Share

Pengorbanan istri sang presdir tampan
Pengorbanan istri sang presdir tampan
Author: shart96

BAB 01

"Lah ngapain nangis disini sayang?" seseorang bertanya seraya mendekat ke arah seorang wanita yang sedang berada di tepi tempat tidurnya.

“Kebiasaan deh nggak ketuk pintu dulu kalau masuk kak” sahut sang wanita protes dengan kesal.

“Iya maaf habis dari tadi di panggil nggak ada sahutan sama sekali, pas datang lagi nangis aja di pojokan. ada apa sih?” kini pria tersebut duduk di samping sang wanita.

“Nggak ada hal yang serius kok mas, oh iya kak bagaimana dengan yang aku sampaikan kemarin? kakak bersediakan untuk menikahi Mira. ” sahut sang wanita dengan segera menyeka air matanya.

“Harus berapa kali aku katakan Zahra, aku tidak akan menikahi menikahi wanita itu, apa sih yang kamu pikirkan?" bentak pria itu kini berdiri menghadap ke arah jendela untuk meredam amarahnya.

"Yang aku pikirkan adalah kebahagianmu kak Mizan, sudah aku katakan pula beberapa kali mengenai hal ini."

"Tapi aku sudah bahagia dengan satu wanita, ya itu kamu Zahra tidak perlu lagi ada wanita lain, dan aku tidak butuh."

"Kakak sudah berjanji untuk menuruti dua permintaan ku bila kakak sudah sembuh bahkan apapun akan kakak turuti semua permintaanku."

"Tapi tidak untuk menikahi Mira Zahra! kenapa kau dan ibuku selalu ingin aku untuk menikahi wanita itu?" Amarah yang berusaha Mizan tahan menguap ke permukaan karena wanita yang berada di depannya selalu membahas hal yang sama.

"Itu semua aku lakukan demi kebahagianmu kak, kau tahu penyakitku ini sulit di sembuhkan, dan Dokter telah memberitahu bahwa hidupku sudah tidak akan lama lagi." Zahra menghelan nafas menguatkan dirinya.

"Kenapa kau lebih percaya kepada Dokter itu? akan aku cari Dokter terbaik sekali pun harus berkeliling dunia mencarinya, asalkan kamu bisa sembuh sayang." Mizan memelankan nada bicaranya dan berlutut di hadapan Zahra yang sedang menangis sedari tadi di tempat tidur.

"Lalu aku harus bagaimana kak? Dokter yang lebih tahu kondisi fisikku dan benar apa yang dikatannya sesuai dengan gejala yang aku rasakan saat ini."

"Walau begitu kenapa harus dengan aku menikah lagi sayang, bisakah kita fokus saja pada pengobatan mu, kita berjuang bersama heum..." Mizan berusaha untuk membujuk sang istri untuk tidak lagi menyuruhnya menikahi wanita lain di saat wanita yang sangat dia cintai saat ini sedang berjuang melawan penyakitnya.

"Apa kakak ingin melihat Zahra bahagia?"

"Tentu aku ingin melihatmu selalu bahagia sayang, jadi ayo kita berjuang bersama - sama." sahut Mizan masih berjuang menbujuk sang istri agar tidak lagi mendesaknya untuk menikah lagi.

"Tapi saat ini yang membuat Zahra bahagia adalah kakak dapat menikahi Mira." ucap Zahra tetap pada pendiriannya.

mendengar hal itu Mizan tidak dapat membendung rasa kesal dan amarahnya terhadap sang istri.

"Baik, bila itu yang kamu mau, silahkan kau dan ibu atur semuanya, jangan salahkan aku bila terjadi sesuatu dengan pernikahan kita." ucap Mizan lalu keluar dari kamarnya.

Setelah Mizan keluar dari kamar dengan amarah yang berapi - api. Kini Zahra sedang menangis merasa nelangsa dengan kisah hidupnya. dia terus berdoa dan memohon agar bisa merubah nasibnya dan terus berdoa agar kehidupannya bisa membaik, meski dia tidak tahu hal itu terjadi kapan.

Namun dia percaya tuhannya tidak tidur dan kelak akan ada waktu yang indah menemani perjalanan hidupnya.

Terdapat sebuah bingkai foto Nampak di genggamannya, dia elus bingkai foto tersebut dengan penuh kelembutan. Tanpa sadar air matanya yang sudah berada di ujung pelupuk mata tidak bisa membendungnya lagi saking sudah banyaknya cairan bening di kedua matanya.

Dia pun masih terus menahan isak tangisnya seraya terus menatap sebuah bingkai foto dirinya bersama seorang pria yang merupakan salah satu sosok yang paling berharga baginya. Disentuhnya dengan lembut seolah foto itu adalah benda yang sangat sanagt begitu rapuh bila kamu menyentuhnya terlalu kuat.

Zahra berharap ini adalah keputusan yang tepat untuk dirinya dan Mizan bagaimana pun dia tidak ingin sang suami terus berlarut bila skenario yang di sampaikan sang Dokter mengenai kondisinya saat ini.

Berharap dengan menikahkan dengan wanita lain kehidupannya tidak akan seterpuruk dugaannya karena ada yang mendampingi dan mencintainya lebih.

*****

Di sebuah gedung nampak suasana sangat ramai sekali dengan lalu lalang orang-orang yang sedang menghadiri sebuah acara pesta pernikahan yang cukup meriah.

"Mizan, sedang apa kau disini?" tanya seorang pria yang sudah berumur, namun masih penuh dengan Kharisma yang terpancar dari wajahnya yang masih terlihat muda dan fresh.

Disisi lain pria yang ditanyai sedang Nampak termenung di luar ruangan, padahal semua orang sudah sangat menanti kehadirannya di dalam.

"Ya ampun ayah bikin kaget saja, ada apa?" Mizan mengatur nafasnya karena terlalu terkejut dengan kehadiran sang ayah yang menurutnya datang dan menyapanya secara tiba-tiba.

Hari ini merupakan hari dimana sebenarnya mizan sangat membencinya. membahagiakan bagi istri dan ibunya namun tidak bagi dirinya. Karena sebentar lagi Mizan akan mengucapkan ijab qabul di dalam ruangan tersebut.

Dimana iya akan melakukan ijab qabul untuk ke dua kalinya.

Entah apa yang sedang dipikirkan Mizan sehingga hanya berdiam diri di depan pintu, mungkin saja dia sedang merasa gugup atau memikirkan hal yang lain, entahlah hanya dia dan Tuhan yang tahu apa yang sedang dipikirkannya saat ini.

“Apa kau sedang gugup Mizan? Atau ada sesuatu yang sedang terjadi?” tanya sang ayah yang melihat putranya manpak melamun.

“Tidak ada apa-apa ayah, Mizan hanya sedang menenangkan diri karena gugup.” Ucap Mizan terkekeh.

"Ahh... Ayah kira ada sesuatu yang terjadi makanya kamu begitu lama di luar, lagian kenapa harus gugup. ini kan bukan yang pertama bagimu Mizan," sang ayah merasa lega setelah mendengar jawaban putranya tersebut.

"Apa kau memikirkan Zahra? apa kamu masih belum menerima ini semua?.”

"Jelas aku memikirkan dia ayah, aku sampai saat ini tidak mengerti bagaimana pikirannya saat ini."

"sudahlah bukannya kau melakukan ini juga demi Zahra bukan?"

“Iya mau bagaimana lagi yah.” Mizan hanya bisa menghelan nafas tidak percaya bahwa hari ini dia akan menikahi wanita lain.

"Ayah berpesan bagaimana pun setelah pernikahan ini kau harus bersikap adil juga terhadap Mira! bagaimana pun nanti dia juga adalah istrimu."

"Iya ayah Mizan akan berusaha mungkin membutuhkan waktu, ayah tahu alasannya seperti apa." sahut Mizan.

"Iya sudah sekarang tarik nafas dalam-dalam setelah tenang, jangan lupa baca bismillah. ayo buruan kita masuk ke dalam jangan sampai membuat semua orang menunggumu lebih lama lagi."

"Baik ayah ayo kita masuk sekarang." Mizan tersenyum, lalu mempersilahkan ayahnya masuk terlebih dahulu.

Setelah mereka masuk dan memastikan semua sudah siap ijab qabul pun segera dilaksanakan.

Pelaksanaan ijab qabul pun berjalan dengan lancar tanpa adanya gangguan yang berarti dan suasana yang khidmat mengiringi upacara resepsi pernikahan Mizan dan Mira.

Dan para tamu undangan yang silih berganti memberikan ucapan selamat, lalu mendoakan kedua pengantin itu agar selalu bahagia.

"Selamat atas pernikahan kalian iya semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah dan warrahmah.” ucap Zahra memeluk Mira dengan hangat.

"Terima kasih mbak, semoga kita selalu rukun dan berhubungan baik ke depannya." sahut Mira di sela pelukannya.

"Itu sudah pasti." Zahra melepasman pelukannya dan tersenyum ke arah Mira, lalu kini beralih ke sang suami.

"Kak terima kasih sudah menerima permintaan Zahra semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah dan warrahmah iya kak." ucap Zahra tersenyum lalu meraih tangan sang suami.

"Iya semoga setelah ini semua akan membaik, doakan kakak semoga bisa tetap adil kedepannya."

"Iya kak itu sudah pasti iya sudah aku turun dulu iya." ucap Zahra yang sedang di atas pelaminan tersebut.

“Ibu terima kasih iya sudah merestui untuk menikah dengan Mizan.” ucap Mira memeluk wanita yang kini menjadi mertuanya.

“Sama-sama sayang. ibu doakan kalian bahagia, sehat selalu, dan selalu dilimpahkan rahmat dalam kehidupan keluarga kecil kalian berdua.” ucap Alesha lalu melepas pelukannya dan beralih kepada sang putrq.

“Selamat iya Mizan, ibu doakan kalian menjadi keluarga yang sakinah mawaddah dan warrahmah, ibu selalu mendoakan yang terbaik untukmu nak, ibu juga berpesan setelah ini kamu bisa bersikap adil dan tidak melukai perasaan salah satu di antara istrimu." pesan sang ibu.

Kini sang ibu pun kembali ke tenpatnya berada di samping untuk menerima tamu.

“Terima kasih ibu sudah merestui Zahra untuk melakukan ini.” Zahra pun meninggalkan tempat resepsi itu dan pergi menuju kamar hotel iya sudah di pesan sebelumnya.

“Ibu percaya sama denganmu Zahra, kamu melakukannya demi putra ibu. ibu berharap kamu selalu bahagia dan segera sembuh dari penyakitmu." ucap Alesha dalam hati yang melihat menantunya pergi meninggalkan ruang resepsi.

.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status