Home / Romansa / Penghangat Ranjang Tuan CEO / Saudara Tiri Menyebalkan

Share

Saudara Tiri Menyebalkan

Author: Syifa Safaah
last update Last Updated: 2024-01-26 01:40:28

Saat jam makan siang, Athalia segera membereskan pekerjaannya secepat mungkin. Perutnya lapar sekali. Dan ia ingin secepatnya pergi ke pantry kantor.

“Haah, akhirnya selesai juga. Sekarang baru aku bisa mengisi perutku.”

Athalia mendorong kursinya ke belakang, bangkit berdiri, lalu kakinya melangkah cepat menuju pintu lift.

Akan tetapi, saat pintu lift terbuka dan Athalia akan masuk, saat itu juga Athalia tersandung kakinya sendiri dan nyaris terjatuh.

“Aakhhh … “ Athalia menjerit, tubuhnya hampir ambruk ke bawah. Namun seorang lelaki yang baru keluar dari lift itu segera menahannya.

“Hei Nona! Kau tidak apa-apa?” tanya lelaki itu dengan suara maskulin yang terdengar halus.

Dalam dekapan tangan lelaki itu, Athalia menaikan pandangannya, hingga kedua pasang bola mata mereka berserobok satu sama lain.

Dalam sekejap mata, lelaki itu langsung terperangah melihat wajah Athalia yang menurutnya sangat memesona. Bola mata wanita itu yang cokelat muda, tampak cantik baginya.

Athalia segera tersadar. “Oh maaf, Tuan Ayaz. Aku tidak sengaja.” Athalia memperbaiki posisi berdirinya, lalu membenarkan rok spannya yang sedikit terangkat ke atas.

Kepalanya menunduk di depan Ayaz, tadi ia berjalan terlalu ceroboh, sampai membuatnya tersandung oleh kakinya sendiri.

Ayaz tersenyum. “Bukan masalah. Aku tidak merasa keberatan sama sekali. Hanya saja, lain kali mungkin kau harus lebih berhati-hati,” pesannya pada Athalia.

Ayaz adalah anak kandung Jessica, sekaligus saudara tiri Mahesa. 

Athalia tahu siapa Ayaz karena beberapa kali Ayaz datang menemui Mahesa ke ruang kerjanya. Hanya saja, saat itu Ayaz belum memperhatikan keberadaan Athalia. Bahkan Ayaz terkejut, ternyata Athalia cantik juga.

Athalia mengangguk. “Baik, Tuan. Aku permisi.” 

Baru saja Athalia akan masuk ke dalam lift, Ayaz menahan lengannya.

“Tunggu! Kau sekretaris pribadinya Mahesa, bukan?” tanyanya menatap Athalia.

Athalia kembali menoleh, mengangguk dengan memberikan senyum kecil.

“Benar, Tuan Ayaz. Aku sekretarisnya Tuan Mahesa. Apa Anda ingin menemui Tuan Mahesa? Kebetulan, beliau masih berada di ruangannya.” 

“Oh, tentu. Aku memang akan menemuinya. Kalau boleh kutahu, siapa namamu?” 

“Athalia,” jawab Athalia.

“Athalia? Nama yang sangat indah.” 

“Terimakasih atas pujiannya, Tuan. Tapi maaf, aku harus segera pergi ke pantry. Jika tidak, jam makan siangnya akan habis.” Athalia pamit, ia ingin segera menghindari Ayaz yang saat ini masih menatapnya sedalam mungkin.

“Begitu? Baiklah. Kau boleh pergi. Aku juga akan ke ruangan Mahesa.” kata Ayaz sambil tersenyum. “Sampai jumpa lagi, Athalia.”

Athalia hanya tersenyum canggung. Tanpa kata, ia segera masuk ke dalam lift dan meninggalkan Ayaz yang masih mengintai dengan matanya.

