Mungkin bocah laki-laki itu tak menyadari. Tapi, tangan Eryk gemetar memegangi belatinya.Di sisi lain, White terus mendesak Eryk untuk menyingkirkan bocah itu. Tak peduli cara apa pun yang harus Eryk tempuh. White tidak suka jika sampai tempat persembunyian mereka terbongkar hanya karena ulah bocor laki-laki iseng berusia tujuh tahun.“Tidak!” jawab Eryk atas pertanyaan dan permintaan Alland untuk singgah di sarangnya. “Tinggalkan aku sendiri!”Wajah Alland tampak kecewa.“Baiklah... baiklah...,” katanya. “Santai saja. Aku tak akan memaksa. Beri aku waktu sebentar untuk beristirahat. Oke? Setelah itu aku akan pergi.”Eryk terus memperhatikan bocah itu dengan curiga.Alland tiba-tiba melepas ransel di punggungnya dan mulai membuka resleting. Gerakan tangan Alland membuat Eryk waspada. Secara refleks, dia kembali mengacungkan belatinya ke arah Alland.“Hei, jangan seperti itu!” Alland kaget. “Aku akan segera pergi. Kau tak perlu mengancamku. Kau bisa melukaiku dengan itu!”Alland pun m
“Hei, ini aku!”Eryk sedikit kaget dan hampir saja melompat turun dari sarang. Ketika burung-burung merpati terbang berhamburan, Eryk mengira ada manusia yang datang ke sana menyusul kemunculan Alland. Rupanya, itu hanyalah si burung gagak yang semalam ikut membantunya dan White menolong Kepala Penjara Jarvis.“Haruskah kau datang dengan membuat keributan seperti itu, Black?” Eryk tampak kesal.“Aku benci pada merpati-merpati itu,” keluh sang gagak. “Mereka selalu bergerombol dan merebut makananku. Aku hanya ingin sedikit menakut-nakuti mereka.”Tiba-tiba, Eryk dan Black terdiam. Mereka bersama-sama melirik ke arah Alland. Betapa terkejutnya Black ketika dia terlambat menyadari bahwa ada manusia lain di dalam sarang Eryk.“Wayland, siapa manusia kecil ini?” Black menjadi waspada. “Aku pikir kau tak suka berhubungan dengan manusia lain?”Eryk tak menjawab.“Seperti itukah caramu berbicara dengan para burung?” tanya Alland dengan antusias. “Apakah burung gagak itu mengerti ucapanmu? Itu
Eryk selalu merasa gelisah jika keluar pada siang hari. Saat malam, ketika menjelajahi kota mencari makanan dan persediaan atau sekadar berjalan-jalan, kegelapan melindunginya dari tatapan para manusia yang ingin tahu.Bergerak di malam hari membuatnya lebih bebas di jalanan dan di sepanjang bubungan atap. Tapi, di darat di bawah cahaya menyilaukan sinar matahari, Eryk merasa terpapar.Eryk harus menutupi kepalanya dengan tudung jaket dan berjalan dengan kepala tertunduk. Di sepanjang trotoar, Eryk terus melipat kedua lengannya ke dada. Seolah-olah, dengan begitu dia akan mampu menghalau pandangan orang pada keberadaan dirinya.“Rockwool kota yang cukup luas,” gumam Eryk. “Jalan-jalannya diatur menyerupai kisi-kisi. Sayangnya, aku tak bisa membaca nama jalan. Karena beberapa ditulis menggunakan huruf-huruf asing yang aku tak mengerti.”Seolah-olah Rockwool adalah sebuah kota fantasi yang tak ada dalam kehidupan nyata. Faktanya sela
“Tempat itu?” Alland mengerutkan keningnya. Bocah laki-laki itu terlihat lucu dan sangat polos.“Maksudku,” ujar Eryk. “Antarkan aku ke ruangan arsip yang menyimpan sejarah dan informasi apa pun mengenai kota ini. Kau mengerti, kan?”“Yah, tentu saja. Ruang arsip adalah tujuan yang tepat jika kau ingin belajar tentang sejarah. Jadi, dugaanku benar, kan? Kau memang menyukai sejarah, Eryk.”Alland bersikap seolah-olah dia pria dewasa. Dia berusaha menyejajarkan diri dengan Eryk dalam percakapan. Meski terlihat sangat lucu, tapi Eryk menghargai usaha bocah itu.Eryk mengekor di belakang Alland dan berjalan di antara rak-rak. Dia berusaha tidak menatap buku-buku yang sangat menggoda di seluruh deretan rak-rak itu. Eryk harus fokus dan memperhatikan tujuannya.Alland terus melangkah menaiki tangga hingga sampai di lantai dua. Mereka menyusuri lorong dan koridor lalu berbelok ke kanan. Tiba-tiba, Allam berhenti.“Di sini!” katanya sambil menunjuk sebuah pintu besar di hadapannya. “Tapi, ada
