Share

BAGIAN 3

Kedua pria itu saling memandang lalu tertawa terbahak-bahak. Aku tidak mengerti seberapa keras alkohol yang mereka minum. Tapi itu membuat keduanya menjadi bodoh dan wanita aneh itu juga bodoh, mengapa tidak lari. Mengelabuhi pria mabuk adalah hal yang mudah bagiku.

“Oooow… jadi wanita ini kekasihmu? Dia sangat aneh, tapi juga sangat manis,” kata pria itu dan temannya mengangguk setuju.

“Ya, dia kekasihku. Aku mohon maaf karena dia telah mengganggu kalian. Jadi, aku mohon pamit bersamanya,” ucapku seraya menggenggam tangan wanita itu yang berkeringat dingin. Meninggalkan keduanya dengan berjalan perlahan menjauh.

Kami berjalan perlahan dan semakin menambah kecepatan hingga sampai di persimpangan ketiga. Wanita itu menarik tangannya dari genggamanku.

“Lepaskan!” katanya dengan ketakutan.

Aku bisa melihat wajahnya yang seperti bayi, dengan mata kucingnya yang menggemaskan. Tapi dia sudah dewasa bukan? Mengapa bertingkah seperti ini?

“Aku telah menolongmu,” ucapku.

“Apakah aku bisa memastikan jika kamu adalah orang baik?” Dia bertanya tanpa ragu ketika aku sudah menyelamatkannya. Dasar aneh!

Aku menatapnya tajam, sehingga dia ketakutan dan semakin mengeratkan pelukannya pada benda bodoh itu, boneka beruangnya. “Jika aku orang jahat, aku tidak akan menolongmu. Atau bahkan bergabung dengan pria mabuk itu untuk-”

“Untuk apa?!” Suaranya mulai meninggi tapi aku masih bisa mendegar nada bicaranya yang ketakutan. Dia benar-benar tidak tahu terima kasih.

Waktu semakin larut dan aku tidak ingin membuang waktuku hanya untuk wanita aneh sepertinya. Jadi aku mengalah. “Tidak, lebih baik aku pulang.” Aku meninggalkannya sendirian di depan gedung toko bunga yang sudah tutup.

Aku semakin menjauh darinya. Hentakkan kakiku kembali terdengar. Udara dingin menerpa wajahku, aku mengeratkan jaket tebalku. Tapi seseorang di belakangku tidak bisa bersembunyi lagi karena itu terasa sangat jelas.

Badanku membalik dan melihat wanita aneh itu mengikutiku.

“Hei, kenapa kau menguntitku?!” tanyaku dengan kasaar.

“Aku ingin minta maaf atas sikapku tadi,” ucapnya dengan lugu.

Aku menaikkan sebelah alis. “Lalu?” tanyaku lagi.

“Dan… ingin berterima kasih atas pertolonganmu tadi.”

Sekarang wanita itu berubah menjadi seperti kucing yang sudah jinak. Aku sedikit melihat matanya lagi yang sedikit menunduk. Dia terlihat aneh, tidak seperti wanita pada umumnya.

“Apakah kau sudah berubah pikiran, huhh?” Aku ingin membalas dendam padanya dengan pertanyaan-pertanyaan bodoh.

Wanita itu mengangguk dan terus memeluk boneka beruang di depan. “Setelah kupikir, sepertinya kamu adalah orang yang baik.” Mengapa sekarang perkataannya membuat hatiku melunak dan merasa bersalah dengan caraku berbicara?

“Dari mana kamu tahu jika aku adalah orang baik? Bisa saja aku berubah menjadi bagian berandal seperti tadi?” Aku semakin penaran dengan wanita ini.

“Itu tidak mungkin. Karena kamu telah menyelamatkanku dari dua orang jahat itu. Bolehkah aku ikut tinggal bersamamu?”

Aku membelalakkan kedua mataku karena kaget. Dia benar-benar wanita yang tersesat. “Di mana rumahmu? Aku akan mengantarkanmu,” tawarku, tetapi dia malah menggelengkan kepala yang tidak aku mengerti apa maksudnya.

“Kau tidak punya rumah?” Dia langsung mengangguk dan berkata, “Aku tersesat, dan bukan berasal dari sini. Aku datang dari kota Kansas.”

Luar biasa Mario! Kamu menolak tawaran Michelle untuk menonton sampai pagi, tetapi malah bertemu dengan wanita aneh yang katanya tersesat di Los Angeles dan datang dari Kansas. Sungguh menyebalkan.

Aku mulai menaruh rasa curiga padanya. Siapa tahu dia adalah seorang penjahat yang berpura-pura menjadi gadis lugu. Lalu aku mengizinkannya untuk tinggal di apartemenku, kemudian dia merampas harta bendaku. Tidak, tidak.

Mataku menelusuri lebih dalam lagi wanita itu. “Kamu tidak memiliki benda tajam di dalam tasmu ‘kan?” tanyaku mengintrogasi.

“Apa? Tidak! Aku benar-benar tersesat di sini dan aku tidak tahu harus minta tolong pada siapa lagi selain kamu.” Wajahnya memancarkan kejujuran, tapi tetap saja aku harus berwaspada.