Seperginya Athalia, Ayaz menatap pintu lift yang sudah tertutup itu sambil mengurut dagunya dengan ibu jari dan telunjuk.

“Athalia,” desahnya menyebut nama Athalia. “Ke mana saja aku selama ini? Sampai-sampai aku baru menyadari kalau sekretarisnya Mahesa begitu cantik.” Ayaz bergumam sendiri, lalu tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

*** 

Mahesa melirik ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. 

“Sudah waktunya makan siang ternyata,” gumamnya sambil menghembuskan napas pelan. Rupanya Mahesa baru sadar jika sejak tadi ia terlalu asyik bertatap mesra dengan layar monitor di depannya. Hingga ia nyaris melewatkan makan siangnya.

“Jam segini, Athalia pasti sudah pergi ke pantry. Lebih baik aku makan di restoran yang dekat sini saja.” Mahesa bangkit, lalu menyambar jas yang tersampir di kepala kursi kerjanya.

Mahesa baru saja selesai mengenakan jasnya saat suara ketukan pintu terdengar nyaring di telinganya.

“Siapa yang datang di waktu jam makan siang begini? Apa Athalia?” bibirnya bergumam pelan. Tangannya membenarkan kelepak jasnya lalu menepuk-nepuk debu tak kasat mata di sana. Sambil ia berseru.

“Masuk saja!”  

Tak membuang waktu lama, daun pintu langsung mengayun terbuka. Dan Mahesa langsung berdecak kesal ketika melihat Ayaz lah yang datang ke ruangannya.

“Selamat siang saudara tiriku!” sapa Ayaz, mengedipkan mata pada Mahesa.

Membuang napasnya kasar, Mahesa merapatkan rahangnya. Tatapannya tajam menusuk ke arah Ayaz yang kini berjalan mendekat ke arahnya.

“Ada urusan apa kau datang ke sini? Tadi pagi Papa sudah menggangguku, membuat moodku hancur. Lalu sekarang kau?” Mahesa berkacak pinggang, membuat kelepak jassnya tersibak. Matanya menyoroti wajah Ayaz dengan tatapan tak bersahabat.

Ayaz tertawa, menarik kursi kosong yang ada di depan meja kerja Mahesa, lalu mendudukinya sambil menaikan kedua kaki panjangnya ke atas meja.

Tingkahnya tampak santai, seolah ia adalah bossnya di perusahaan ini. Dan hal itu membuat Mahesa semakin muak.

“Tenanglah dulu. Lemaskan mimik wajahmu. Mengapa kau tidak bisa menatapku dengan biasa saja? Ingatlah, Mahesa! Kita ini adalah saudara tiri. Sepuluh tahun yang lalu papamu sudah sah menikahi ibu kandungku.” Ayaz berkata dengan enteng. Bibirnya menampilkan senyum penuh kemenangan pada Mahesa.

Mahesa memutar bola matanya jengah. “Ya. Andai dulu aku berhasil menggagalkan pernikahan mereka. Pasti aku tidak akan pernah memiliki saudara tiri yang sangat menyebalkan sepertimu dan juga Bianca,” ketusnya terang-terangan.

Ayaz hanya menyeringai. Mungkin ia merasa lucu dengan ucapan Mahesa yang lebih seperti seorang anak kecil yang merajuk karena tidak setuju ayahnya menikah lagi.

“Tapi sayangnya semuanya sudah terjadi. Apa yang bisa kau lakukan selain menerima saudara tirimu yang menyebalkan ini?” Ayaz kembali meledek.

Mahesa membuang napasnya lagi dengan kasar, ia berusaha menahan batas kesabarannya agar tangannya tidak melayangkan tinjuan di wajah Ayaz.

Jika sampai itu terjadi, maka Ayaz akan mengadu dan Mahesa sudah bisa menebak siapa yang akan dibela oleh Leuwis.

“Cepat jelaskan! Apa maksud dari kedatanganmu ke ruanganku? Aku tahu, orang sepertimu tidak mungkin datang tanpa maksud licik.” 

Ayaz menarik sebelah ujung bibirnya, tersenyum miring. Kemudian ia menurunkan kedua kakinya yang semula naik ke atas meja. Sembari bertepuk tangan.

“Wah … wah … aku acungi jempol untuk kepekaanmu yang tajam. Kau benar, aku datang menemuimu memang untuk maksud yang terselubung.”

“Katakan saja! Jangan banyak basa-basi!”

“Aku ingin kau menjual dua puluh persen saham perusahaanmu padaku,” pinta Ayaz. Namun malah membuat sudut bibir Mahesa berkedut, menahan tawa.

Seakan ucapan yang baru saja Ayaz lontarkan adalah sebuah lelucon.

“Kau ingin membeli dua puluh persen saham perusahaanku? Sebaiknya kubur saja keinginanmu itu dalam-dalam. Karena sampai kapanpun, aku tidak akan pernah menjual sahamku pada siapapun. Apalagi pada orang sepertimu!” tegas Mahesa.

Mendengar itu, riak wajah Ayaz berubah keruh. Ia merasa kesal karena Mahesa tidak bersedia menjual dua puluh persen saham miliknya.

“Aku adik tirimu. Apa salahnya kau menjual sahammu padaku. Lagipula yang kuminta hanya dua puluh persen saja. Bukan setengahnya!” desak Ayaz.

Kali ini Mahesa yang tertawa. Tawanya terdengar lantang, hingga membuat kening Ayaz berkerut menatapnya. 

Sial! Ayaz merasa sedang dipermalukan sekarang.

“Kau harus tahu, Ayaz. Aku membangun perusahaan ini dari nol, murni dengan keringat dan uangku sendiri. Papaku sama sekali tidak ikut campur di dalamnya. Perusahaan ini milikku! Milik Mahesa Narendra. Jadi hakku ingin menjual sahamnya atau tidak.” Mahesa benar-benar membalas telak ucapan Ayaz.

Lihatlah! Bahkan Ayaz sampai diam tak berkutik saat ini. Karena apa yang dikatakan oleh Mahesa memang benar.

Ia adalah pemilik Narendra Company. Boss besar yang memulai bisnisnya dari nol tanpa campur tangan dari kedua orang tuanya yang sama sekali tidak peduli padanya.

Gagal mendapat apa yang diinginkannya, Ayaz mengepalkan kedua tangannya. Hatinya kesal setengah mati. Ditambah lagi, sekarang Mahesa menatapnya dengan senyum penuh ejekan.

“Kau sudah tahu jawabanku, bukan? Jadi silakan pergilah dari perusahaanku. Pintunya ada di sebelah sana.” Mahesa mengarahkan telunjuknya ke arah pintu. Ia tak segan mengusir Ayaz secara terang-terangan.

Menggertakkan gigi, akhirnya Ayaz pun membalikan badannya. Hendak angkat kaki dari sana. Akan tetapi, tiba-tiba saja langkahnya terhenti dan membuat Mahesa keheranan.

Ayaz kembali berbalik menatap Mahesa. Seulas senyum miring tercetak jelas di bibirnya.

“Oh ya. Aku lupa mengatakan satu hal lagi padamu,” kata Ayaz. Mahesa mengerutkan alisnya.

“Apa?” tanyanya.

“Ternyata sekretarismu cantik juga. Sepertinya akan sangat menyenangkan jika aku membuatnya berada di atas ranjangku,” ucap Ayaz dengan senyum misterius. Kata-katanya berhasil membuat Mahesa membeliakan matanya terkejut.

Setelahnya, Ayaz langsung melengos pergi. Meninggalkan Mahesa yang kini mengepalkan kedua tangannya penuh amarah.

Benaknya membayangkan bagaimana Ayaz yang senang bermain perempuan, akan menyentuh Athalia. Jelas Mahesa tahu kalau Ayaz lebih berengsek darinya. 

