Share

Setengah Hati

last update Last Updated: 2023-02-02 15:29:19

Ceklek, belum sempat Hana duduk pintu ruangan sudah terbuka lagi. Hana kira Aji kembali lagi dan akan mengucapkan terimakasih. Ternyata itu hanya pikirannya saja.

Karena nyatanya yang masuk ke sana adalah mawar. Melihatnya membuat Hana menghela napas lega. Hana merasa bisa mengeluarkan unek-uneknya melihat sahabatnya itu.

"Han, itu anak koas yang kurang ajar ngapain keluar dari sini?" tanya Mawar.

"Kamu enggak diapa-apain 'kan?" tanya Mawar lagi.

"Enggak, War. Memangnya dia bisa apa?" Hana duduk di kursinya dengan helaan napas panjang yang terdengar sangat berat.

Mawar yang sadar akan hal itu mendekat. Menarik kursi yang tersisa dan menatap Hana penuh tanda tanya.

"Terus mukamu kenapa ditekuk begitu?" selidik Mawar.

Hana menunduk kemudian mengangkat wajahnya yang penuh dengan genangan di matanya. Mawar yang sadar akan suasana Hana segera merengkuhnya.

"Han, kamu kenapa? Jangan bikin aku khawatir, Han. Kamu kenapa sih?"

Hanya isakan yang terdengar. Hana benar benar tidak bisa menyembunyikan lagi rasa sedihnya. Baru kali ini hatinya begitu tidak tenang karena memikirkan suaminya yang tidak juga memberikannya kabar.

Lima menit lamanya Hana menangis di pelukan Mawar. Begitu sedikit lega Hana menceritakan semuanya. Bagaimana dia semalaman tidak tidur untuk mengkhawatirkan Arya ditambah dengan kata-kata menyakitkan Aminah padanya.

"Kamu kenapa baru cerita sih, Han? Seharusnya kamu kasih tahu kalau ada apa-apa." Mawar menggenggam tangan Hana karena merasa kasian dengan temannya.

"Apa ucapanmu benar tentang mas Arya ya, War?" tanya Hana pilu.

"Hustt! Aku cuma bercanda kali, Han. Masa Arya tega selingkuhin kamu. Enggak mungkin kayaknya deh," timpal Mawar.

"Tapi ... Mamanya seperti mengatakan begitu. Ditambah dengan perubahan mas Arya aku jadi berpikir demikian." Hana kembali menunduk dan memainkan jari-jarinya.

"Gini deh ... kayaknya kamu memang terlalu banyak jadwal jaga jadi itu membuat Arya marah. Aku gantiin jadwal kamu jaga aja gimana?" tawar Mawar.

Hana berbinar mendengar tawaran Mawar. Bagaimana tidak? Memang masalahnya sejak awal adalah karir jadwalnya yang terus menerus membuatnya tertahan di rumah sakit. 

Dengan cepat Hana mengangguk mengiyakan tawaran Mawar. Rasanya sedikit lega karena memiliki harapan untuk memperbaiki keadaan dengan suaminya. Beruntung sekali Hana memiliki sahabat seperti Mawar ini.

"Sudah, jangan sedih lagi." Mawar mengusap punggung tangan Hana.

Bukan hanya kasian, Mawar merasa ada yang sedang tidak benar dalam hubungan rumah tangga sahabatnya ini. Entahlah, itu mungkin hanya perasaan Mawar saja.

Hana menghabiskan sisa waktunya dengan baik di rumah sakit. Setelah menceritakan semuanya dan mendapatkan dukungan dari Mawar serasa separuh beban di pundaknya berkurang. Begitu pekerjaannya selesai Hana segera bergegas pergi meninggalkan rumah sakit dan pulang.

Sesampainya di rumah, Hana masih melihat garasi mobil yang kosong. Rasa khawatir kembali merayap. Hana segera turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah.

Dilihatnya keadaan rumah yang sunyi Hana mencari keberadaan ibu mertuanya berada. Tinggal menemukannya di manapun membuat Hana merasa bingung.

Hari sudah sedikit gelap jadi dia juga khawatir pada Aminah. Tidak mungkin Aminah pulang tanpa memberitahu padanya.

"Ke mana semuanya pergi?" tanya Hana membatin.

