Share

Bab 7

Author: Starry
Keesokan paginya, Lowie memeluk Ravina dengan manja. "Mama, di TK kita ada acara study tour. Harus ditemani orang tua. Aku boleh pergi bareng Papa, nggak?"

Jadi, ini yang dimaksud Willianti sebagai kompensasi dari Marcus, ya?

Ravina menunduk. Di pelukannya, sang anak terus bicara sambil diam-diam menjulurkan lidah dan membuat wajah lucu ke arah Willianti.

Usai berbicara, Lowie pun menggesekkan pipinya manja ke pipi Ravina. Ravina membelai lembut wajah anaknya. Ini adalah anaknya. Kecuali mulutnya yang mirip ayahnya, semua sisanya seperti cerminan dirinya sendiri.

Kalau Marcus berselingkuh karena mencari sensasi ... lalu bagaimana dengan Lowie? Saat itu, dia tidak bisa melihat apa pun. Setiap kali mendengarkan dokter kandungan menjelaskan hasil pemeriksaan, Ravina hanya bisa membayangkan seperti apa rupa anaknya kelak.

Karena tidak bisa melihat, setiap gerakan selama kehamilan selalu dijaganya dengan lebih hati-hati dibanding ibu hamil lain. Bahkan untuk buang air kecil sekalipun, dia tidak keberatan meminta pembantu untuk berjaga di depan pintu, hanya demi mencegah risiko terpeleset atau terbentur.

Namun, anak yang dikandungnya dengan susah payah selama sembilan bulan sepuluh hari itu ternyata bisa memanggil seorang wanita simpanan dengan sebutan "Mama" di belakangnya.

Kalau saja wajah Lowie tidak begitu mirip dengannya, Ravina mungkin sudah curiga bahwa anak ini telah tertukar sejak lahir.

Lowie akhirnya menyadari ibunya terdiam cukup lama dan menoleh dengan sedikit ragu. "Mama?"

Marcus yang berdiri di samping ikut menimpali, "Katanya, membaca seribu buku nggak sebaik berjalan ribuan mil. Lagi pula, study tour ini acara resmi dari sekolah. Kalau saja matamu nggak dalam kondisi seperti ini, kami juga pasti nggak tega ninggalin kamu sendiri di rumah."

Mereka sengaja memilih alasan yang tidak mungkin ditolak Ravina. Marcus bahkan sudah memberi perintah ke sekretarisnya untuk memesan tiket pesawat dengan percaya diri. Permintaan pendapat ini, pada dasarnya hanyalah sebuah pemberitahuan sepihak.

Ravina melirik ke arah nama destinasi yang tertera. Tempat itu adalah kota kecil di Eropa yang selalu ingin dikunjunginya sejak sebelum matanya buta.

"Nggak apa-apa, kalian pergi saja." Itulah yang dikatakan Ravina dengan tenang.

Sebelum berangkat, Marcus mengumpulkan semua pembantu dan memberikan instruksi perawatan Ravina satu per satu dengan rinci, seolah-olah sedang menyerahkan proyek bernilai miliaran.

"Sebelum tidur, pastikan ada segelas air di nakas sebelah tempat tidur Ravina, supaya dia nggak kehausan di malam hari."

"Setiap hari harus ajak Ravina jalan-jalan keliling taman, bantu dia bergerak agar tetap bugar."

"Buah-buahan seperti blueberry yang wajib dimakan setiap hari. Jangan biarkan dia pakai garpu sendiri, nanti bisa melukai diri."

....

Instruksinya berlangsung hampir setengah jam lamanya.

Setelah itu, Marcus baru mencium kening Ravina. "Aku dan Lowie berangkat dulu. Kalau kamu butuh apa-apa, langsung telepon aku. Aku pasti segera pulang."

"Study tour ini nggak lama, nanti kami akan pulang tepat waktu untuk temani kamu ke terapi mata."

Lowie juga menggenggam tangan Ravina dan berkata, "Mama, nanti aku bawain kamu hadiah ya!"

Ravina berdiri di depan jendela besar, memandangi Marcus yang memeluk Willianti di lengannya, sementara tangan kirinya menggandeng Lowie. Mereka benar-benar terlihat seperti keluarga kecil yang bahagia.

Ravina mengabaikan tatapan penuh simpati dari para pembantu, lalu berbalik dan masuk kembali ke kamarnya.

Dari luar, terdengar kabar bahwa mereka bersenang-senang. Marcus yang dulu dalam satu hari bisa meneleponnya sepuluh kali saat di kantor, kali ini tidak meneleponnya satu kali pun. Lowie juga tampaknya sudah melupakan dirinya.

Justru Willianti yang seolah tidak tahan untuk menyombongkan diri, mengirim pesan padanya berkali-kali.

[ Hari ini di depan pastor di gereja, Marcus memeluk dan menciumku. Dia bilang dia mencintaiku. ]

[ Anak kesayanganmu memanggilku "Mama" terus-menerus. Orang-orang di hotel bilang kami keluarga kecil yang bahagia. ]

[ Aku sedang hamil, tapi Marcus tetap nggak mau melepaskanku. Kondom di kamar sampai habis, dia bahkan keluar untuk beli lagi. ]

Setiap kata seolah ingin menegaskan betapa Marcus mencintai dirinya. Hanya saja, semua pesan dari Willianti sudah tidak mampu lagi menggoyahkan emosi Ravina.

Dia sedang menunggu hari yang telah disepakati untuk pergi. Hari itu ... sudah hampir tiba.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengorbanan Dibalas Pengkhianatan   Bab 24

    Oscar mengangkat tangan untuk merapikan kerutan di antara alis Ravina dengan lembut. "Kalau begitu, gimana kalau kita tunda dulu pernikahannya? Aku bisa temani kamu pulang ke negara asal untuk lihat kondisi Marcus."Ravina menggeleng pelan. "Nggak perlu. Biarkan aku tetap jadi satu-satunya harapannya. Selama dia masih menaruh harapan padaku, mungkin dia masih bisa bertahan. Tapi kalau aku datang, dia nggak punya penyesalan lagi. Bisa jadi malah saat itulah dia benar-benar melepaskan segalanya."....Setengah bulan kemudian, Ravina dan Oscar mengadakan pernikahan mereka di sebuah kapel tepi laut.Begitu alunan lembut piano menggema, Ravina pun mewujudkan mimpinya. Dia mengenakan gaun pengantin hasil desainnya sendiri dan berjalan perlahan di atas karpet merah menuju pria yang paling dicintainya.Saat Oscar menyematkan cincin di jari manisnya, air matanya tidak bisa lagi ditahan. Setelah bertahun-tahun diam-diam mencintainya, kini semua akhirnya menjadi kenyataan."Ravina, terima kasih s

  • Pengorbanan Dibalas Pengkhianatan   Bab 23

    Marcus dan Lowie akhirnya kembali ke negara asal. Namun baru saja keluar dari pesawat, mereka langsung dikepung oleh rombongan media."Pak Marcus, bagaimana tanggapan Anda atas tuduhan dari Nona Willianti bahwa Anda memaksanya melakukan hubungan intim?""Apakah Keluarga Harafi akan menggunakan uang untuk menyelesaikan kasus ini secara damai?""Sebelumnya, Nona Willianti selalu mengaku sebagai tunangan Anda. Apakah alasan belum diadakannya pernikahan adalah karena kembalinya istri sah Anda, Ravina, yang dinyatakan telah meninggal?"Marcus benar-benar kebingungan oleh rentetan pertanyaan yang datang bertubi-tubi. Dia baru pergi ke luar negeri beberapa hari, apa lagi yang dilakukan Willianti sekarang?Marcus segera memerintahkan pengawalnya untuk membuka jalan, lalu masuk ke mobil dan langsung menghubungi pengacaranya. "Apa yang sebenarnya terjadi selama aku pergi?""Sejak kematian anak itu, kondisi mental Willianti tidak stabil ... kadang sadar, kadang tidak. Kedua orang tuanya datang da

  • Pengorbanan Dibalas Pengkhianatan   Bab 22

    Marcus dan Lowie menatap pemandangan di depan mata mereka dengan hati yang tercabik.Mereka telah bersusah payah mencari tahu keberadaan Ravina, bahkan membeli bunga dan datang terburu-buru. Namun, yang mereka lihat adalah pemandangan seperti ini.Marcus langsung berlari menaiki panggung. Dia menatap Ravina dengan tatapan penuh harap."Jangan ... jangan terima lamarannya, ya? Aku tahu aku salah, aku benar-benar salah. Aku sudah benar-benar memutuskan semua dengan Willianti, anak haram itu juga sudah mati.""Sekarang nggak ada lagi yang bisa menghalangi kita. Kita pernah saling mencintai bertahun-tahun, kita punya anak ... tolong ... beri aku satu kesempatan lagi, ya?"Oscar segera berdiri di depan Ravina untuk melindunginya. Dia melayangkan sebuah pukulan keras ke wajah Marcus hingga pria itu terjatuh ke tanah. Oscar kemudian berjongkok dan mencengkeram kerah Marcus dengan penuh amarah."Masih kurang puas sama pukulan yang kemarin, ya? Sekarang Ravina adalah tunanganku. Kalau kamu teru

