Share

BAB 4: Isi Kontrak

Edward terbangun, merasakan kepalanya pusing dan berat akibat terlalu banyak meneguk alkohol semalam. Beberapa kali ia mengerjapkan matanya untuk menormalkan penglihatannya. Ia menatap sekeliling kamar, menatap asing dengan ruangan tempatnya terbangun.

“Tunggu, bukankah ini paviliun Nyonya?” gumam Edward menyadari di mana dia berada.

Kepalanya berusaha mengingat kejadian semalam yang membuatnya berakhir tertidur di ranjang ini, ranjang sang Nyonya. Kesadarannya perlahan mulai pulih dan mengingat jelas apa yang dilakukannya.

Dia mendatangi paviliun ini dengan keadaan sadar, menyetujui kontrak yang diajukan oleh nyonyanya dan mereka ... melakukan kegiatan itu. Wajah Edward memanas mengingat kejadian semalam, betapa dia sangat menikmati sentuhan Veronica yang lebih mendominasi.

Majikannya itu benar-benar ahli dalam urusan ranjang, bahkan Veronica lah yang beberapa kali memimpin permainan mereka dan membuatnya puas.

“Sial,” umpat Edward menyadari bagian bawahnya kembali terbangun saat membayangkan kegiatannya semalam.

Edward menarik napas panjang dan mengusap wajahnya kasar, dia bangkit dari ranjangnya dan menyadari ruangan ini telah kosong. Egonya sedikit tersentil mengetahui dirinya ditinggalkan oleh pasangan ranjangnya sebelum dia terbangun. Padahal biasanya dialah yang meninggalkan pasangan satu malamnya sebelum pagi.

“Anda benar-benar membuat saya gila, Nyonya,” gumam Edward, sudut bibirnya tersenyum miring. Satu-satunya wanita yang dapat membuatnya seperti sekarang hanyalah Veronica.

Tak ingin berlama-lama di paviliun dan takut jika ada pelayan yang datang, Edward pun memungut kembali pakaiannya yang berserakan di lantai, kemudian memakainya kembali hingga serapi mungkin.

Saat hendak keluar, pandangannya tertuju pada sebuah map di atas ranjang, ia pun mengambil map tersebut dan mengintip isinya sejenak.

[KONTRAK RAHASIA ANTARA NY. VERONICA STARK DAN TN. EDWARD]

Tahu bahwa Veronica sengaja meninggalkan dokumen tersebut untuk dirinya, Edward pun membawanya serta keluar dari paviliun. Dia berusaha berjalan sesantai mungkin agar tak menarik perhatian. Biasanya jam-jam seperti ini ada banyak pelayan yang mulai bekerja.

“Edward?”

Panggilan itu membuat Edward menghentikan langkahnya, jantungnya berdegup kencang. Apa dia ketahuan? Namun dengan cepat Edward menormalkan ekspresinya dan berbalik, mendapati salah seorang pelayan perempuan yang ternyata memanggilnya.

“Kamu memanggilku? Ada apa?” tanya Edward.

“Apa kamu baru saja keluar dari paviliun Nyonya? Bukankah Nyonya berada di bangunan utama? Apa yang kamu lakukan di dalam sana?” Pelayan paruh baya itu menatap Edward curiga.

Edward bisa merasakan jantungnya berdegup dua kali lebih cepat, dia menutupi kegugupannya dengan senyum kecil. Tangannya dengan spontan mengangkat map yang dibawanya dan berkata, “Nyonya menyuruh saya untuk mengambilkan map ini di paviliun.”

Tatapan pelayan itu semakin tajam dan menatap Edward penuh selidik. “Kapan Nyonya menyuruhmu? Aku belum melihatmu mendatangi bangunan utama sejak pagi tadi.”

“Semalam,” jawab Edward singkat. “Lagipula apa urusanmu dengan hal ini? Apa aku harus memberitahu apa saja kegiatanku padamu?” Nada Edward terdengar sedikit sinis, membuat raut wajah pelayan itu berubah tak senang.

Tanpa menunggu jawaban pelayan itu lagi Edward pun kembali melanjutkan langkahnya yang tertunda, menuju kamarnya. Dia perlu air dan mandi untuk menyegarkan pikirannya juga ... untuk menidurkan kembali adik kecilnya.

**

Edward keluar dari kamar mandi hanya mengenakan celana pendek dan handuk yang melingkar di lehernya. Rambutnya yang setengah basah masih meneteskan air dan membasahi wajahnya, membuat kasar ketampanan pria itu bertambah.