Hana mengangkat ponselnya dan merasa sia-sia. tidak ada yang bisa diharapkan dari benda persegi tersebut. Karena berulang kali dia mencoba menghubungi suaminya tetapi tidak ada jawaban.

Dengan lesu Hana menarik langkahnya menuju kamar. Melempar tasnya asal lalu masuk ke dalam kamar mandi. Membersihkan tubuhnya di bawah guyuran air dingin rasanya sedikit menyegarkan.

Selesai dengan mandinya, Hana menunaikan kewajibannya. Sholat kemudian keluar dari kamarnya begitu selesai. Hana mengenakan pakaian santainya menuju ke dapur.

Langkah Hana terhenti tatkala mendapati suaminya masuk ke dalam rumah bersama dengan Aminah. Keduanya berpakaian sangat rapi seperti habis menghadiri jamuan makan.

"Mas, Ma," sapa Hana.

Keduanya sontak menatap Hana. Bukannya senang melihat Hana di sana, Arya justru mengalihkan pandangannya dan melunturkan senyum tipis yang tadi sempat Hana lihat.

"Ma, Arya ke kamar duluan ya," pamit Arya. Melirik Hana sekilas kemudian berlalu.

Sementara Aminah beralih ke arah menantunya yang diam saja. Seringai muncul di sudut bibirnya.

"Kamu masih punya muka ya, Han," sindir Aminah.

"Maksud Mama apa?" tanya Hana bingung juga merasa tidak terima.

"Kamu seharusnya ngaca, Hana. Arya itu sudah terlalu baik sama kamu tapi kamu masih dengan santainya berdiri di sini seolah kamu tidak bersalah sedikit pun."

Hana semakin tidak mengerti ibu mertuamu ini bicara tentang apa. Apa mungkin ini masih tentang keturunan lagi?

"Arya terlalu baik padamu. Aku jadi menyesal sudah memberikan restu pada kalian kalau akhirnya hanya membuat putraku hanya memiliki harapan kosong," sinis Aminah.

"Hah, bicara denganmu membuatku kesal sendiri." Aminah berlalu meninggalkan Hana yang masih bingung.

Namun, sedikit banyak Hana mengerti apa yang dimaksud oleh Aminah. Dia paham betul masalah keturunan inilah yang selalu mereka bahas beberapa waktu belakangan.

Jadi tidak mungkin dirinya tidak berpikir ke arah sana, bukan? Hana mengusap dadanya dan berulang beristighfar. Mengambil air minum dari kulkas dan membawanya ke dalam kamar.

Hana meletakkan sebotol air mineral di nakas. Dilihatnya kamar yang sepi dan terdengar suara guyuran air di kamar mandi. Hana mengulas senyum dan menunggu Arya keluar dari sana dengan berdiri di depan pintu kamar mandi.

"Mas, Hana rindu." Hana langsung berhambur memeluk Arya begitu suaminya itu keluar.

"Hana dari semalam nungguin, Mas. Tapi nomor mas Arya enggak bisa dihubungi. Padahal Hana sudah sangat berharap kita bisa menghabiskan malam bersama."

"Hana rindu sekali dengan, Mas. Beruntung Mawar mau ganti shift dengan Hana jadi Hana bisa manja manja dengan Mas Arya malam ini," cerososnya.

Merasakan Arya yang tidak bereaksi pada semua ucapannya. Hana mengendurkan pelukannya dan menatap wajah Arya.

"Mas tidak suka ya kalau Hana di rumah?" tanya Hana.

Arya menatap wajah Hana yang jujur saja dia juga rindukan. Siapa yang tidak rindu dengan istrinya. Apalagi Hana adalah istri yang dia cintai selama ini.

Tangannya terulur mengusap rambut Hana dengan lembut. Menarik dagunya dan mengecup pelan pisang. Rasa marahnya melebur begitu saja dengan hangatnya kecupan manis itu.

Semakin lama kecupan itu seksi menuntut hingga Hana kewalahan. Tubuhnya sudah dibawa Arya dalam kungkungannya. Aktivitas Anda itu terbayar lunas dalam penyatuan panasnya.

Hingga keduanya saling berpelukan erat setelahnya. Hana terlelap pulas dalam dekapan Arya. Sementara Arya menatap wajah Hana dengan sedikit penyesalan.

