Sasha meraba-raba meja di ruang tengah, mencoba mencari kain lap yang biasa diletakkan di dekatnya. Akan tetapi tangannya hanya menyentuh permukaan meja yang basah, jejak dari segelas susu yang baru saja dia tumpahkan.
“Dorothy, bisa ke sini sebentar?” panggil Sasha sedikit keras, tetapi tetap sopan agar pelayan bisa datang.
Dorothy yang sedang bersantai di teras bersama Maretha, mendengar panggilan itu dengan kesal. Dia meletakkan cangkir tehnya dengan bunyi keras, membuat Maretha melirik dengan alis terangkat.
“Ada apa lagi sekarang?” gumam Dorothy setengah hati, tetapi cukup keras untuk didengar Maretha. “Tidak bisakah si buta itu tak menggangguku sebentar saja?”
“Pergilah. Mungkin Nona Sasha benar-benar butuh bantuan,” ucap Maretha dengan nada tenang, berusaha menenangkan suasana.
Dorothy mendengkus pelan lalu berdiri. Dia melangkah masuk ke rumah dengan langkah berat, dan mendapati Sasha masih berdiri di dekat meja, tampak menunjukkan kecemasan.
“Ada apa, Nona Sasha?” Dorothy bertanya dengan nada datar, mencoba menahan rasa jengkel.
“Susunya tumpah. Bisakah kau bantu bersihkan? Aku takut semakin berantakan kalau aku yang coba bereskan,” kata Sasha dengan nada lembut, wajahnya menunduk sedikit, mencoba menebak reaksi Dorothy dari suara langkahnya.
Dorothy menghela napas keras. “Ya ampun, Nona Sasha. Sepertinya Nona menjadi semakin manja saja, pasti karena Simon terus-terusan melayani Nona 24 jam,” katanya sinis, dan tersirat penuh sindiran.
Sasha mengernyit mendengar nada itu tetapi tidak berkata apa-apa.
Dorothy yang sudah terlanjur kesal, melirik ke sekeliling mencari Simon, tetapi pria itu tidak terlihat. Sebuah ide buruk muncul di kepalanya. Dia mengambil ember pel yang tergeletak di dekat dapur. Dia melangkah mendekati Sasha dengan senyum kecil di bibirnya, lalu pura-pura tersandung dan menumpahkan air bekas pel ke arah gadis itu.
“Astaga, Nona! Maafkan saya, saya tidak sengaja!” Dorothy berkata dengan nada penuh drama.
Sasha terkejut dan menarik napas tajam. Pakaiannya basah dan lengket oleh air kotor. Sebelum dia sempat berkata, sebuah suara berat memotong keheningan yang membentang itu.
“Dorothy.”
Dorothy berbalik dengan cepat dan mendapati Simon berdiri di ambang pintu ruang tengah. Wajah pria itu tegang, matanya menatap tajam penuh amarah Dorothy layaknya seperti ingin membunuh.
“Apa maksudmu menyiram Sasha seperti itu?” tanya Simon dingin, nada suaranya rendah tetapi mengancam.
Dorothy tergagap, mencoba tersenyum. “Itu kecelakaan, Simon. A-aku benar-benar tidak sengaja,” jawabnya mencari alasan.
“Simon, sudahlah ... ini bukan salah Dorothy.” Sasha, yang merasa situasinya mulai memanas, mengangkat tangan untuk meredakan suasana.
Simon mendekat ke arah Sasha, tetapi tidak menanggapi ucapan Sasha. “Kau bilang ini tidak sengaja? Kau pikir aku tidak punya mata?” jawabnya tajam pada Dorothy.
Dorothy tampak semakin panik di kala Simon menyudutkan dirinya. “S-Simon, sungguh aku tidak—”
“Aku tidak bodoh!” sentak Simon cukup keras, dan membuat Dorothy terkejut.
