Share

Dituduh Pencuri

last update Last Updated: 2023-02-02 11:44:57

Ting, lampu di atas pintu ruang operasi meredup setelah menyala hampir enam jam lamanya. Dibarengi dengan pintu terbuka, dokter muda yang cantik keluar dari sana. 

Hana, dengan wajahnya yang terlihat serius meninggalkan tempat tersebut. Di belakangnya juga ikut keluar beberapa perawat yang mendorong bangsal.

Di sisi lain lorong tersebut terlihat sepasang mata yang mengagumi cara berjalan Hana. Sejak melihatnya keluar dari ruangan operasi hingga menjauh. Pandangannya tidak berhenti menatapnya.

"Aji!"

Mendengar namanya dipanggil, Aji sontak merotasikan matanya menatap dokter senior di hadapannya. Dilihatnya juga wajah temannya yang sama terkejutnya.

"Kamu bisa serius sedikit atau tidak," tegurnya.

"Kalau kamu cuma main-main sebaiknya cari tempat lain!"

Aji diam mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. Wajahnya yang dingin dan cuek terlihat sangat nyata bahwa dia tidak menyukai tempatnya berada.

"Ya," ketus Aji. Sambil merotasikan matanya malas.

Suara Aji membuat semuanya tampak tidak percaya. Fajar yang sejak tadi berada di dekatnya pun ikut geleng-geleng karir sikapnya. Di mata mereka Aji adalah sosok yang sombong bahkan berani kepada para seniornya.

Masih di sana, perhatian Aji kembali ditarik oleh sosok yang sama. Saat teman temannya sibuk mendengarkan materi dari dokter Firman. Aji justru sibuk memperhatikan Hana yang pergi entah ke mana.

Rasa penasaran muncul di benaknya. Apalagi saat melihat Hana dengan wajahnya yang serius bercampur khawatir. Aji melirik jam yang melingkar di tangannya dan kembali fokus pada apa yang diterangkan oleh dokter Firman.

"Izin ke toilet," kata Aji.

"Astaga, Aji." Dokter Firman geram dan mengepalkan jari-jarinya dengan mulut yang ingin bersumpah serapah. "Pergilah! Memang sejak tadi memang berniat kabur 'kan?"

Aji merotasikan matanya malas. Menutup buku kecil di tangannya kemudian berbalik dan meninggalkan mereka. Gelengan kembali diberikan mereka melihat sikap Aji yang begitu tidak sopan.

Punggung lebar Aji semakin menjauh. Izinnya memang pergi ke toilet tetapi langkahnya tidak menunjukkannya akan ke sana. Aji justru pergi ke arah kantin rumah sakit.

Sementara itu di halaman rumah sakit yang sejuk. Hana bersandar pada sebuah bangku yang tersedia di sana. Operasinya berjalan lancar tetapi pikirannya sibuk mencari kabar akan Arya.

Sejak semalam hingga saat ini Hana belum bisa menghubunginya. Tengah hari sudah lewat dan pikirannya masih berada pada fokus yang sama. Berkali-kali pula Hana mencoba menghubunginya tetapi masih tidak terhubung.

"Mas, kamu ke mana sih?" tanyanya dengan bergumam. Mengetuk ngetuk ponselnya di atas lutut karena khawatir.

Hana terlalu larut dalam suasana hatinya tanpa tahu di belakangnya ada sosok Aji yang menunggunya beranjak. Pemuda itu bodoh atau bagaimana? Bukannya mengikuti bimbingan dari dokter senior malah berbohong dan bolos hanya untuk mengikuti Hana.

"Apa operasinya gagal? Wajahnya mengerikan sekali," gumam Aji.

Aji menoleh ke sekelilingnya dan tidak melihat dokter seniornya. Tangannya merogoh sesuatu di sakunya. Dilihatnya barang tersebut dengan sesekali melirik Hana yang tidak bergeming di tempatnya.

"Aji!" teriak Fajar.

Begitu namanya dipanggil, Aji memasukkan kembali barang itu. Menoleh ke arah Fajar yang setengah berlari ke arahnya. Dan berhenti di hadapannya dengan napas terengah-engah.

"Ngapain ngelamun di sini? Mau temenan sama setan kamu?" Fajar berusaha menetralkan napasnya.