"Mas akan menjadi ayah, Han. Mas ingin mengatakannya sama tapi mas pasti akan membuatmu kecewa."

"Mama meminta mas menceraikanmu. Begitu juga dengan Susan yang mendesak mas untuk menikahinya. Sedangkan mas sendiri tidak tahu harus berbuat apa."

"Mas masih mengembalikanmu tapi mas juga tidak bisa mendapatkan hadiah itu darimu. Mas juga ingin menjadi ayah, Han. Maafkan mas."

Tentu saja semua itu hanya bisa didengar Arya sendiri. Pikirannya kalut dengan apa yang dihadapi dan diciptakannya sendiri.

Drttt drtttt

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
viviana_yukata
kebelet mereka tuh
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
g anak g ibu sama j gilanya semoga anak yg dikandung susan bukan hasil Dr Arya n
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pengganti Yang Lebih Baik    74. Balasan rasa sakit yang tidak seberapa

    Lagi, entah keberapa kalinya hidup Arya harus dibelenggu. Pupusnya biduk rumah tangganya dengan Hana telah menjadi satu kegagalannya. Dan sekarang masalah lain di rumah tangganya dengan Susan kembali dalam masalah.Arya tidak ingin perceraian kembali melanda rumah tangganya. Tetapi kata-kata Susan begitu keterlaluan di telinga. bagaimana bisa dirinya yang rela mengakhiri rumah tangganya sebelumnya sekarang harus menerima kenyataan sebagai alat baginya."Ayo," ajak Aminah pergi meninggalkan Susan, "biarkan wanita jalang ini di sini sendiri.""Ya, pergi sana! Aku tidak peduli!"Aminah semakin murka dan menarik tangan anaknya dengan lebih keras. Hingga Arya dengan tatapan kecewanya meninggalkan ruangan Susan. Kesadarannya sementara berada di awang-awang karena belum siap menerima kenyataan."Wanita sialan, berani sekali memperdayai putraku," gerutu Aminah sambil berjalan pergi.Arya menghentikan langkahnya yang membuat Aminah bingung dengannya. Melihat gelagat Arya, Aminah pun hendak men

  • Pengganti Yang Lebih Baik    73. Hanya alat saja

    Pertengkaran tidak terelakkan lagi. Arya bingung harus memilih siapa untuk dibelanya. Di satu sisi ia adalah seorang putra dan di sisi lain dia menjadi seorang suami."Berhenti!" bentak Arya."Kalian bisa diam tidak. Susan kamu masih dalam masa pemulihan jangan seperti ini. Dan Mama jangan seperti ini pada Susan, nanti pasti akan ada waktunya kita kembali normal lagi.""Dengan gaya hidupnya yang mewah apa yang bisa kita pertahankan, Arya?" tanya Aminah setengah menyinggung."Oh, jadi gitu?" tantang Susan, "Mama pikir aku mau menikah cuma buat hidup susah gitu?"Sebagai seorang mama mertua yang selalu memperlakukannya dengan sangat baik, harga diri Aminah sedang dipertaruhkan sekarang. Ia sadar dengan ucapan Susan yang bermaksud pada pernikahannya semata-mata karena harta.Jika Aminah memasang mode waspada, Susan justru terlihat begitu menantang. Entah apa yang diinginkannya sekarang. Mengapa dia begitu terus terang menunjukkan dirinya yang seperti itu. Bukannya itu justru akan membuat

  • Pengganti Yang Lebih Baik    72. Tidak ada salahnya membantu

    Di kantin rumah sakit, di saat jam makan siang memang selalu ramai. Tidak hanya para dokter dan staf tetapi pasien juga. Tetapi pusat perhatian kali ini adalah Hana.Dokter wanita yang tengah mengandung itu terlihat sedang asik menyantap makanannya. Tidak sendiri Hana bersama dengan dokter Mawar yang juga ikut serta. Keduanya tampak sangat asik bercerita pasal kehamilan."Han," panggil Aji yang tiba-tiba muncul entah dari mana."Heh!" bentak dokter Mawar, "kalau manggil jangan sembarangan, ya!""Ikut campur aja sih, terserahlah aku mau manggil apa," bantah Aji."Yang mesra gitu panggil istrinya. Sayang, my love, honey, sweety gitu. Ini main panggil Han Han aja," tutur dokter Mawar."Kalau itu juga tahu, dokter. Enggak usah protes melulu deh," bantah Aji lagi.Akhirnya Mawar sendiri yang menyerah. Sedangkan Aji sudah duduk lebih dulu di hadapan istrinya yang menertawakan pertengkaran suami dan sahabatnya. "Makannya belepotan banget sih." Aji mengulurkan tangannya mengusap bibir Hana d

