Share

Part 4. Heran

last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-19 16:15:40

"Deska." dengan murka, kutarik tangan yang sempat mengulur tadi, buat apa juga bersalaman dengan orang seperti dia.

"Rinjani, kok kamu di sini?" keningnya mengerut rupanya Deska juga terkejut melihat aku berdiri di depannya dan dia seperti kebingungan mengapa aku ada bersama Reisya.

Reisya yang melihat ekspresi ku dan Deska pun ikut heran, "Kalian sudah saling kenal? Kok bisa?" tampak bola matanya melirik ke arah ku dan Deska.

"Rei, gue pamit ya ada urusan penting." kutarik kasar tas di atas meja lalu pergi meninggalkan mereka.

"Rin, Rinjani, tunggu Rin."

"Lepasin aku Rei." Reisya yang sempat menahan dengan memegang lengan dan terpaksa ku sentak.

Ada perasaan bersalah sama Reisya karena meninggalkannya begitu saja tanpa penjelasan. Tapi menurutku, ini bukan waktu yang tepat. Tidak tahu juga apa yang terjadi di antara Reisya dan Deska. Semoga mereka baik-baik saja.

Ku harap Reisya mengerti dengan posisi ku walaupun dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tetapi, mengapa harus Deska yang menjadi pasanganmu saat ini Rei. Kayak nggak ada lelaki lain saja.

***

"Rin, siang ini kita ada meeting dengan klien di restoran ya. Jangan lupa kamu siapkan semua berkas kontrak kerjasamanya, saya tidak mau kalau ada yang tertinggal." perintah Pak Harjoko sembari meninggalkan ruangan ku, dilihat dari gelagat bahasa tubuhnya dia sangat semangat meeting kali ini.

"Iya, siap Pak." dengan bersungut kecil ku kemas satu per satu berkas yang dibutuhkan.

Sekitaran dua puluh menit sampai di restoran, klien yang kami tunggu belum juga menunjukkan batang hidungnya akibat terjebak macet di jalan. Menunggu klien hanya berdua dengan Bapak Harjoko membuatku merasa bosan, kuputuskan untuk permisi ke toilet.

Restoran ini cukup ramai pelanggan, selain menu yang ditawarkan enak-enak, tempatnya juga bikin pengunjung nyaman. Makanya, wajar saja jikalau restoran ini dijadikan salah satu pilihan bagi perusahaan yang ingin meeting dengan suasana santai bak nyaman apalagi di sini disediakan ruangan VIP dan ekonomi.

Sewaktu berjalan menuju toilet, seorang pelayan yang nampaknya tergesa-gesa memenuhi panggilan pelanggan tiba-tiba menabrakku, tubuh langsing ideal yang beratnya tak seberapa ini hampir terpental ke lantai, tetapi untung saja itu tidak terjadi. Tiba-tiba ada yang menyambut tubuhku sebelum menyentuh lantai.

Aku menoleh dan ternyata yang menolong saat itu adalah Deska. Dia adalah teman sekolah seragam putih abu-abu ku dulu. Laki-laki berkacamata itu sempat menaruh hati dan menyatakan cintanya di saat kami duduk di bangku kelas dua.

Dan itu aku tolak, bukan tanpa alasan semua ini hanya demi Ibu, demi harkat dan martabat keluargaku. Cinta-cintaan akan hanya membuat fokus ku bercabang. Lagian juga masih anak sekolah, nggak punya pacar pun tak apa. Itu pikirku saat itu.

Di saat tubuhku di sambut Deska, di saat itulah Mas Reno melihat kejadian salah paham itu. Aku pun tidak tahu kenapa Mas Reno ada restoran yang sama denganku. Mas Reno bukannya ikut menolongku malah pergi begitu saja, tanpa peduli dengan keadaanku.

Tin... Tin... Tin...

"Bu, udah lampu hijau." sorak penjual koran di perempatan lampu merah.

Astagfirullah, bisa-bisa nya aku melamun kayak gini. Pantas saja, bunyi klakson mobil di belakangku tadi begitu memekakan telinga.

Ku laju mobil sedan berwarna abu-abu metalik itu dengan pelan, karena mood ku yang sedari tadi masih berantakan.