Setelah melihat malam yang semakin larut, aku tidak bisa menolaknya lagi. Lagi pula, bagaimana jika aku tidak menolongnya dan wanita itu bertemu dengan pria mabuk seperti tadi? Aku akan merasa lebih bersalah padanya.

“Baiklah, aku mengizinkanmu untuk tinggal malam ini di tempatku.” Aku berjalan terlebih dahulu dan dia mengikuti dari belakang.

Setelah berjalan hampir 5 menit, dia mengeluh, “Apakah tempatnya masih jauh? Aku sangat lelah.”

Aku menoleh padanya yang berada di sisi kiriku. “Kita baru berjalan 5 menit dan kau sudah mengeluh. Kita sudah sampai!” kataku seraya menaiki anak tangga. Apartemenku berada di lantai dua. Tempatnya sangat kecil, hanya ada satu kamar tidur, ruang tengah, dapur dan toilet berukuran serba minimalis.

“Aku akan membersihkan tempat tidurku dulu.” Aku masuk ke dalam dan mengganti sprei beserta sarung bantal. Aku tidak mungkin membiarkan wanita itu tidur di sofa. Seperti yang dia bilang tadi, dia datang jauh dari Kansas.

Setelah aku membersihkan tempat tidurku, aku melihatnya tengah duduk dan hampir tertidur di sofa. “Hei, bangun! Kau boleh tidur di kamarku, aku akan tidur di sini,” kataku membuatnya tersadar.

Huhh? Apa tidak apa-apa?” Dia bertanya dan langsung mendapatkan anggukan dariku. Aku juga memberikan baju lengan panjangku serta celana panjang yang sepertinya kebesaran untuknya.

“Gantilah pakaianmu dengan ini. Aku tidak memiliki pakaian perempuan.”

Wanita yang belum kuketahui namanya menerima pakaianku. Dia segera masuk ke dalam kamar. Aku melihat arlojiku yang sudah menunjukkan jam 1 malam.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk aku tertidur dengan cepat. Aku benar-benar lelah hari ini.

.

.

“Jangan tinggalkan aku, Ruby!”

“Tidak Tidak!!!”

Seseorang menepuk sebelah pipiku. Huhh, dia adalah wanita aneh itu. Aku terbangun dari mimpi burukku dan segera bersandar pada sofa. Dahiku berkeringat, bahkan seluruh badanku basah.

“Kau tidak apa-apa? Kau terus berteriak,” ucapnya yang tengah duduk di sampingku.

Aku mengatur napas agar kembali pada gerakan normal. “Tidak, mimpi buruk biasa terjadi ketika tidur, bukan?” Aku menoleh padanya.

Dia terlihat lebih menggemaskan ketika mengenakan pakaianku yang kebesaran di tubuhnya. “Ya, aku juga pernah mengalaminya, dan itu menjadi kenyataan.”

Aku terperangah mendengar jawabannya. “Maksudnya?” tanyaku dengan menaikkan sebelah alis.

“Aku pernah bermimpi buruk, Mario, dan itu menjadi kenyataan. Kau mau mendengarnya?” Dia bahkan tahu namaku. Dari mana?

Aku menelan ludah dengan susah payah karena kering di tenggorokan. “Tunggu! Bagaimana kau tahu namaku, kita bahkan belum berkenalan.”

Wanita itu kini tersenyum dengan cukup manis, dia terlihat sedikit lebih cantik. “Aku melihat name tag di seragam kerjamu ketika kau melepaskan jaketnya,” kata wanita itu dengan suara yang manis. Oh, aku baru sadar.

“Aku Anna,” ucapnya seraya mengulurkan sebelah tangannya. Kami berjabatan dengan cepat lalu kembali pada posisi semula. Ternyata menatap matanya terlalu lama tidak baik untukku. Mata kucingnya sungguh menggemaskan. Astaga, aku selalu mengatakan hal-hal konyol tentangnya!

“Malam itu, aku bermimpi jika Ibuku akan meninggalkanku. Lalu, seminggu kemudian, mimpi itu menjadi kenyataan… dan aku… aku bahkan tidak menyangka Ibu akan meninggalkanku secepat itu.” Nada suaranya melemah ketika dia mengucapkan Ibunya.

“Kami hanya tinggal berdua di Kansas. Aku tidak pernah jauh dari pandangan Ibuku. Dia selalu menjaga dan melindungiku dari orang-orang jahat,” katanya lagi.

Siapa yang dia maksud orang-orang jahat? Aku masih mendengarnya dengan saksama.

“Lalu, setelah kepergian Ibuku, aku tidak punya siapa-siapa lagi. Sehingga Ayahku yang tinggal di kota ini memaksaku untuk menjemputku dari rumah. Tapi aku tidak mau.”

Aku membuat wajah bingung. “Menagapa?” tanyaku penasaran.

Dia menatap mataku dengan lekat, aku bisa melihat kesedihan di matanya yang mulai berair. Bibirnya yang tipis tidak sedikit bergetar.

“Karena… dia bukan lelaki yang baik seperti kamu. Dia adalah orang jahat seperti kedua pria mabuk tadi.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status