“Sialan kau, Ayaz! Kau pikir kau bisa dengan mudah menarik Athalia ke atas ranjangmu? Aku tidak akan pernah membiarkan hal itu. Athalia adalah milikku saat ini. Dan aku tidak suka saat milikku diganggu oleh orang lain.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Haniubay
ya ampun yg perebutan Athalia pria mesum semua...
goodnovel comment avatar
Puspita Adi Pratiwi
wed rebutan cewek
goodnovel comment avatar
Falbabajatt
pada akhirnya Mahesa akan mencintai athalia
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Penghangat Ranjang Tuan CEO   TAMAT! Akhir Bahagia

    Mahesa menatap pada dokter dengan sorot penuh harap. Dan dokter itu menarik napas sebelum akhirnya berkata.“Keadaan Nyonya Athalia tetap sama. Tapi kita masih bersyukur operasi ini tak memperparah kondisinya. Setelah pulih dari melahirkan, Nyonya Athalia sudah bisa melakukan terapi kankernya di Indonesia. Dia wanita yang kuat, tak banyak yang berhasil bertahan sampai di titik ini,” ungkap dokter itu yang akhirnya membuat Mahesa mendesah lega.Mahesa sangat kagum pada Athalia. Kini ia menatap wajah bayi mungilnya yang tampak memerah. Bayi itu menangis, lalu perawat mengambil alihnya dari tangan Mahesa.“Maaf, Tuan. Kami harus segera memindahkan bayi perempuan Anda ke ruang inkubator.”Mahesa mengangguk mendengar ucapan perawat itu. “Boleh aku ikut mengantar bayiku?” tanya Mahesa, seakan tak rela jika harus berpisah barang hanya sejenak dengan malaikat kecilnya.Perawat dan dokter itu saling pandang,

  • Penghangat Ranjang Tuan CEO   Doa dan Harap

    Meski usia kandungan Athalia baru menginjak delapan bulan, namun dokter menyarankan agar bayi Athalia segera dikeluarkan dari kandungannya. Karena akan makin membahayakan kondisi Athalia.Awalnya Athalia sempat menolak dan berdebat kecil dengan Mahesa. Athalia takut terjadi hal buruk pada bayi mungilnya andai dilahirkan premature. Namun Mahesa bersikukuh meyakinkan bahwa dokter tahu yang terbaik. Mahesa juga takut terjadi hal buruk pada bayinya. Tapi ia lebih takut kehilangan Athalia.Akhirnya Athalia luluh setelah Mahesa meyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja.Dean dan Narsih sudah ada di rumah sakit. Mereka berdua datang ke Jerman. Sedangkan Yasna, Dirly dan keluarga Dean masih di Indonesia. Sengaja sekali Dean tak mau memberitahukan kabar Athalia yang akan dioperasi ini pada mereka agar tak merasa khawatir.“Mahesa, jangan pergi!” Athalia menggenggam erat tangan Mahesa saat perawat mendorong ranjangnya menuju ke ruang operasi.

  • Penghangat Ranjang Tuan CEO   Perasaan tak Berubah

    “Dia baik-baik saja.” dokter berkata pada suster setelah ia memeriksa keadaan Athalia.“Tapi dia mengigau terus, dok.”“Tidak apa. Selama kondisinya stabil. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” pungkas dokter yang menangani Athalia. Dokter itu bernama Dokter Greg.Suster itu mengangguk. “Baik, dokter. “ sebenarnya suster itu khawatir terjadi apa-apa pada Athalia, juga karena ia dibayar oleh Dean untuk terus memantau kondisi Athalia dan menginformasikan setiap perkembangannya.Tepat di saat dokter baru saja akan berbalik keluar dari ruangan itu, tiba-tiba mereka mengerutkan kening saat melihat sosok lelaki yang tak dikenal, melangkah memasuki ruang ICU dan menghampiri ranjang Athalia.“Siapa dia?” dokter berbisik pada suster.“Saya tidak tahu, dok,” balas suster itu menggelengkan kepala.Lelaki asing itu adalah Mahesa. Yang ketika melihat pintu ruang ICU tak di