  • Pengganti Yang Lebih Baik    71. Kenyataan Pahit

    Di rumah sakit itu siapa yang tidak mengenal Hana? Hampir semua kenal dengannya termasuk pasiennya yang selalu menjadi prioritasnya. Sebab itulah di dalam toilet sekarang ini ada yang tengah membicarakannya.Suaranya sedikit terdengar sampai Aminah yang lewat pun mendengar. Menghentikan langkahnya begitu nama Hana disebut. Memperhatikan dengan baik bagaimana seseorang membicarakan mantan menantunya itu di dalam sana."Iya, dokter Hana itu sekarang sedang hamil. Sudah dua bulan dan dia masih bekerja dengan baik.""Benar, aku jadi iri dengannya. Selain mual parfum sepertinya dokter Hana tidak terganggu dengan yang lain.""Lucu sekali kalau mengigit itu, suaminya sampai minta diganti partner karena tidak mau didekati karena bau parfum perempuan."Terdengar kekehan setelah itu. Sekaligus menjadi saat untuk Aminah pergi dari sana. Sambil berjalan menyusuri lorong, orang tua itu terus berpikir. Tentunya tentang apa yang didengarnya tadi."Bagaimana Hana bisa hamil?" tanya Aminah pada diriny

  • Pengganti Yang Lebih Baik    70. Hana Menjadi Menteri Keuangan

    Begitu notifikasi masuk ke ponsel Hana dan dia membacanya. Wanita yang baru mengandung itu sontak melebarkan kedua matanya. Melihat nominal yang dikirimkan Aji membuatnya syok."Ji, kenapa dikirim ke aku semua?" tanya Hana bingung."Kok tanyanya begitu?" Aji merengkuh tubuh istrinya dan melihat ponsel Hana yang diarahkan padanya."Ya, kamu kenapa dikirim semuanya ke aku?" ulang Hana penuh penekanan."Di sini yang jadi istri aku 'kan kamu, sayang. Kalau enggak ke kamu terus ke siapa?""Tapi, Ji ... kenapa harus semuanya? Emangnya kamu enggak pegang?" tanya Hana masih protes.Sekarang Aji yang bingung. Kenapa istrinya malah bertanya perihal nominal yang diberikan padanya. Dan masalahnya apa sampai membuatnya terus bertanya.Aji memegang kedua pundak Hana dan membuat mereka berhadapan. Dia menatap istrinya dalam dan teduh tentunya. Membuat Hana merasakan cinta yang Aji berikan seutuhnya padanya."Han, aku itu suami kamu. Jadi mulai sekarang yang akan memegang keuanganku ya kamu. Kamu eng

  • Pengganti Yang Lebih Baik    69. Perbedaan yang signifikan

    "lagi?" Arya seolah tidak percaya mendengar perkataan Aminah.Aminah sendiri sampai tidak bisa menahan keterkejutannya. Wajah Arya pun membuat Aminah seperti kebingungan."Iya, memangnya kenapa kamu sampai terkejut seperti itu?""Ma, bukannya kemarin sudah Arya berikan, ya?" tanya Arya."Yang kemarin sudah habis, Nak. Kamu tahu sendiri 'kan istrimu bahkan tidak mau makan makanan yang murah," jelas Aminah.Benar, Arya tahu satu hal itu. Dia juga tidak menyangka jika setelah menikah Susan telah banyak berubah. Gaya hidupnya yang terlihat sekarang begitu wah.Mulai dari makanan saja harus sekelas makanan di hotel. Gaya berpakaiannya juga tidak main-main, sebelum kandungannya sebesar sekarang ini dia sering menghamburkan uang untuk pergi belanja keperluan yang tidak perlu.Kalau Arya tidak melarangnya pasti Susan masih melakukannya sampai sekarang. Berhubung sekarang Arya memiliki tabungan yang sedikit menipis, ia melarang Susan untuk berfoya-foya."Kalau kamu tidak bisa mengirimkan uang,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status