Tidak hanya Dorothy yang terkejut, tetapi Sasha juga terkejut mendengar bentakan Simon pada Dorothy. Namun, tampaknya Sasha tetap tenang tidak menunjukkan marah, karena memang Sasha tak menyukai berdebatan.
“Simon, aku baik-baik saja. Aku mau mandi saja, dan ingin segera mengganti bajuku,” ucap Sasha mencoba menenangkan Simon.
Simon mengatur napasnya, mencoba meredam kemarahan yang menggulung di dalam dirinya. Andai saja Sasha tak mencoba menenangkan emosi di dalam dirinya, dia sudah pasti akan terus menyuduti Dorothy.
“Aku akan mengantarmu ke kamar,” kata Simon yang langsung menggenggam tangan Sasha.
Sasha mengangguk patuh dengan apa yang Simon katakan.
Simon menatap tajam Dorothy, lalu membawa Sasha pergi meninggalkan tempat itu. Tepat di kala Simon sudah pergi membawa Sasha, tampak jelas raut wajah Dorothy menunjukkan rasa kesal.
“Simon sialan, menyebalkan!” Dorothy bergumam pelan.
Dorothy berjalan tergesa menuju pantry, tangannya masih gemetar setelah membersihkan kekacauan yang baru saja terjadi. Dia mengumpat pelan, menyalahkan dirinya sendiri karena terlalu terbawa emosi. Akan tetapi sebelum dia sempat sampai ke pintu pantry, suara langkah berat terdengar dari belakangnya.
“Pria itu benar-benar menyebalkan!” Dorothy terus menerus bergumam kesal.
“Siapa yang kau sebut menyebalkan?” Simon yang sudah mengantar Sasha ke kamar, langsung kembali menemui Dorothy.
Suara Simon dingin dan penuh ancaman, membuat Dorothy berhenti mendadak. Dia berbalik perlahan, wajahnya langsung memucat saat melihat Simon berdiri hanya beberapa langkah darinya.
“A-aku—” Lidah Dorothy tiba-tiba saja kelu, tidak sanggup untuk menjawab ucapan Simon.
“Apa yang tadi kau lakukan pada Sasha?” Simon bertanya, nadanya rendah tapi penuh tekanan.
“Itu—itu kecelakaan, Simon. Aku sudah bilang, aku tidak sengaja,” jawab Dorothy dengan suara yang bergetar.
Simon menyipitkan matanya tajam, penuh amarah. “Sudahku katakan, aku tidak buta, Dorothy. Aku memiliki mata yang sangat baik, dan bisa melihat kalau kau sengaja melakukan itu!”
“Aku sudah bilang tidak sengaja, kan? Kenapa kau menekanku? Kita sama-sama pelayan Nona Sasha. Hanya karena kau dekat dengannya, jangan merasa hebat!” Dorothy mencoba melawan intimidasi Simon.
Simon menyeringai penuh arti. “Kau menyamakan aku denganmu? Ck! Kau tidak tahu malu, Dorothy.”
“Intinya aku tidak sengaja!” Dorothy bersikeras.
“Baiklah, anggap saja kau benar-benar tidak sengaja.” Simon menarik napas panjang, tatapan matanya setajam elang—menguliti Dorothy. “Tapi, aku berikan peringatan padamu, kalau kau berani melakukan hal seperti itu lagi, aku akan langsung melaporkanmu ke Tuan Harris. Kau tahu apa yang akan terjadi, kan?” desisnya memberikan ancaman nyata.
Dorothy menelan ludah, matanya melebar. Tuan Harris dikenal tidak mentolerir perilaku buruk di rumah besar ini. Nancy juga sudah dipecat karena masalah sepele sebelumnya. Ancaman Simon membuat nyalinya ciut.
“Aku mengerti, Simon. Aku tidak akan mengulangi kesalahan itu lagi. Aku janji. Tolong jangan lapor Tuan Harris,” jawab Dorothy gugup.