***

Belum sampai lima menit pantatku menhenyak di sofa empuk ruang tamu rumah. Gawai pipihku berbunyi sepertinya ada pesan yang masuk. Ku cek dan ternyata ....

[Hai Rinjani, kok saya semakin bahagia ya liat kamu menderita. Hahahahha]

Masih dari pengirim nomor yang tidak dikenal. Benar-benar weekend yang tidak diharapkan. Berharap ada sedikit energi setelah ketemu dengan Reisya, malah menambah beban pikiran, belum lagi pesan dari nomor yang tidak dikenal. Aku seperti diteror entah apa tujuannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Mau Miskin ataupun Bahagia, Aku Pilih Jalan Sendiri!

    Bab 12"Kamu beneran sudah gila ya, Lita! Mama pikir kamu bisa berpikir jernih sedikit, mengalah sedikit, apa kamu beneran nggak takut jadi janda dan hidup melarat?" serang Ririn dengan penuh amarah.Dia memang takut miskin karena mengingat hidupnya yang begitu susah dulunya.Lita mengendikkan bahu dengan angkuhnya."Aku memang sudah gila!""Kan berulang kali aku bilang sama mama, kalau aku nggak peduli. Mau hidup miskin ataupun kaya, terserah kedepannya. Aku capek diatur terus-terusan, aku yang lebih tahu kebahagiaan ku sendiri.""Sebelum Mas Ammar yang ceraikan aku, aku yang lebih dulu ceraikan dia, karena aku akan menikah dengan lelaki pilihanku!" erang Lita hilang kendali."Jangan bertindak bodoh kamu! Pikirkan lagi ucapan kamu itu Lita! Laki-laki itu pasti baru kamu kenal, nggak akan ada laki-laki yang nerima perempuan apalagi janda dengan segampang itu. Kamu nggak mikir efeknya nanti gimana?""Sudahlah, Ma. Aku capek berdebat terus dengan mama. Lagian hutang-hutang mama juga ham

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Diberi Nama Argantara

    Bab 11[Mas ... dimana? Aku lagi bete nih! Bisa keluar nggak]Lita mengirim pesan pada seseorang beberapa saat setelah menenggak habis minumannya. Tak perlu sepertinya Lita menunggu, selang satu menit, pesannya pun terbalaskan.Seperti tak kenal waktu, padahal sudah menunjukkan pukul satu dini hari.[Kan tadi abis jalan. Kok masih bete sih?] Balas seseorang yang diberi nama Argantara.[Tau gini mending aku nggak pulang tadi.] Balas Lita cepat.[Terus gimana? Mau keluar lagi?][Iya.][Oke. Aku otewe]Sembari menunggu jemputan dari lelaki yang baru dikenalnya selama seminggu ini, Lita menunggu lantai dua untuk mengambil tasnya. Dia berjalan mengendap-endap supaya langkah kakinya tak terdengar oleh Ririn sang mama.Dengan pelan dia menekan handle pintu dan membukanya sedikit saja. Tampak Ririn sudah tidur dengan posisi terlentang. Tak ingin ketahuan, Lita buru-buru menyambar tas yang ada di nakas.[Dimana? Aku udah siapa]Pesan yang dikirim Lita cukup lama dibalas, hingga ... terdengar b

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Arumi Dibawa Pergi

    Bab 10"Nggak cuma tanya apa ada yang mau nitip makanan, gue jawab aja langsung enggak.""Ooh ...." Lita sama sekali tak curiga dengan gerak-gerik teman kerjanya itu. Dia kembali berkutat pada ponselnya.[Ta, mama telponin daritadi nggak diangkat-angkat][Mama mau ngasih tau, mertua sama Arumi dan baby sitter kamu keluar dari rumah][Mama sempat nanya, tapi mertua kamu diam aja. Coba deh kamu telpon mertua kamu?]"Mama lebay banget deh ah. Perkara mereka keluar rumah aja pake lapor. Nggak ada apa hal yang lebih penting," ngomel Lita seraya membuka aplikasi lainnya."Masalah lagi?" tanya Dea."Ya biasalah, nyokap gue orang paling lebay. Masa iya, mertua, anak, dan baby sitter keluar rumah pake ngelapor segala ke gue. Kan nggak penting banget ya," jelas Lita dengan suara sedikit tinggi."Yaelah. Gitu aja lu sensi amat. Wajar aja lah emak lu lapor, kan mertua lu bawa anak lu keluar rumah, emangnya lu nggak mikir gimana gitu, khawatir paling tidak," sahut Dea seraya menyunggingkan sedikit