  • Pengorbanan Dibalas Pengkhianatan   Bab 21

    Setelah menunggu selama satu minggu, seluruh hasil penilaian akhirnya diumumkan. Panitia secara resmi mengundang semua peserta untuk menghadiri malam penganugerahan penghargaan.Saat ini, Ravina sedang berdiri di depan cermin sambil merapikan gaun malam yang dia kenakan. Oscar muncul dari belakang dan memakaikan kalung mutiara di lehernya dengan lembut."Indah sekali. Kamu suka?" Oscar mengecup pipinya dengan lembut dan menatapnya penuh kasih sayang.Ravina mengangkat tangan, menyentuh butiran mutiara yang memantulkan cahaya alami. Dia lalu berbalik dalam pelukan Oscar, hingga mereka saling berhadapan. "Kamu temani aku malam ini, ya? Siapa tahu aku menang. Aku ingin kamu ada di sisiku."Oscar menghela napas pelan dan memeluknya erat. "Maaf .... Aku juga ingin mendampingimu, tapi hari ini aku ada urusan penting yang nggak bisa ditinggal."Ravina menunduk pelan. "Baiklah, kamu pergi saja."Setelah mobil Ravina menjauh, Oscar dan Mona berdiri di depan rumah. Mona berkata dengan yakin, "Ka

  • Pengorbanan Dibalas Pengkhianatan   Bab 20

    Willianti menatap kosong ke arah bayi yang ada dalam pelukannya. Dia bahkan tidak bisa mengingat kapan terakhir kali anak itu menangis, bahkan lupa kapan terakhir kali memberinya makan.Sepertinya ... dia telah membunuh anak itu dengan tangannya sendiri!Willianti memeluk erat tubuh si kecil yang sudah tak bernyawa. Saat menengadah menatap Marcus dan Lowie, dia malah melihat seberkas rasa puas di wajah mereka.Marcus berdiri sambil menatapnya dari atas, lalu berkata dengan santai, "Mari kita akhiri semuanya. Selain 10 miliar yang sudah kujanjikan sebelumnya, aku akan tambahkan satu unit vila. Tapi mulai sekarang, kamu nggak boleh pernah muncul di hadapanku lagi."Willianti memandangi kedua orang itu dengan kebencian yang mendalam. Dia jatuh serendah ini karena mereka! Yang tersisa dalam hatinya hanyalah dendam.Sepuluh miliar?Bagi orang biasa, 10 miliar memang cukup untuk hidup nyaman seumur hidup. Akan tetapi, gaya hidupnya telah menjadi semakin konsumtif karena dimanjakan Marcus. Mu

  • Pengorbanan Dibalas Pengkhianatan   Bab 19

    Willianti diam-diam mengeluarkan banyak uang untuk melakukan tes DNA antara anaknya dan Marcus. Setelah itu, dia meminta seorang teman membawakannya perlengkapan siaran langsung.Saat itu, Willianti sedang dalam masa nifas. Wajahnya pucat dan tubuhnya tampak sangat kelelahan, tetapi dia tetap berusaha menampilkan citra diri yang lemah dan menyedihkan.Begitu semua sudah siap, dia mengarahkan kamera ke wajahnya yang membengkak dan pucat. Dengan tangan bergetar, dia mengangkat hasil tes DNA ke depan kamera, lalu mulai berbicara dengan air mata yang terus mengalir."Teman-teman, saya adalah Willianti, tunangan dari Marcus, CEO Perusahaan Hope. Siaran langsung hari ini saya lakukan demi mencari keadilan untuk anak kami."Dia mengangkat bayi yang masih terbungkus selimut ke depan kamera dan berkata dengan suara tercekat, "Anak ini bahkan belum berusia satu minggu, tapi ayahnya sudah menolak mengakuinya. Ini adalah hasil tes DNA antara Marcus dan anak ini, tingkat kecocokan 99,99%.""Dulu, d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status