Simon melipat tangannya di dada, tatapannya masih tajam. “Pastikan itu bukan hanya janji kosong, karena aku membenci orang yang tidak bisa menepati janjinya. Kau mengerti?”
Dorothy mengangguk cepat merespon ucapan Simon, lalu melangkah pergi dengan langkah tergesa, berusaha menjauh dari aura intimidasi Simon—yang membuat nyalinya benar-benar menciut.
***
Sasha berada di dalam kamar, dengan suasana jauh lebih tenang. Wanita cantik itu sudah selesai mandi, mengenakan setelan baby doll biru muda yang lembut. Rambutnya basah, beberapa helai menempel di pipinya. Dia sedang duduk di dekat jendela, menghadap ke arah luar meskipun dia tidak bisa melihat pemandangan di sana.
Pintu diketuk perlahan, dan suara Simon terdengar dari baliknya. “Sasha, ini aku. Boleh masuk?”
“Masuk saja, Simon,” jawab Sasha lembut.
Simon membuka pintu dan melangkah masuk. Matanya langsung menangkap sosok Sasha yang terlihat manis tetapi rapuh dengan rambut basahnya. Pria tampan itu mendekat sambil membawa handuk kecil.
“Kau tidak mengeringkan rambutmu?” tanya Simon, suaranya lebih lembut sekarang.
Sasha tersenyum samar. “Aku belum sempat.”
“Biarkan aku yang melakukannya.” Simon duduk di kursi dekat Sasha, lalu dengan lembut mulai mengeringkan rambutnya dengan handuk. Gerakannya hati-hati, seolah takut menyakiti wanita itu.
Setelah rambut Sasha setengah kering, Simon mengambil sisir dari meja kecil di sampingnya dan mulai menyisir rambut wanita itu dengan perlahan. “Kenapa kau tidak melawan tadi, Sasha? Dorothy itu hanya pelayan. Dia tidak berhak memperlakukanmu seperti itu.”
Sasha terdiam sejenak sebelum menjawab. “Melawan tidak akan menyelesaikan masalah, Simon. Bahkan jika mereka diganti, akan ada orang lain seperti mereka. Orang akan selalu menganggapku berbeda, dan lemah. Aku sadar akan kekurangan yang aku miliki.”
Simon berhenti menyisir sejenak, menatap Sasha dengan mata penuh simpati. “Itu tidak benar. Kau lebih kuat dari yang mereka tahu.”
Sasha menggeleng pelan, senyum tipis di wajahnya, meskipun ada kesedihan di baliknya. “Mungkin. Tapi kenyataannya, orang seperti Dorothy selalu ada. Nancy sudah pergi, dan penggantinya belum datang. Lihat saja nanti kalau pengganti Nancy datang, aku yakin akan tetap memperlakukanku sama, karena di mata mereka, aku ini beban.”
Simon mendesah berat, rasa sakit menghantam dadanya mendengar kata-kata Sasha. Pria tampan itu tahu Sasha sering diperlakukan tidak adil, tetapi mendengar pemikiran itu langsung dari wanita itu membuatnya semakin marah pada keadaan.
“Selama aku di sini, aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu, Sasha,” kata Simon dengan nada yang tegas, melanjutkan menyisir rambut Sasha dengan lembut.
Sasha tersenyum kecil. “Terima kasih, Simon.”
Di balik senyum wanita itu, Simon bisa merasakan luka yang lebih dalam. Pria tampan itu bertekad, mulai saat ini, dia akan menjadi tameng bagi Sasha dari siapa pun yang berani menyakitinya lagi. Sasha ... wanita ini, semakin Simon lihat, semakin jatuh dia ke dalam pesonanya.
“Simon ...” Sasha tiba-tiba berbalik, seolah bisa menatap Simon dengan tatapan yang polos. “Jangan terlalu baik padaku. Aku takut terlalu bergantung padamu dan ... kehilangan arah saat kau lelah dan bosan padaku,” katanya pelan yang sukses membuat Simon terdiam.