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Sepucuk Amplop Putih

    Bab 9"Lita ... Lita ..., bangun kamu! Heh!" Ririn mengguncang tubuh anaknya yang baru saja terlelap."Dasar kebo ya kamu, ditinggal sebentar ke bawah, langsung molor," sengit Ririn."Apa sih, Ma. Orang ngantuk juga." Lita menyentak tubuhnya. Tangan Ririn terlepas."Ammar mau menceraikan kamu!" ucap Ririn tanpa basa-basi."Hah?" Lita terduduk, dengan wajah masih berpoles make up dan rambut acak-acakan. "Jangan bercanda, Ma!" ucapnya tak percaya."Serius, tadi Ammar bilang, kalau kamu tidak berubah, bisa jadi kalian akan bercerai."Seolah seperti orang baru sadar, Lita mengibas angin tepat di depan wajah Ririn."Halah, paling juga ancaman belaka, Ma. Mana mungkin dia akan menceraikan aku. Lagian nih, pasti auto malu lah, dia kan tahu gimana rasanya punya orang tua nggak lengkap. Aku yakin, dia tidak akan melakukan hal itu, kalau dia sayang Arumi, aku yakin dia tidak akan memberikan Arumi orang tua yang tidak lengkap." Begitu percaya dirinya Lita berucap."Jika benar itu terjadi bagaima

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Apa Hanya Sekedar Ancaman?

    Bab 8"Buka mata kamu, Mmar. Apa iya pantas istrimu bicara seperti itu sama bunda?"Viola tak tinggal diam, terasa dipojokkan oleh Lita."Neng Viola harusnya juga buka mata, jangan karena nila setitik rusak susu sebelanga, jangan karena Lita ingin istirahat sebentar, Neng Viola jadikan itu Boomerang," balas Ririn tegas."Kenapa kamu diam, Mmar?""Lihat istrimu Lita, bersimpuh meminta pengertianmu, dia rela meminta maaf atas apa yang sebenarnya tidak dia lakukan secara sengaja. Andai bundamu bisa mengontrol diri, tak akan runyam seperti ini," tambah Ririn.Ammar menundukkan kepalanya, melihat sekejap istrinya yang masih bersimpuh dan tak hentinya menangis. Isakkan tangis Lita pun terdengar semakin keras."Bund, kita turun saja dulu!" ajak Ammar memecahkan keheningan yang tercipta beberapa detik."Yuk, mending kita istirahat," sahut Viola dia menyunggingkan ujung bibirnya pada Ririn."Mas ... Mas ... Please, jangan begitu. Aku sedikitpun tidak ada niat mengutarakan ucapan seperti tadi s

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Debat-debat Apaan Itu di Lantai 2

    Bab 7"Eh, Bunda. Duduk sini, Bund. Mau ngomong apaan? Serius nih keliatannya," ucap Ammar seraya menurunkan kedua kakinya yang tadinya berada di kursi kosong."Kamu nggak tidur?" tanya Viola memulai pembicaraan, seraya menduduki kursi yang ada di sebelah kanan."Nanti lah, Bund. Bunda kenapa nggak tidur? Udah malam lho, Bund. Apalagi tadi sibuk ngurusin acara Arumi.""Iyaa, bentar lagi bunda tidurnya." Viola menyisir pandangannya, termasuk ke pintu utama yang terbuka dengan lebar."Bunda lagi liatin apa? Katanya tadi mau bicara, bicara apa, Bund?" tanya Ammar mulai penasaran apalagi melihat gelagat bahasa tubuh ibunya yang agak lain."Tadi bunda liat Lita naik ke lantai dua bawa beberapa baju. Emangnya dia mau tidur di atas lagi, Mmar?""Oh itu, iya, Bund. Malam ini dia mau istirahat di kamar lantai atas.""Istirahat gimana? Kalian kan punya kamar? Kenapa pisah kamar lagi kayak kemarin?""Hmm ... cuma malam ini aja kok, Bund. Lita kecapekan kalau tidur di kamar aku, bakalan keganggu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status