Share

Bab 2

Penulis: Flower
Setelah diam-diam kembali ke kamar, aku melihat ke luar jendela. Mereka masih berciuman mesra dan tidak menunjukkan niat untuk naik ke atas.

Aku menghela napas panjang, menutup tirai, lalu berbalik dan berkata kepada pengurus rumah tangga, “Ambil dasi ungu yang dipakai Pak Jovan beberapa hari lalu.”

Dia terkejut sejenak. “Nyonya, dasi itu disimpan Pak Jovan di ruang koleksi. Untuk masuk, harus mendapatkan persetujuan beliau.”

Seluruh anggota klan tahu, Jovan menyimpan semua benda yang berhubungan dengan kisah cintaku di ruang koleksi, bahkan boneka kain pemberianku pun disimpannya.

Juga karena keistimewaan inilah, seluruh anggota klan sangat menghormatiku.

Aku terdiam sebentar, lalu langsung mengambil tongkat dan bergegas ke ruang koleksi. Di hadapan tatapan terkejut semua orang, aku menghantamkan tongkat itu dengan keras.

“Nyonya! Apa yang Anda lakukan?”

Aku tidak memberikan penjelasan. Aku hanya mengambil gunting dan menggunting dasi itu hingga hancur berkeping-keping. Aku juga merobek barang-barang lain hingga menjadi serpihan.

Aku pun menghancurkan perhiasan-perhiasan mewah di tempat itu tanpa ampun.

Nadaku dingin saat berkata, “Masukkan sampah-sampah ini ke dalam kotak hadiah. Ini adalah hadiah pernikahan kedua yang kuberikan pada Pak Jovan.”

“Untuk yang terjadi hari ini, tutup mulut kalian rapat-rapat. Kalau nggak, aku akan mengirim kalian ke lantai B2, mengerti?”

Mereka semua mengangguk. Lantai B2 adalah tempat para penjahat paling keji dikurung, tidak ada yang bisa keluar hidup-hidup.

Setelah semua selesai, anak buah segera membersihkan ruangan. Semuanya tampak kembali normal, tetapi semua yang berhubungan denganku telah benar-benar hilang.

Saat aku kembali ke kamar, Jovan sudah duduk di sofa, mengisap sebatang rokok, dan mengembuskan asap perlahan. Dia terlihat sangat memikat.

Melihatku, dia segera mematikan rokoknya, lalu menyuruh anak buahnya membuka jendela.

Dia tahu, aku paling tidak suka bau asap rokok.

“Sayang, apa kamu senang berbelanja?” Dia menghampiriku, memeluk pinggangku, dan bertanya dengan suara lembut.

Karena jarak kami terlalu dekat, bau asap rokok yang menempel di tubuhnya masih membuatku merasa sangat tidak nyaman.

“Lumayan,” jawabku dingin, menarik tangannya dari pinggangku.

Jovan tidak menyadari keanehan sikapku dan hanya menganggapku sedang merajuk biasa.

Dia pun memberi isyarat dengan matanya, seorang anak buah segera membawa sebuah kotak hadiah.

“Kudengar kamu membuang mawar dan cincin yang kuberi? Keras kepala sekali, tapi aku suka.”

“Ini mutiara yang diimpor dari Negara Resia. Aku menghabiskan 60 miliar untuk memenangkannya di lelang. Suka nggak?”

Meskipun dia bertanya, jelas dia tidak memberiku kesempatan untuk menjawab.

Dia memasangkan kalung mutiara itu ke leherku, lalu mengangguk puas dan berkata, “Ternyata sangat indah jika kamu yang memakainya.”

Aku terkejut sejenak. Apa maksud perkataannya ini?

Jadi, kalung ini ... juga barang bekas yang tidak diinginkan Jenny?

Aku tersenyum mencela diri sendiri. Aku mulai bertanya-tanya, berapa banyak sampah yang tidak diinginkan Jenny yang ada di tempat yang disebut ruang koleksi itu.

Memikirkan hal ini, aku merasa sangat mual. Aku melepaskan kalung itu dan melemparkannya ke atas meja.

“Terima kasih atas niat baikmu, tapi aku alergi mutiara, jadi aku nggak akan memakainya.”

Alis Jovan langsung mengerut. Dia berkata, “Alergi? Tapi dulu kamu pernah memakai anting mutiara saat menghadiri acara, ‘kan?”

“Yuna, kamu boleh merajuk, tapi aku nggak mengizinkanmu berbohong padaku.” Nada bicaranya tiba-tiba mendingin.

Udara di ruangan itu langsung turun beberapa derajat. Semua anak buahnya menundukkan kepala, tidak berani bicara.

“Haha.”

Tiba-tiba Jovan menundukkan kepala dan tertawa kecil. Dia mengambil kalung mutiara itu, mengamatinya selama beberapa detik, lalu membuangnya ke tempat sampah begitu saja.

“Kalau Nyonya nggak suka, buang saja.”

Dia berjalan mendekatiku, mengangkat daguku, dan menatapku dengan tatapan mata yang sulit kupahami.

“Besok aku akan menemanimu belanja. Beli apa pun yang kamu suka, dengan begitu amarahmu pasti akan hilang, istriku tersayang.”

Aku menatapnya dalam-dalam, lalu tersenyum tipis dan berkata, “Baiklah. Kebetulan aku juga mau membeli hadiah untuk seseorang.”

“Membeli hadiah untuk seseorang?” Jovan mengerutkan kening dan melanjutkan, “Untuk siapa?”

Entah itu hanya perasaanku, tapi nada suaranya samar-samar terdengar cemburu.

“Untuk seseorang yang sudah kukenal bertahun-tahun. Tujuh hari lagi adalah pernikahannya, aku harus menyiapkan hadiah pernikahan untuknya.”

Mendengar kalimat pertamaku, Jovan sempat sedikit tidak senang. Tetapi begitu mendengar orang itu akan menikah, dia langsung menurunkan pertahanannya.

Dia tersenyum dan menepuk bahuku. “Bagus, besok belanja sepuasnya. Temanmu adalah temanku juga.”

“Kalau begitu, apa kamu akan menemaniku menghadiri pernikahannya?” Aku mendongak menatap Jovan, bertanya dengan sungguh-sungguh.

Dia hampir menjawab dalam sekejap, “Tentu saja. Walaupun aku harus membatalkan rapat bernilai triliunan, aku akan menemanimu. Anggap saja ini sebagai penebusan dosaku karena ingkar janji hari ini.”

Jovan mengatakannya dengan sangat serius. Jika bukan karena semua pengkhianatan yang nyata itu, mungkin aku akan kembali terlena dalam kata-kata manisnya.

Dia membungkuk, memelukku semakin erat. Tepat pada saat dia hendak menciumku, terdengar suara ketukan di pintu.

“Pak Jovan ... ini tagihan biaya kantor, mohon tanda tangani sebentar.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pengkhianatan Terbesar Suamiku   Bab 14

    Ketika aku kembali sadar, Zayn sedang tertidur pulas di samping ranjang rumah sakitku.Matanya tertutup rapat, janggut kecil tumbuh di dagunya. Dia sama sekali tidak terlihat seperti artis terkenal.Merasakan tatapanku, Zayn membuka matanya.“Ini semua salahku. Kenapa aku bisa meninggalkanmu sendirian di depan rumah sakit. Ini semua salahku .…”Aku tersenyum dan mengusap kepalanya sambil menghiburnya, “Jangan menangis, bayinya sudah bosan mendengarnya.”Meskipun aku menghiburnya, sebenarnya aku juga sangat takut.Bahkan di tengah malam, aku bermimpi Jenny memegang pisau dan menusukku.Aku tahu dia tidak akan melepaskanku dengan mudah, jadi aku sama sekali tidak berniat bernegosiasi dengannya. Aku menyetujuinya hanya untuk mendapatkan ponsel dan mengirimkan informasi.Karena aku tahu Zayn pasti memantau ponselku, dia pasti bisa mendengar kata-kataku. Jadi aku bertaruh dalam keadaan itu, dan syukurlah aku benar.Aku tidak peduli Jovan datang atau tidak. Namun, di luar dugaanku, Jovan set

  • Pengkhianatan Terbesar Suamiku   Bab 13

    Aku diikat kencang di atas tempat tidur.Jenny memegang pisau tajam, menggesekkannya bolak-balik di perutku yang telanjang.“Jenny, apa yang akan kamu lakukan? Lepaskan aku!”Jenny tertawa. “Kakak, kalau kamu bergerak lagi, aku akan .…”“Menusukkannya!”Aku langsung berhenti meronta.Melihat reaksiku, kebencian di mata Jenny semakin dalam.“Kamu benar-benar menganggapnya harta karun. Kenapa kamu nggak mati? Kenapa kamu masih bisa punya anak? Kenapa hidupmu sekarang begitu baik?”Hari itu aku baru tahu. Setelah keguguran, bahkan sebelum pulih sepenuhnya, Jenny sudah dilempar Jovan ke penjara bawah tanah.Luka Jenny terinfeksi parah, dan akhirnya dia benar-benar kehilangan kemampuan untuk hamil.Meskipun begitu, Jovan tidak pernah menjenguknya sekali pun.Selama periode itu, Jovan tenggelam dalam kesedihan atas kematianku, terus minum alkohol siang dan malam.Sesekali jika dia minum terlalu banyak, dia akan kembali ke penjara bawah tanah dan memukuli Jenny. Setiap kali pukulan Jovan seol

