pun tampak pria tampan itu membalas tatapan Harri

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status