"Ngapain teriak teriak manggil?" ketus Aji.

"Ck," decak Fajar, "dokter Firman nyuruh nyariin. Kamu lama katanya."

"Nyusahin banget sih. Memangnya mau ngapain harus ada aku?" Aji dengan kesal melangkah meninggalkan Fajar.

"Lah kok ditinggal." Fajar mengejar Aji dan berteriak, "tungguin!"

Memangnya apa tugas anak koas kalau tidak menjadi budak para dokter senior? Ya, mereka harus belajar dari setiap perintah yang diberikan oleh senior mereka. mulai dari materi, praktik, sampai menjadi pesuruh.

Berjalan ke sana kemari membuat kaki Aji rasanya kencang. Decakan terus keluar dari mulutnya. Entah seniornya sengaja atau bagaimana hingga menyuruhnya ke sana kemari seperti setrikaan.

Hingga sekarang dia berada di ruangan para dokter istirahat. Ulah siapa lagi kalau bukan dokter Firman. Aji mencari benda yang diperintahkan oleh dokter Firman di tempat istirahatnya.

"Awas saja lain kali akan kubalas dia," gerutu Aji.

"Ck, di mana dia menaruhnya?" tanyanya sambil membongkar tumpukan kertas di atas ranjang.

Ceklek, Aji mengentikan pergerakannya mendengar pintu terbuka. Langkah berat yang sedikit di seret membuatnya menoleh perlahan. Hingga dengan cepat Aji memposisikan dirinya tegap.

"Heh! Ngapain kamu?" tanya Hana. Dia celingukan seluruh ruangan memastikan tidak salah masuk.

"Benar ini ruangan biasa saya," tambahnya, "kamu ngapain di sini?"

"Mau mencuri, ya?" tuduh Hana. Menunjuk Aji dengan raut wajah yang mengintimidasi.

Aji merotasikan matanya malas. Dan geleng-geleng mendapatkan tuduhan itu. Bukan untuk menyangkal tetapi lebih ke arah meremehkannya.

"Kamu tidak sopan sekali. Masuk ke ruangan orang lain dan diam saja. Kamu mau mengambil apa sampai mengobrak abrik barang dokter Firman?" Hana mendekat ke arah Aji hingga berjarak dekat dengannya.

"Ck," decak Aji, "berisik sekali sih!"

Hana melongo mendengar dirinya dibentak seperti itu. Dia memperhatikan Aji dari atas sampai bawah dan fokus pada tangannya yang sudah berkacak pinggang.

"Dengar! Aku tidak begitu miskin hanya untuk mencuri kertas kertas ini. Kalau kamu terganggu bisa bilang pada si tua bangka itu untuk tidak menyulitkan aku datang kemari untuk mencari barang barangnya yang tidak berguna!" maki Aji dengan cepatnya.

"Dan lagi ... kalau tidak mau membantu setidaknya diam saja. Karena suaramu itu begitu berisik," imbuhnya.

Hana sudah mengeratkan giginya karena sikap Aji padanya. rasanya ingin sekali dia menjambak rambut bocah tengik di hadapannya itu.

"Memangnya mencari apa sih sampai tidak ketemu? Sini biar aku yang cari." Hana maju semakin mendekat.

Melihat itu Aji justru bergerak mundur. Rasanya begitu aneh berada di dekat Hana. Mulutnya begitu lancar tidak terkontrol sementara bagian tubuh yang lain terutama organ dalamnya bekerja lain lagi.

Aji mengatakan apa yang dicarinya pada Hana dan itu membuat Hana sibuk ikut mencari. Di belakangnya Aji wadah barang yang ada di sakunya. Mengeluarkannya dan menatap Hana sekilas.

Aji sangat marah dan kembali mendekati Hana. Agak ragu sebelum akhirnya Aji memasukkan barang itu ke dalam saku Hana secara diam-diam.

"Ini dia ketemu," kata Hana. Tangannya mengangkat kertas sedikit tinggi dan hampir terjatuh karena terkejut Aji ada di belakangnya.

Hap, Aji refleks menangkap pinggang Hana dan menahannya. Mirip drama romantis yang sering dilihatnya. Posisi mereka saat ini begitu mirip dengan itu.

