Share

Part 4. Heran

"Deska." dengan murka, kutarik tangan yang sempat mengulur tadi, buat apa juga bersalaman dengan orang seperti dia.

"Rinjani, kok kamu di sini?" keningnya mengerut rupanya Deska juga terkejut melihat aku berdiri di depannya dan dia seperti kebingungan mengapa aku ada bersama Reisya.

Reisya yang melihat ekspresi ku dan Deska pun ikut heran, "Kalian sudah saling kenal? Kok bisa?" tampak bola matanya melirik ke arah ku dan Deska.

"Rei, gue pamit ya ada urusan penting." kutarik kasar tas di atas meja lalu pergi meninggalkan mereka.

"Rin, Rinjani, tunggu Rin."

"Lepasin aku Rei." Reisya yang sempat menahan dengan memegang lengan dan terpaksa ku sentak.

Ada perasaan bersalah sama Reisya karena meninggalkannya begitu saja tanpa penjelasan. Tapi menurutku, ini bukan waktu yang tepat. Tidak tahu juga apa yang terjadi di antara Reisya dan Deska. Semoga mereka baik-baik saja.

Ku harap Reisya mengerti dengan posisi ku walaupun dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tetapi, mengapa harus Deska yang menjadi pasanganmu saat ini Rei. Kayak nggak ada lelaki lain saja.

***

"Rin, siang ini kita ada meeting dengan klien di restoran ya. Jangan lupa kamu siapkan semua berkas kontrak kerjasamanya, saya tidak mau kalau ada yang tertinggal." perintah Pak Harjoko sembari meninggalkan ruangan ku, dilihat dari gelagat bahasa tubuhnya dia sangat semangat meeting kali ini.

"Iya, siap Pak." dengan bersungut kecil ku kemas satu per satu berkas yang dibutuhkan.

Sekitaran dua puluh menit sampai di restoran, klien yang kami tunggu belum juga menunjukkan batang hidungnya akibat terjebak macet di jalan. Menunggu klien hanya berdua dengan Bapak Harjoko membuatku merasa bosan, kuputuskan untuk permisi ke toilet.

Restoran ini cukup ramai pelanggan, selain menu yang ditawarkan enak-enak, tempatnya juga bikin pengunjung nyaman. Makanya, wajar saja jikalau restoran ini dijadikan salah satu pilihan bagi perusahaan yang ingin meeting dengan suasana santai bak nyaman apalagi di sini disediakan ruangan VIP dan ekonomi.

Sewaktu berjalan menuju toilet, seorang pelayan yang nampaknya tergesa-gesa memenuhi panggilan pelanggan tiba-tiba menabrakku, tubuh langsing ideal yang beratnya tak seberapa ini hampir terpental ke lantai, tetapi untung saja itu tidak terjadi. Tiba-tiba ada yang menyambut tubuhku sebelum menyentuh lantai.

Aku menoleh dan ternyata yang menolong saat itu adalah Deska. Dia adalah teman sekolah seragam putih abu-abu ku dulu. Laki-laki berkacamata itu sempat menaruh hati dan menyatakan cintanya di saat kami duduk di bangku kelas dua.

Dan itu aku tolak, bukan tanpa alasan semua ini hanya demi Ibu, demi harkat dan martabat keluargaku. Cinta-cintaan akan hanya membuat fokus ku bercabang. Lagian juga masih anak sekolah, nggak punya pacar pun tak apa. Itu pikirku saat itu.

Di saat tubuhku di sambut Deska, di saat itulah Mas Reno melihat kejadian salah paham itu. Aku pun tidak tahu kenapa Mas Reno ada restoran yang sama denganku. Mas Reno bukannya ikut menolongku malah pergi begitu saja, tanpa peduli dengan keadaanku.

Tin... Tin... Tin...

"Bu, udah lampu hijau." sorak penjual koran di perempatan lampu merah.

Astagfirullah, bisa-bisa nya aku melamun kayak gini. Pantas saja, bunyi klakson mobil di belakangku tadi begitu memekakan telinga.

Ku laju mobil sedan berwarna abu-abu metalik itu dengan pelan, karena mood ku yang sedari tadi masih berantakan.

***

Belum sampai lima menit pantatku menhenyak di sofa empuk ruang tamu rumah. Gawai pipihku berbunyi sepertinya ada pesan yang masuk. Ku cek dan ternyata ....

[Hai Rinjani, kok saya semakin bahagia ya liat kamu menderita. Hahahahha]

Masih dari pengirim nomor yang tidak dikenal. Benar-benar weekend yang tidak diharapkan. Berharap ada sedikit energi setelah ketemu dengan Reisya, malah menambah beban pikiran, belum lagi pesan dari nomor yang tidak dikenal. Aku seperti diteror entah apa tujuannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status