“Jadi, apa rencana Anda setelah ini, Tuan?” tanya Josie sambil menatap sopan pada Simon yang duduk di sofa dengan ekspresi lelah. Asisten pribadi Simon itu selalu sigap, agar selalu bisa membantu tuannya dalam hal apa pun.Simon mendesah panjang, melipat tangannya di dada. “Sebenarnya aku ingin tidur sepanjang hari. Tapi, entah kenapa pikiranku tidak tenang karena harus meninggalkan Sasha bersama Anna di kediaman Vanderbilt.”Josie mengerutkan kening, lalu tersenyum tipis. “Tuan, Anda tahu Nona Sasha aman. Di sana ada dua pelayan kepercayaan baru keluarga Anda yang sudah Anda seleksi sendiri. Ditambah lagi, ada para penjaga yang Anda minta melapor setiap kali Anna membawa Nona Sasha keluar rumah. Saya rasa sekarang Anda harus mencoba santai sejenak. Anda terlalu banyak mencemaskan Nona Sasha.”Simon menghela napas panjang. Pria tampan itu tahu bahwa Josie benar, tetapi firasat itu tetap menghantui pikirannya. Dia memalingkan pandangannya ke jendela, menatap kosong ke luar.“Aku tahu.
“Simon? Simon Kingsley? Itu kau, kan?”Langkah Simon terhenti mendadak. Jantungnya berdegup kencang, tetapi wajahnya tetap tenang. Suara itu berasal dari seorang pria paruh baya yang berdiri tidak jauh dari mereka—kolega ayahnya. Ini adalah salah satu pertemuan yang paling dia hindari.Simon segera mengeluarkan ponselnya, mengetik beberapa kata dengan cepat, lalu melangkah mendekati pria paruh baya itu tersebut sambil memasang senyum tipis. Dia menunjukkan layar ponselnya kepada pria paruh baya itu tanpa berkata apa-apa.Pria paruh baya itu membaca pesan yang tertulis: Aku sedang menyamar. Jangan sampai dia tahu. Kumohon, bantu aku.Pria paruh baya itu tampak bingung sesaat, tetapi tatapan Simon memancarkan desakan yang sulit diabaikan. Pria paruh baya itu akhirnya tersenyum kikuk, lalu berkata, “Ah, maaf. Sepertinya aku salah orang.”Sasha yang berdiri tidak jauh dari Simon, memiringkan kepala, merasa ada sesuatu yang aneh. “Simon? Ada apa?” tanyanya pelan, suaranya terdengar waspada
Malam itu udara cukup dingin, tetapi suasana di rumah Sasha jauh lebih dingin daripada cuaca di luar. Terlihat di ruang tamu, Dorothy dan Maretha berdiri dengan wajah tertekan, koper kecil di sisi mereka. Sementara Sasha duduk di kursinya dengan tangan terlipat di pangkuan, ekspresinya sedih.“Nona, tolong jangan usir kami!” Maretha memohon lebih dulu.Dorothy menyusul, dia berlutut di kaki Sasha. “Nona, maafkan kami! Kami tidak akan melakukannya lagi, sungguh!”“Dorothy, Maretha,” kata Sasha akhirnya, suaranya lembut tetapi terdengar tegas. “Aku tidak pernah menyangka kalian tega melakukan itu. Aku percaya pada kalian … tapi ini sudah terlalu jauh.”Dorothy mencoba berbicara, suaranya penuh penyesalan palsu. “Nona Sasha, tolong beri kami kesempatan lagi. Kami bersumpah tidak akan mengulangi hal ini. Berikan kami satu saja kesempatan untuk memperbaiki kesalahan kami, Nona.”Sasha menggelengkan kepala, wajahnya menunduk mencoba meneguhkan dirinya bahwa keputusannya tidak salah sama sek