White terbang mendahului lalu bertengger di atap mobil Tuan Jarvis.“Belum terlambat untuk berbalik,” katanya pada Eryk.Eryk menguatkan diri dan terus berjalan. Di kejauhan, dia mendengar lonceng dari menara Penjara Rockwool berdentang yang menunjukkan waktu sudah pukul 07.00 malam.Matahari sudah lama terbenam dan hari sudah cukup pekat. Di langit hanya terlihat awan mendung. Tidak ada bulan yang pucat apalagi bintang.“Kita bisa pergi ke kota dan menjarah bak sampah restoran ayam,” ujar Black. “Kenapa kita harus ke sini? Buang-buang waktu saja! Ada banyak pilihan di kota. Dan sepanjang ingatanku, kau belum membayar janjimu untuk memberiku makan malam yang lezat, Wayland!”Eryk terhenti. Dia berusaha menutupi kegugupannya dengan menyelipkan kedua tangan ke kantong celana. Punggungnya sedikit membungkuk. Dan wajahnya terlihat pucat. Eryk selalu pucat dan kurus.“Aku ingin melakukan ini, menghadiri undangan makan malam keluarga Jarvis,” ujar Eryk pada kedua burung itu.“Tapi, kau tida
Suasana di ruang makan benar-benar terasa sangat canggung. Ketika Alland meninggalkan ruangan untuk mengambil piring, Eryk terpikir untuk berbalik dan kabur.“Mereka jelas-jelas tak menginginkanku di sini. Seharusnya aku mendengarkan White.”Eryk berusaha tersenyum. Tapi, dia yakin kelihatannya akan lebih seperti cengiran. Tuan Jarvis mengangguk seakan dia tidak yakin harus menanggapi senyum Eryk seperti apa. Nyonya Jarvis hanya meletakkan pinggan ke meja dengan perlahan dan Alyssa tetap menghindari bertatap muka dengan Eryk.“Silahkan, duduklah!” kata Tuan Jarvis pada Eryk. Pria itu juga menoleh pada Alyssa dan meminta gadis itu untuk kembali ke tempat duduknya.Dengan gugup, Eryk melakukan yang disuruh. Tangannya diletakkan di kedua sisi tubuh selagi duduk. Semuanya tampak sangat bersih! Dinding, lantai, taplak. Dia nyaris tak berani bergerak karena khawatir akan mengotori semua benda-benda itu.Sesaat Eryk merasa seperti orang konyol. Dia benar-benar lupa bagaimana rasanya menjadi
“Ada apa dengan kalian berdua? Sepertinya kalian lebih mengenal Eryk daripada dirinya sendiri. Bukankah sebaiknya dia menjawab pertanyaan itu sendiri, Anak-Anak?” Tuan Jarvis merasa gusar. “Betul,” jawab Eryk dengan singkat. “Umurku sudah 22 tahun. Meski penampilanku sangat buruk dan terlihat lusuh,” ujarnya dengan nada sakartis. “Maaf, Eryk. Aku tidak bermaksud menyinggungmu. Aku hanya….” Nyonya Jarvis memotong ucapan suaminya. “Kami hanya khawatir jika anak-anak kami salah memilih teman. Jarak usiamu terlampau jauh dari anak-anak kami, terutama Alland. Bukankah itu sedikit riskan jika kau berteman dengan mereka?” “Tak ada yang meminta mereka untuk berteman denganku!” Nada suara Eryk terdengar tajam. “Berhentilah mengintrogasi dan menyudutkan, Eryk!” kata Alland dengan kesal. Lalu, dia meletakkan piring di depan Eryk yang penuh dengan daging, kentang, dan sayuran. Semuanya disiram dengan saus daging. “Ayo, makanlah!” kata Alland. “Tidak ada yang pernah berubah di rumah ini,” g
Eryk memikirkan bekal makan siang milik Alland yang diberikan padanya. “Kemarin,” ujarnya. “Kau tahu?” ucap Tuan Jarvis. “Aku mungkin bisa mencarikan tempat yang bisa menyokongmu.” Sambil meletakkan pisau dan garpunya. Eryk mengerutkan dahi. “Menyokongku?” “Kota ini bisa merawat anak-anak yang tidak….” “Tuan Jarvis, sekali lagi kukatakan, aku bukan anak-anak. Usiaku sudah 22 tahun. Meski aku tak bisa menunjukkan identitasku, tapi sedikit berlebihan jika kau masih menganggapku sebagai anak-anak, bukan? Aku bahkan lebih tua daripada putri sulungmu.” “Kau tidak perlu emosi begitu,” ujar Tuhan Jarvis. “Aku hanya berusaha menolongmu.” “Jangan ganggu dia, Ayah!” ujar Alland. “Dan kau masih saja keras kepala, Tuan Jarvis. Sudah kukatakan sebelumnya, pemuda ini bukanlah anak-anak. Bahkan dia sudah cukup usia untuk menikah!” ujar Alyssa dengan acuh tak acuh. Tuan Jarvis memberi kedua anaknya tatapan tajam. “Jangan berseru kepadaku, Nona!” ujarnya pada Alyssa. “Tidak setelah ketidakpatuh