Hari ini dia libur. Seperti kata Veronica kemarin, bekas luka yang ditorehkan oleh Victor di keningnya membuat Edward bisa menikmati waktu santai beberapa hari ke depan. Setidaknya hingga bekas luka itu dapat ditutupi oleh riasan.

“Kira-kira apa yang harus kulakukan sekarang?” gumam Edward.

Rasanya aneh ketika tiba-tiba mendapat liburan seperti ini. Hingga pandangannya tertuju pada map yang dibawanya tadi, sekaligus map yang untung saja dapat menyelamatkannya.

Ia pun membuka map tersebut dan mengeluarkan isinya, satu rangkap dokumen yang berisi beberapa lembar kertas perjanjian. Ia mendudukkan tubuhnya di ranjang dan menyandarkan punggung di sandaran ranjang.

Matanya mulai membaca dengan teliti isi dokumen tersebut. Halaman pertama hanya berisi identitas diri antar pihak pertama dan pihak kedua yang merupakan dirinya. Kemudian dia melanjutkan membuka halaman-halaman selanjutnya yang berisi hak dan kewajiban, serta sanksi-sanksi hukum yang akan terjadi jika dia melanggar.

Edward terkekeh geli melihat satu poin yang berada di bagian hak. Di sana tertulis bahwa dia akan mendapatkan uang sebesar dua miliar jika Victoria benar-benar hamil dalam jangka maksimal empat minggu setelah mereka melakukan hubungan badan.

Rasanya Edward ingin menertawakan dirinya melihat nominal yang secara tak langsung mengatakan bahwa tubuhnya satu malam senilai dua miliar. “Sial, apa aku baru saja menjual diri?” umpat Edward.

Biasanya dirinya lah yang akan mendatangi klub malam dan menyewa salah satu wanita untuk menjadi pasangan ranjang semalamnya, memuaskan hasratnya. Namun sekarang keadaan berbalik, dialah yang dibayar untuk memuaskan majikannya satu malam dan memberikan benihnya untuk dikandung wanita itu.

Edward merasa harga dirinya benar-benar terjatuh sekarang.

Mengabaikan poin tersebut, Edward kembali melanjutkan membaca. Ada satu poin di bagian kewajiban yang entah mengapa mengganjal perasaan Edward. Seolah ada duri yang menusuk tepat di jantungnya saat membaca bagian itu.

[Pihak kedua bersedia untuk tidak memberitahu fakta apapun mengenai identitas anak Pihak pertama nantinya. Pihak kedua juga tidak diperbolehkan untuk mengakui anak itu sebagai darah dagingnya atau mengaku sebagai ayah dari anak Pihak pertama]

“Sudahlah, untuk apa juga aku memusingkannya. Yang penting aku hanya harus bungkam dan aku telah merasakan tubuhnya yang begitu indah,” ucap Edward berusaha mengusir segala isi pikirannya.

Ia memilih menutup dokumen tersebut dan melemparnya ke sembarang arah, tak peduli lagi pada isinya yang lain dan memilih memejamkan matanya. Berbaring di ranjang saat pagi hari adalah sebuah kesempatan langka, selama ini dia selalu sibuk mengawal Victoria ke mana pun wanita itu bekerja dan itu akan sangat menguras energi.

Apalagi karir Veronica sebagai seorang model sedang berada di atas langit, ada banyak job yang majikannya lakukan dalam satu hari. Kadang di sini, kadang berpindah ke sana dan dia diwajibkan terus menjadi perisai bagi Veronica.

Baru saja mata Edward terpejam dan hendak tertidur ke alam mimpi, ketukan pintu yang terburu-buru dan begitu keras mengagetkannya. Sontak saja Edward tersentak kaget dan langsung terduduk. Keningnya mengernyit bingung sekaligus penasaran, ia langsung bangkit dan membuka pintu kamarnya.

Edward mendapati seorang pelayan pribadi Veronica tengah berdiri di depan kamarnya dengan wajah cemas dan panik.

“Ada apa sampai kamu terlihat sangat panik?” tanya Edward.

“N-nyonya Vero!”

Edward mengernyit bingung. “Ada apa dengan Nyonya?”

“Tuan dan Nyonya bertengkar hebat! Keadaan Nyonya sangat parah, aku mohon selamatkan Nyonya,” ucap pelayan tersebut memohon dengan mata berkaca-kaca.

Edward terkejut, kepalanya sibuk memikirkan sejumlah alasan pertengkaran kedua majikannya. Mereka bertengkar? Ada apa? Apa kegiatan kami semalam ketahuan?

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status