Wilayah Kaisar Naga Sejati
Lisa melayang di atas hutan yang begitu lebat nan luas, di depannya ada seorang gadis yang juga melayang. Gadis dengan rambut yang disanggul berwarna emas berkilau, menampakkan lehernya dengan rambut tipis. Kulitnya begitu putih bersih, dengan bibir tipis merah muda dan pupil mata yang sama dengan warna rambutnya. Dada dan panggulnya bulat berisi, dengan pinggul kecil dan kaki jenjang. Bisa dikatakan bahwa tubuhnya sangatlah ideal.
"Mendistorsi ruang waktu yang menggagalkan teleportasiku, seharusnya ada satu orang yang bisa melakukannya di dunia fana ini," ujar Lisa sambil melepaskan topengnya perlahan-lahan, menunjukkan wajahnya yang tidak kalah cantik.
"Kekuatanmu turun sejauh ini, apa masih berani mendatangi mereka?" Gadis berambut emas perlahan-lahan mendekati Lisa.
"Apa ingin memberiku kekuatan, kak Viona?" Lisa tersenyum lebar sambil terus menatapnya.
Gadis bernama Viona itu kemudian menjentikkan jarinya, membuat penghalang yang mengelilingi mereka.
Set Blushhh!!
Tiba-tiba Viona meletakkan jari telunjuknya pada kening Lisa, lalu seketika muncul hentakan energi yang sangat kuat. Energi berwarna keemasan yang mengalir seperti air, menyebar dari tubuhnya dan berkumpul ke dalam tubuh Lisa.
Krekk..
Penghalang yang ia buat mulai retak, tak mampu menampung energi yang begitu besar di dalamnya.
…
Akara merasa lemas, telinganya berdenging dan mulai membuka matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah seorang gadis kecil, yang umurnya lebih muda darinya. Gadis itu sedang berdiri di samping ranjang, tempatnya sedang tidur. Ruangan di sekitar juga terasa sangat asing baginya, ruangan yang cukup besar dan cukup modern dibandingkan kamarnya yang berdinding kayu.
Melihat Akara bangun, gadis itu malah terlihat panik dan belari ke belakang kursi. Digunakannya kursi itu untuk bersembunyi, dengan sesekali mengintip ke arah Akara.
"Halo?" sapa Akara sembari melambaikan tangannya.
"Kamu siapa? Ini di mana?" lanjutnya.
"Alice," ujarnya dengan pelan, dan saat ingin melanjutkan ucapannya, Akara malah memotongnya.
"Alis? Kenapa dengan alisku?" Bocah laki-laki itu malah memeriksa alisnya, dari kiri dan kanan.
"Bukan!" seru Alice sambil keluar dari persembunyiannya, lalu kembali bersembunyi saat Akara melihat ke arahnya.
"Namaku Alice," lanjutnya dengan suara pelan sambil sedikit mengintip.
"Alice? Hehe maaf, aku kira alis. Heh, alis!?" Akara teringat kembali saat Lisa memperkenalkan diri, saat itu ia mengucapkan namanya sambil menujuk ke arah alisnya.
"Kak Akara, tidak apa-apa?" Alice keluar lagi dari persembunyiannya, mendekati kakaknya yang terlihat kebingungan.
"Tidak apa-apa," jawabnya sambil menyingkapkan selimut, lalu menyadari sesuatu.
"Bagaimana bisa tau namaku!?" serunya sambil menurunkan kedua kakinya dari ranjang, namun masih duduk.
"Alice itu adikmu," jawab mamanya Akara sambil membuka pintu kamar, lalu masuk bersama dengan 3 wanita cantik lainnya.
"Kapan mama melahirkan lagi?" Akara kebingungan sambil memandangi adiknya, namun Alice langsung berlari menuju salah satu wanita yang baru saja masuk ruangan. Wanita yang sangat cantik, namun bertubuh mungil dengan tinggi hanya 150cm.
"Mama, mereka siapa?" ujarnya lagi saat melihat mamanya tertawa mendengar pertanyaan sebelumnya.
"Ini mama Serin, mamanya Alice," jawab mamanya sambil menunjuk ke arah Alice dan mama serin.
"Lalu ini mama Violet," lanjutnya mengenalkan wanita cantik yang sedikit lebih tinggi darinya, dengan tinggi 172cm.
"Tuan Akara," ujar Wanita yang begitu cantik nan anggun, dengan sorot mata yang tajam, namun juga terlihat teduh dan sayu. Gaunnya yang bernuansa hitam dan ungu sangatlah cocok dengan namanya dan juga warna pupil mata serta rambutnya.
"Dan ini mama Lia." Mama Rani memperkenalkan wanita terakhir.
"Hallo Akara!" seru mama Lia dengan suara ceria dan begitu bersahabat. Wanita yang tidak kalah cantik dengan ketiganya, juga terlihat riang dan ceria seperti mama Rani, namun memancarkan aura keibuan yang begitu teduh.
"Hallo," jawab Akara sambil mengangkat tangannya dengan ragu-ragu.
"Lalu siapa nama mama?" ujar Akara kepada mamanya sendiri.
"Ahh? Hahaha mama Rani," jawabnya dengan begitu malu karena anaknya sendiri belum mengetahui namanya.
"Begitulah Rani," ujar mama Serin, sambil geleng-geleng kepala heran.
"Ya, mau bagaimana lagi." Mama Lia juga ikut-ikutan heran.
"Ahahaha, maafkan. Oh iya Akara, mereka juga seperti mama, istrinya ayahmu." Mama Rani malah dengan begitu riang memperkenalkan para istri suaminya.
"Orang tua itu menikah lagi saat meninggalkan kita!?" Akara kini kesal, bahkan memanggil ayahnya dengan sebutan orang tua.
"Hahaha bukan bukan, ayahmu menikahi kami berempat sudah dari dulu," jawab mama Rani, kemudian keempat wanita itu malah tertawa.
Saat Akara ingin berdiri, tiba-tiba ia terhuyung lagi, membuat keempat mamanya secara bersamaan membungkuk, mengulurkan tangan untuk menahan tubuhnya.
"Berbaring dulu, kamu sudah pingsan selama dua minggu lebih," ujar mama Lia sambil mengangkat selimut dari kasurnya, lalu menyelimuti tubuh bocah itu begitu ia ditidurkan oleh mama Rani.
"Aku ambilkan makanan ya?" Mama Lia kini bergegas keluar kamar begitu selesai menyelimuti Akara.
Melihat keakuran keempat wanita itu, Akara begitu kebingungan.
"Kenapa Akara? Memangnya kenapa kalau kami berempat akur?" ujar mama Serin, mamanya Alice sambil tertawa kecil. Padahal Akara tidak berbicara sedikitpun.
"Tidak, bukan begitu." Akara kebingungan ingin menjawab apa.
"Hehehe, ehh, ada apa cantik?" ujar Mama Serin begitu melihat anaknya yang sedang khawatir menatap kakaknya.
"Mama, kak Akara tidak apa-apa?" ujar Alice dengan begitu imutnya, ia belum berani bertanya langsung kepada Akara.
"Tanya saja kepada kakakmu." Mama Serin kini malah menggoda anak-anaknya, hingga membuat Alice bersembunyi di belakangnya.
"Tenang saja! Kakakmu ini calon master bela diri terkuat, jadi tentu saja kuat!" seru Akara dengan penuh semangat, padahal beberapa saat yang lalu hampir tersungkur karena lemas.
"Beneran kak!?" seru adiknya sambil keluar dari persembunyiannya dan kini berani mendekatinya.
"Tentu!" seru Akara lagi sambil mengacungkan jempolnya ke arah dirinya sendiri.
"Ehh, ada apa?" Mama Lia masuk ke kamar sambil membawa nampan berisi makanan yang terlihat mengebul karena masih hangat.
"Si cantik sudah berani mendekati kakaknya ternyata," lanjut mama Lia membuat Alice bersembunyi kembali di belakang mamanya.
Mereka kemudian menertawakan kelakuan Alice, namun tidak dengan mama Violet. Ia selama ini hanya diam saja, namun sekarang berjalan perlahan mendekati mama Lia dan meraih nampannya. Dibawanya nampan tadi menuju tempat tidur dan duduk di tepi ranjang. Disendokkan bubur yang masih hangat, lalu ditiup agar lebih dingin sebelum menyuapi Akara.
"Buka mulutnya tuan," ujarnya saat menyuapi anaknya.
"Aku Akara!" serunya karena tidak nyaman dipanggil tuan.
"Tuan Akara aaa." Mama Violet tetap menyuapinya dan tetap memanggilnya tuan.
Akara hanya pasrah dan mulai membuka mulutnya, menerima suapan dari mama tirinya.
…
Hari selanjutnya, Alice pagi-pagi sekali sudah berada di kamar kakaknya, ia ragu-ragu saat ingin membangunkan kakaknya. Saat ingin menyentuh pundaknya, ia urungkan, lalu malah menengok ke kanan dan kiri.
Setelah itu ia melihat vas bunga, langsung didekatinya dan diambilnya, lalu ingin dijatuhkan. Lagi-lagi ia urungkan hal itu dan dikembalikan vas bunga tadi ke tempat semula. Kemudian pandangannya tertuju pada sepasang pedang kayu milik kakaknya yang ditaruh pada cantolan di dinding.
Segera ia dekati pedang itu,
namun saat sudah berjarak sekitar 1 meter, tiba-tiba saja kedua pedang kayu itu melesat ke arahnya dengan sangat cepat.
Alhamdulillah selesai Season 1! Terima kasih buat yang sudah mendukung Author, semoga terhibur dengan imajinasi saya. Mohon maaf bila banyak kesalahan author, baik penulisan kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca ataupun yang lainnya. Para pendukung semoga sehat selalu dan dilancarkan rezekinya, jadi dapat terus mengikuti perkembangan author dan Akara. Author akan hiatus dulu dan akan mulai kembali bulan depan, semoga diberikan kelancaran untuk semuanya. Oh iya, Author sarankan untuk membaca ulang Arc 1 (bab1-52) percayalah, ada rencana bagus yang Author siapkan untuk Akara. ******* Penguasa Dewa Naga Season 2 Takdir merenggut semua orang terkasihnya, membuat kekuatannya lepas kendali dan menciptakan lubang hitam. Dirinya terhisap ke dalam lubang hitam, lalu muncul kembali di dunia yang dipenuhi oleh api dan kekerasan. Neraka? Seperti itulah gambaran dunia ini. Dengan ingatan yang masih membekas, Akara mencari cara untuk keluar dari dunia itu. Menggunakan nama samaran
Pemuda dengan pakaian compang camping penuh luka bakar dan menenteng sepasang pedang kayu hitam, muncul di atas sebuah sungai, di belakangnya ada gua di bawah air terjun yang sudah hancur. Ia lalu melihat ke arah hilir sungai, pemukiman di pinggir bantaran sungai sudah hancur berantakan, dengan pepohonan raksasa yang ambruk dari hutan di belakangnya. Selain tubuh manusia yang berserakan, juga banyak binatang sihir raksasa yang kondisinya tidak jauh berbeda. "Tuan Agera!" teriak seseorang yang wajah dan tubuhnya penuh bekas luka, namun kali ini banyak sekali tambahan luka di tubuhnya. Ia tertatih-tatih mendekat, lalu melesat terbang mendekati pemuda itu. "Marbun Bidara! Kekaisaran Gletser Abadi!"Akara langsung menoleh ke samping, kesadarannya langsung mendeteksi ribuan mil di depan sana. Wush!... Dalam sekejap, ia sudah berada di atas gletser kutub, meninggalkan robekan ruang yang gelap di udara, seakan menggaris langit sejauh ribuan mil. Gleng!... Ia melompat turun, membuat cekung
447Walau tubuhnya masih penuh luka bakar yang mulai mengering, ia mengangkat satu tangannya ke atas. Wush!... Ketiga Auranya menyala, membuat hembusan energi dan seketika energi meluap keluar dari tubuhnya, membentuk aliran energi yang bergerak ke atas. Enegi itu membentuk lingkaran energi besar yang memiliki pola rumit layaknya di atas altar teleportasi. "Kau ingin kabur!?" Sonic Boom terbentuk di belakang Rose, sambil mengulurkan satu tangan ke depan dan segera diselimuti oleh energi merah berbentuk cakar. Akan tetapi, lingkaran teleportasi sudah sepenuhnya menyala dan Whup!... Para master Alkemis menghilang, namun ternyata Akara masih berada di sana. Cring!... Ia menangkis cakar rubah menggunakan pedang kayunya sambil tersenyum menyeringai."Sudah aku bilang, aku akan membunuhmu!"Wush!... Rose melesat menjauh bagaikan bayangan, namun Akara langsung berada di depannya. Mereka melesat hingga luka bakar di tubuh keduanya terlepas sendiri-sendiri. Akara terus mengincar lehernya, mem
Laser menembus energi pelindung dan langsung menerpa tubuhnya, cukup lama laser bersinar hingga akhirnya padam. Gelombang radiasi panas masih memenuhi angkasa lepas, lalu ada bongkahan batu yang menyala merah. Krek!... Batu itu retak dan tidak lama kemudian hancur, muncullah pemuda berjaket hitam di dalamnya. Walau tubuhnya diselimuti oleh Esensi Surgawi, namun pakaian dan tubuhnya penuh luka bakar. "Apa aku bilang!" seru Komo, namun tuannya masih terlihat santai dan meraih kedua pedangnya kembali. Akan tetapi.."Agkh!" Ia langsung memegangi dadanya dan tatapannya begitu tajam melihat ke arah gadis rubah di depannya. "Ada apa Akara!?"Ia menjawabnya sambil menahan emosi dan giginya mengatup karena sangat geram. "Kubah pelindung di kota Bhinneka telah hancur, bahkan yang menyelimuti Gua Pelindung Harapan juga hancur!"Rose lalu tertawa puas, seolah-olah dia dapat mendengar apa yang Akara katakan. "Apa kau merasakannya!? