Share

5. Kecewa dan Penasaran

"kenapa wajahmu berubah begitu, Ar?" tanya Aminah.

Arya menggelengkan kepalanya dengan pelan tersenyum. Menghancurkan kembali ponselnya lalu menatap ke arah depan dengan tangan yang memegang kemudi.

"Kamu jangan bohong sama mama, Ar! Hana sering giniin kamu?" tutut Aminah pada anak-anaknya. Sedangkan Arya hanya diam dan memendamnya.

"Jangan dipendam, Ar! Kamu itu laki-laki!" bentak Aminah.

"Kamu kepala rumah tangga, Ar. Kalau istri kamu terus terusan berada di luar dan tidak punya waktu untuk kamu, kapan kalian punya momongan?"

"Ingat, Ar! Perempuan itu harusnya di rumah dan melayani suaminya. Bukannya bekerja sampai lupa waktu dan mengabaikan kewajibannya."

"Ma, sudahlah!"

Aminah heran dengan anak-anaknya. Perasaan dulu Arya selalu menerima masukan darinya. Tapi sekarang dia memilih mengalah dan terlalu patuh pada istrinya.

Arya ucapan akan ucapan Aminah kemarin padanya. Di dalam mobil yang dia kendarai, Arya menghela nafas berat. Ia memang mencintai Hana dan tidak keberatan jika istrinya itu harus bekerja. Namun, mendengar ucapan Aminah tiba-tiba saja membuat dirinya merasa apa yang dilakukan Hana tidaklah benar.

Omongan Aminah berputar di dalam benaknya. Hingga tanpa sadar ia sudah berkata kasar pada Hana. Di tambah lagi keinginan mereka untuk memiliki momongan belum mendapatkan hasil. Itu membuat Arya semakin terperangkap dalam persekutuan Aminah.

Sesampainya di tempatnya mengajar, Arya menenteng buku dan berjalan ke ruangannya. Tepat di depan pintu menuju ke ruangannya, Arya berhenti. Matanya menangkap sosok gadis dengan rambut lurus tergerai sedang berdiri dekat pintu. Gadis itu sadar dengan kehadiran Arya yang membuat keduanya saling membocorkan.

"Pak Arya," panggil Susan. Arya mendekat dan melihat raut wajah Susan yang gelisah. Tidak puas, Arya membuka pintu.

"Masuklah!" kata Arya mempersilahkan Susan masuk.

Susan menurut, berjalan pelan masuk ke dalam ruangan Arya. Begitu Susan berada di dalam, Arya menutup pintu lalu menguncinya dari dalam. Susan menoleh dan mendapati Arya yang sudah dekat dengannya.

"Ada apa menungguku?" Tanya Arya dengan memegang pundak Susan. Tidak hanya itu tangan kanannya juga menyibak rambut anak gadis itu dan menyelipkannya ke sela telinga.

Susan menatap mata Arya dalam sedikit rasa takut lalu menghela nafas. Dia merogoh ke dalam tasnya dan mengeluarkan sesuatu dari dalamnya. Sebelum memberikannya pada Arya benda itu dia kepal kuat kuat.

"Susan hamil, Pak." Susan menyodorkan tes kehamilan ke hadapan Arya.

Wajah Arya yang semula menatap Susan pun ia alihkan dan menunduk. Menatap benda kecil bergaris merah dua yang diulurkan Susan. Tangannya tergerak mengambil benda itu.

“Kalau Pak Arya tidak bisa bertanggung jawab, Susan akan gugurkan sebelum kandungan Susan besar,” imbuhnya.

"Siapa saja yang tahu masalah ini?" tanyanya dengan tetap fokus melihat benda bergaris itu.

"Tidak ada, hanya kita saja," jawab Susan.

Arya menyimpan benda itu lalu mengalihkan pandangannya menatap Susan. Wajah Susan sudah terlihat berkabut juga takut. Arya menariknya lalu memeluknya dan juga menenangkannya.

"Terima kasih, Susan. Aku tidak menyangka akan mendapatkan hadiah ini darimu." Susan menangis di pelukan Arya mendengar ucapannya.

"Jangan sesekali memikirkan menggugurkannya. Aku akan bertanggung jawab dan membahagiakan kalian."

"Tapi... bagaimana dengan istri Pak Arya?" tanya Susan pelan.

Arya melepaskan pelukannya dan sedikit terdiam. Menatap wajah Susan dan melihat kekhawatiran di sana. Arya mengambil kedua tangan Susan dan membawanya ke depan dadanya.

"Aku akan bicara padanya, kamu tidak perlu khawatir, ya. Sekarang yang terpenting kamu harus menjaga kesehatan bayi kita," ucap Arya sambil mengusap usap telapak tangan Susan dengan lembut.

Susan mengangguk dan kembali menelusupkan tangannya memeluk tubuh Arya. Ada rasa bahagia yang Arya rasakan. Setelah penantian lima tahun dalam pernikahannya akhirnya dia dapat membuktikan jika dirinya bisa memiliki keturunan. Meski bukan dengan Hana tapi Arya bahagia.

Hubungan gelap yang dia jalani dengan Susan selama beberapa bulan ini membuahkan hasil. Susan yang menjadi anak didiknya dapat mewujudkan harapannya. Saat ini Arya tersenyum senang juga haru bertolak belakang dengan apa yang Hana rasakan di rumah sakit saat ini.

Hana menangis di pelukan Mawar. Menumpahkan rasa sedihnya yang teramat sangat karena mengingat perlakuan dari Arya.

"Sudahlah, Han. Kamu enggak salah kok. Pekerjaan ini kamu dapatkan dengan susah payah jangan hanya karena ucapan Arya kamu jadi berpikir untuk melepaskan impian yang sudah kamu bangun sejak lama," tutur Mawar.

"Tapi mas Arya menyalahkan aku, War. Aku tidak menyangka jika mas Arya akan berkata sekasar itu padaku," keluh Hana.

"Arya mungkin sedang kesal saja, Han. Sudah, ya. Jangan menangis lagi kalau kamu menangis terus bagaimana nasib pasienmu?" kata mawar.

Mendengar itu Hana menarik tubuhnya dari Mawar. Benar, dia adalah dokter dan tugasnya di rumah sakit ini untuk merawat pasien. Menagis seperti ini tidak akan menyelesaikan masalah.

"Kamu benar, War. Aku harus mengunjungi pasienku dan memberi mereka obat," ucap Hana mengusap air matanya lalu bangkit dari duduknya. "Kalau begitu aku pergi dulu, ya War."

Ceklek

Saat Hana hendak keluar dari ruangan istirahat itu dia berpapasan dengan Aji. Hana mengalihkan pandangannya saat matanya bersitatap dengan Aji dan melewatinya. Aji sendiri masuk ke dalam ruangan itu yang di sana masih ada Mawar.

“Sepertinya ada yang tidak beres dengan Arya,” gumam Mawar. Mawar melirik Aji yang mungkin saja mendengar ucapannya.

"Lihat apa kamu?" tanya Mawar dengan sinis.

"Tidak ada," jawabnya.

"Lalu, buat apa kamu kemari? Ini bukan tempatmu!"

"Sudah tahu," balas Aji lebih dingin, "cuma mau ambil jas dokter firman."

Setelah mendapatkan apa yang diinginkannya, Aji keluar lagi dari sana. Menyisakan Mawar yang diamati dengan geram. Sementara di luar, Aji berjalan dengan pikirannya yang beberapa saat lalu melihat wajah Hana yang sembab. Ditambah lagi dia juga dengan apa yang dikatakan Mawar.

"Lama banget sih, Ji. Kamu ngambilnya ke planet mana?"

"Berisik, nih!" Aji menyerahkan jas yang tadi dia ambil ke fajar. "Lain kali kalau bisa jangan nyuruh orang lain."

"Sensi amat. Tadi ketemu senior galak ya, di sana?"

Aji tidak menanggapi dan terus berjalan dengan fajar di dekatnya. Rasa penasaran muncul di hatinya. Aji tanpa sadar menghentikan langkahnya membuat fajar menabraknya dari belakang.

"Ngapain berhenti sih, Ji!" Fajar mengusap kepalanya yang membentur tubuh Aji.

"Kamu tahu dokter Hana?" tanya Aji yang sudah keluar dari topik.

"Dokter Hana? Tahulah. Kenapa?" timpal fajar.

"Arya itu siapanya?" tanya Aji penasaran juga takut.

"Arya? Enggak pernah dengar. Suaminya mungkin," terka fajar dengan menggedikkan bahunya.

Aji terdiam di tempatnya, sementara fajar sudah berjalan kembali. Aji tahu dia hanya penasaran tapi mendengar jawaban fajar membuat sesuatu dalam dirinya tidak terkendali. Rasanya sesak saat tahu jika dokter Hana sudah menikah.

"Ngapain bengong, Ji. Ayo! Ditunggu dokter firman kita nanti kalau telat lembek dikurangi loh."

Comments (2)
goodnovel comment avatar
viviana_yukata
lelaki kebanyakan emang begitu Kak
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
bagus yah ngebentak2 Hana cuma biat alesan biar km tenang selingkuh dibelakang istri n km yah Arya lom tentu anak yg dikandung Sama Susan itu anak kandungmu dasar buaya darat
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status