“Dorothy,” panggil Sasha dengan nada lembut. “Bisakah kau buatkan aku dua panna cotta? Aku ingin menikmatinya bersama teh,” lanjutnya meminta tolong pada Dorothy.Siang itu, matahari bersinar terik, membuat hawa di dalam mansion terasa lebih hangat dari biasanya. Sasha duduk di ruang makan dengan tenang, dan ingin sesuatu makanan yang segar.Dorothy muncul dari dapur dengan ekspresi malas seperti biasa. “Bahan-bahannya hanya cukup untuk satu,” jawabnya ketus.Sasha tampak kecewa sejenak, lalu tersenyum kecil. “Kalau begitu, buatkan satu saja untukku. Dan ... aku juga ingin pai apel. Aku ingin memberikannya pada Simon sebagai ucapan terima kasih.”Dorothy mendadak menyeringai, ide licik terlintas di benaknya. “Baik, Nona Sasha,” jawabnya dengan nada manis yang dibuat-buat. Dia berbalik menuju dapur sambil mendekat pada Maretha yang kebetulan ada di sana.“Maretha,” panggil Dorthy sambil menepuk lengan Maretha.Maretha menatap Dorothy. “Iya, ada apa, Dorothy?”Dorothy tersenyum licik.
Sudah tiga hari, hubungan antara Sasha dan Simon terasa canggung. Sasha terus berusaha menjaga jarak, sementara Simon hanya bisa menatap wanita itu dari jauh. Ya, Simon bertindak menatap Sasha dari jauh tentunya agar Sasha jauh lebih nyaman, karena kondisi sekarang berbeda—di mana Sasha sedang dalam hasutan.Siang itu, Anna datang berkunjung ke mansion Sasha. Anna adalah wanita ceria dengan mata tajam yang selalu mampu membaca suasana. Begitu memasuki ruang tamu, dia langsung menyadari ada sesuatu yang salah.“Sasha, apa yang terjadi?” tanya Anna sambil duduk di sofa, menatap sahabatnya yang tampak gelisah.“Tidak ada apa-apa,” jawab Sasha, berusaha tersenyum tapi gagal.Anna menyipitkan matanya. “Jangan bohong. Aku tahu ada sesuatu. Kau dan Simon kelihatan aneh. Biasanya kalian selalu dekat, tapi sekarang malah seperti dua orang asing.”Sasha menghela napas panjang, akhirnya menyerah. “Aku ... aku dengar sesuatu tentang Simon.”“Apa yang kau dengar?” Anna bertanya, penasaran.“Katany
Pagi menyapa, Sasha duduk di ruang tengah dengan secangkir teh hangat di tangannya. Meski tidak bisa melihat, dia tahu suasana di rumah sedikit lebih tenang pagi itu. Langkah ringan terdengar mendekat, dan tak lama kemudian suara Dorothy yang pelan tapi canggung menyapanya.“Nona Sasha,” kata Dorothy, suaranya terdengar sedikit berbeda dari biasanya.Sasha mengangkat wajahnya. “Dorothy? Ada apa?”Dorothy menarik napas dalam, lalu berkata dengan nada penuh penyesalan, “Saya ingin meminta maaf untuk kejadian kemarin. Saya benar-benar tidak bermaksud seperti itu. Itu ... kesalahan saya. Saya sadar saya sudah terlalu kasar. Sekali lagi maafkan saya, Nona.”Sasha terdiam sejenak mndengar apa yang dikatakan oleh Dorothy, dan mencoba merasakan ketulusan dari kata-kata Dorothy. Dia bisa membaca ekspresi wajah, tetapi nada Dorothy terdengar cukup meyakinkan dirinya.“Tidak apa-apa, Dorothy,” jawab Sasha akhirnya, suaranya lembut seperti biasa. “Semua orang pernah melakukan kesalahan. Aku sudah