  • Penghangat Ranjang Tuan CEO   Akhirnya Menemukanmu

    Tak ingin membuang waktu, Mahesa langsung mengurus keberangkatannya ke Jerman. Dan sebagai seorang ayah yang telah mendukung Mahesa, Leuwis turut membantu segala persiapan putranya.Kini mereka pun telah tiba di bandara. Sebelum masuk ke gate penerbangan, Leuwis menggenggam tangan kanan Mahesa dengan erat.“Apa kau yakin Papa tidak perlu menyusulmu ke sana?” tanya Leuwis, yang sebenarnya ingin ikut.“Tidak perlu, Pa. Papa tunggu saja di sini dan berikan doa yang terbaik untukku.” “Itu pasti. Kau tak perlu memintanya. Papa akan selalu mendoakanmu.”Mahesa tersenyum, sesaat memeluk ayahnya, sebelum kemudian mengurai pelukan dan pamit untuk pergi.Leuwis menghela napas pelan sambil melambaikan tangan, melepaskan kepergian Mahesa yang kini telah menghilang dari pandangan mata.“Semoga keberuntungan dan kebahagiaan selalu menyertaimu, Mahesa,” gumam Leuwis.***Tiba

  • Penghangat Ranjang Tuan CEO   Temukan Athalia!

    Meski sudah larut malam, Dean tak bisa tidur. Ia masih duduk di ruang tengah sambil menonton TV.Namun, tiba-tiba terdengar suara bell rumahnya yang berdenting.“Ck! Siapa yang bertamu di malam-malam buta begini.” Dean bergumam lalu bangkit berdiri dan berjalan menuju ke pintu utama.Saat pintu itu dibuka, Dean langsung menghembuskan npaas kasar ketika melihat sosok Mahesa yang berdiri di hadapannya dengan penampilan yang cukup berantakan.Sepertinya Mahesa habis berkelahi. Terlihat dari rahang dan sudut bibirnya yang lebam dan berdarah.“Apa kau sudah gila? Bisakah kau bertamu di waktu yang tepat?” Dean menyindir, baru saja ia akan kembali menutup pintu rumahnya namun tangan Mahesa lebih dulu menahannya dengan kuat, hingga Dean menyerah dan pintu itu pun kembali terbuka lebar.“Sebenarnya apa maumu?” sentak Dean, kesal.“Aku mau kau beritahu aku di mana Athalia berada?” tegas

  • Penghangat Ranjang Tuan CEO   Dean Berbohong

    Leuwis tak sanggup saat melihat Mahesa yang sedang kacau seperti ini.“Mahesa,” desah Leuwis bersimpuh duduk di samping Mahesa dan membuat Mahesa membuka kedua matanya hingga bertemu pandang dengan bola mata ayahnya.“Pa … “ Mahesa berbisik pelan. Namun kedua matanya menyiratkan kesedihan. Terihat dari matanya yang memerah dan berkaca-kaca.“Kemarilah, Nak! Kemarilah!” Leuwis membuka tangannya lebar-lebar.Mahesa tahu isyarat itu. Ia pun beringsut duduk dan segera masuk ke dalam pelukan Leuwis. Menghambur memeluk tubuh Leuwis dan menumpahkan tangisnya di dada ayahnya.Mahesa menangis tanpa suara. Hanya saja Leuwis merasa bagian depan bajunya yang basah.“Pa, aku telah kehilangan dia! Aku telah kehilangan Athalia dan anakku! Athalia sedang hamil, Pa. Dia hamil darah dagingku. Berkali-kali aku membujuknya tapi dia tak mau kembali. Aku terlalu banyak menyakitinya. Aku ini lelaki bejat yang sangat menji

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status