  • Pengkhianatan Terbesar Suamiku   Bab 12

    Saat bertemu Jovan lagi, detak jantungku memang sempat berhenti berdetak sesaat.Namun, aku kembali tenang dengan cepat. Bagaimanapun juga, sejak Zayn mengunggah foto itu, hari ini pasti akan datang.“Tuan, Anda salah orang,” kataku dengan nada dingin sambil berbalik.“Yuna jangan pura-pura bodoh! Aku tahu itu kamu! Kamu benar-benar nggak mati!”Jovan menyerbu ke depanku seperti orang gila, memegangi lenganku dan mengguncangnya dengan kuat.Tenaganya sangat besar, seakan ingin meremukkan tubuhku.Alisku mengerut, tak lama kemudian, sebuah tangan besar mendorongnya hingga jatuh ke tanah.Zayn menarikku ke belakangnya. Dia berkata, “Dari mana datangnya orang mabuk gila ini? Berani-beraninya menyentuh kekasihku.”Jovan tersungkur di tanah, menatap tanganku dan tangan Zayn yang saling menggenggam erat dengan tatapan linglung.“Nggak … nggak mungkin! Mana mungkin Yuna menjadi milik orang lain?”“Kalian sedang berakting! Benar, ‘kan? Akting untuk memaksaku pergi, ‘kan?”Sejujurnya, aku belum

  • Pengkhianatan Terbesar Suamiku   Bab 11

    (Sudut Pandang Tokoh Utama Wanita)Saat aku kembali ke Negara Sovania, Ayah dan Ibu sangat marah melihatku yang lemah.Setelah mendengar apa yang kualami, mereka bahkan sangat marah hingga ingin langsung naik pesawat untuk mencari Jovan dan membuat perhitungan.Aku menahan mereka. Ayah dan Ibu berkata dengan marah padaku, “Apa kamu masih punya perasaan padanya?”Aku menggeleng. Nadaku tegas saat menjawab, “Aku hanya nggak mau melihatnya lagi.”Kericuhan di pernikahan itu tersebar dengan cepat. Setelah melihatnya, aku juga tidak merasa senang.Aku sudah tidak ingin mendengar apa pun tentang Jovan.Sampai suatu hari, aku menerima pesan suara dari Jenny.Suaranya melengking, ucapannya tidak logis. Dia sepertinya sudah gila, melampiaskan emosinya padaku, “orang mati” ini.“Kenapa … walaupun kamu sudah mati, dia masih nggak mau membiarkan anakku hidup. Padahal itu anak satu-satunya!”“Dia bilang dia nggak percaya, dan bilang kalau dia menemukanmu, dia akan mencincangku untuk menebus dosaku.

  • Pengkhianatan Terbesar Suamiku   Bab 10

    (Sudut Pandang Orang Ketiga)Jovan berbalik, matanya merah padam dan bertanya, “Apa maksudmu?”“Apa kata-kataku belum cukup jelas? Yuna sudah mati … aku sendiri yang membunuhnya.”“Apa katamu?” Jovan menyerbu dan mencengkeram tenggorokannya.“Kubilang, aku sendiri yang membunuhnya! Menusuk perutnya dengan pisau, lalu membuangnya ke selokan! Haha!”Tawa wanita gila itu terdengar di kamar rawat yang kosong. Jenny saat ini seperti orang gila.“Jadi Jovan, sekarang kamu masih ingin membiarkan anakku mati?”Jenny menatapnya dengan bangga.Wajah Jovan pucat pasi.Tangannya tiba-tiba terlepas. Rasa bangga di mata Jenny semakin menjadi.Jovan perlahan berdiri, tidak ada cahaya sedikit pun di matanya. Dia memberi isyarat kepada dokter dan berkata, “Jika anak di perutnya lahir hidup-hidup, aku akan membunuh kalian semua.”Tawa Jenny terhenti.“Apa katamu? Sudah kubilang dia anakmu satu-satunya! Apa kamu pikir aku berbohong? Yuna benar-benar sudah mati!”Wanita itu berteriak sekuat tenaga, tetapi

  • Pengkhianatan Terbesar Suamiku   Bab 9

    (Sudut Pandang Orang Ketiga)Para penjaga saling pandang, akhirnya berkata terbata-bata, “Tidak tahu … tadi masih di sini .…”“Nggak tahu?” Jovan tertawa marah. “Benar-benar jawaban yang bagus!”Wajahnya sangat suram. Dia langsung mengeluarkan pistol dan menempelkannya di kepala mereka.“Jika dalam satu jam kalian nggak membawanya ke hadapanku, nyawa kalian juga akan melayang!”Setelah para penjaga pergi tergesa-gesa, Jovan bersandar di dinding dengan lemah. Pandangannya kembali tertuju pada surat perjanjian cerai di tangannya.Dia pun menutup mata dengan menyesal.Dia seharusnya sudah menduga. Yuna yang mampu melakukan pembalasan seperti itu di pernikahan, tidak mungkin membiarkan dirinya terperangkap di dalam sel.Tepat pada saat itu, asistennya berjalan perlahan ke arahnya. Sambil menghela napas panjang, dia berkata, “Pak Jovan, ada beberapa hal yang mungkin tidak Anda ketahui. Sebenarnya, orang-orang di rumah ini sudah tidak menganggap Nyonya Yuna sebagai Nyonya rumah lagi.”“Tidak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status