Pandangan mereka bertemu dengan sangat baik. Saking pedasnya Aji merampas kertas di tangan Hana dan buru-buru pergi setelah melepaskan tangannya.

"Dasar tidak sopan. Sudah dibantu tidak bilang terima kasih," gerutu Hana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Dhivia Rifki
kdg ada kata yg ga pas bikin binun mungkin salah ketik yaaa thor....semangat thor
goodnovel comment avatar
viviana_yukata
Hana belum tahu Kaka
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
sabar2 ngadepin bocah dibawah umur kyk c aji Hana tp ngmong2 kmn suami mu tercinta kyknya lg asik m selingkuhan barunya c susan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pengganti Yang Lebih Baik    74. Balasan rasa sakit yang tidak seberapa

    Lagi, entah keberapa kalinya hidup Arya harus dibelenggu. Pupusnya biduk rumah tangganya dengan Hana telah menjadi satu kegagalannya. Dan sekarang masalah lain di rumah tangganya dengan Susan kembali dalam masalah.Arya tidak ingin perceraian kembali melanda rumah tangganya. Tetapi kata-kata Susan begitu keterlaluan di telinga. bagaimana bisa dirinya yang rela mengakhiri rumah tangganya sebelumnya sekarang harus menerima kenyataan sebagai alat baginya."Ayo," ajak Aminah pergi meninggalkan Susan, "biarkan wanita jalang ini di sini sendiri.""Ya, pergi sana! Aku tidak peduli!"Aminah semakin murka dan menarik tangan anaknya dengan lebih keras. Hingga Arya dengan tatapan kecewanya meninggalkan ruangan Susan. Kesadarannya sementara berada di awang-awang karena belum siap menerima kenyataan."Wanita sialan, berani sekali memperdayai putraku," gerutu Aminah sambil berjalan pergi.Arya menghentikan langkahnya yang membuat Aminah bingung dengannya. Melihat gelagat Arya, Aminah pun hendak men

  • Pengganti Yang Lebih Baik    73. Hanya alat saja

    Pertengkaran tidak terelakkan lagi. Arya bingung harus memilih siapa untuk dibelanya. Di satu sisi ia adalah seorang putra dan di sisi lain dia menjadi seorang suami."Berhenti!" bentak Arya."Kalian bisa diam tidak. Susan kamu masih dalam masa pemulihan jangan seperti ini. Dan Mama jangan seperti ini pada Susan, nanti pasti akan ada waktunya kita kembali normal lagi.""Dengan gaya hidupnya yang mewah apa yang bisa kita pertahankan, Arya?" tanya Aminah setengah menyinggung."Oh, jadi gitu?" tantang Susan, "Mama pikir aku mau menikah cuma buat hidup susah gitu?"Sebagai seorang mama mertua yang selalu memperlakukannya dengan sangat baik, harga diri Aminah sedang dipertaruhkan sekarang. Ia sadar dengan ucapan Susan yang bermaksud pada pernikahannya semata-mata karena harta.Jika Aminah memasang mode waspada, Susan justru terlihat begitu menantang. Entah apa yang diinginkannya sekarang. Mengapa dia begitu terus terang menunjukkan dirinya yang seperti itu. Bukannya itu justru akan membuat

  • Pengganti Yang Lebih Baik    72. Tidak ada salahnya membantu

    Di kantin rumah sakit, di saat jam makan siang memang selalu ramai. Tidak hanya para dokter dan staf tetapi pasien juga. Tetapi pusat perhatian kali ini adalah Hana.Dokter wanita yang tengah mengandung itu terlihat sedang asik menyantap makanannya. Tidak sendiri Hana bersama dengan dokter Mawar yang juga ikut serta. Keduanya tampak sangat asik bercerita pasal kehamilan."Han," panggil Aji yang tiba-tiba muncul entah dari mana."Heh!" bentak dokter Mawar, "kalau manggil jangan sembarangan, ya!""Ikut campur aja sih, terserahlah aku mau manggil apa," bantah Aji."Yang mesra gitu panggil istrinya. Sayang, my love, honey, sweety gitu. Ini main panggil Han Han aja," tutur dokter Mawar."Kalau itu juga tahu, dokter. Enggak usah protes melulu deh," bantah Aji lagi.Akhirnya Mawar sendiri yang menyerah. Sedangkan Aji sudah duduk lebih dulu di hadapan istrinya yang menertawakan pertengkaran suami dan sahabatnya. "Makannya belepotan banget sih." Aji mengulurkan tangannya mengusap bibir Hana d

  • Pengganti Yang Lebih Baik    71. Kenyataan Pahit

    Di rumah sakit itu siapa yang tidak mengenal Hana? Hampir semua kenal dengannya termasuk pasiennya yang selalu menjadi prioritasnya. Sebab itulah di dalam toilet sekarang ini ada yang tengah membicarakannya.Suaranya sedikit terdengar sampai Aminah yang lewat pun mendengar. Menghentikan langkahnya begitu nama Hana disebut. Memperhatikan dengan baik bagaimana seseorang membicarakan mantan menantunya itu di dalam sana."Iya, dokter Hana itu sekarang sedang hamil. Sudah dua bulan dan dia masih bekerja dengan baik.""Benar, aku jadi iri dengannya. Selain mual parfum sepertinya dokter Hana tidak terganggu dengan yang lain.""Lucu sekali kalau mengigit itu, suaminya sampai minta diganti partner karena tidak mau didekati karena bau parfum perempuan."Terdengar kekehan setelah itu. Sekaligus menjadi saat untuk Aminah pergi dari sana. Sambil berjalan menyusuri lorong, orang tua itu terus berpikir. Tentunya tentang apa yang didengarnya tadi."Bagaimana Hana bisa hamil?" tanya Aminah pada diriny

  • Pengganti Yang Lebih Baik    70. Hana Menjadi Menteri Keuangan

    Begitu notifikasi masuk ke ponsel Hana dan dia membacanya. Wanita yang baru mengandung itu sontak melebarkan kedua matanya. Melihat nominal yang dikirimkan Aji membuatnya syok."Ji, kenapa dikirim ke aku semua?" tanya Hana bingung."Kok tanyanya begitu?" Aji merengkuh tubuh istrinya dan melihat ponsel Hana yang diarahkan padanya."Ya, kamu kenapa dikirim semuanya ke aku?" ulang Hana penuh penekanan."Di sini yang jadi istri aku 'kan kamu, sayang. Kalau enggak ke kamu terus ke siapa?""Tapi, Ji ... kenapa harus semuanya? Emangnya kamu enggak pegang?" tanya Hana masih protes.Sekarang Aji yang bingung. Kenapa istrinya malah bertanya perihal nominal yang diberikan padanya. Dan masalahnya apa sampai membuatnya terus bertanya.Aji memegang kedua pundak Hana dan membuat mereka berhadapan. Dia menatap istrinya dalam dan teduh tentunya. Membuat Hana merasakan cinta yang Aji berikan seutuhnya padanya."Han, aku itu suami kamu. Jadi mulai sekarang yang akan memegang keuanganku ya kamu. Kamu eng

  • Pengganti Yang Lebih Baik    69. Perbedaan yang signifikan

    "lagi?" Arya seolah tidak percaya mendengar perkataan Aminah.Aminah sendiri sampai tidak bisa menahan keterkejutannya. Wajah Arya pun membuat Aminah seperti kebingungan."Iya, memangnya kenapa kamu sampai terkejut seperti itu?""Ma, bukannya kemarin sudah Arya berikan, ya?" tanya Arya."Yang kemarin sudah habis, Nak. Kamu tahu sendiri 'kan istrimu bahkan tidak mau makan makanan yang murah," jelas Aminah.Benar, Arya tahu satu hal itu. Dia juga tidak menyangka jika setelah menikah Susan telah banyak berubah. Gaya hidupnya yang terlihat sekarang begitu wah.Mulai dari makanan saja harus sekelas makanan di hotel. Gaya berpakaiannya juga tidak main-main, sebelum kandungannya sebesar sekarang ini dia sering menghamburkan uang untuk pergi belanja keperluan yang tidak perlu.Kalau Arya tidak melarangnya pasti Susan masih melakukannya sampai sekarang. Berhubung sekarang Arya memiliki tabungan yang sedikit menipis, ia melarang Susan untuk berfoya-foya."Kalau kamu tidak bisa mengirimkan uang,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status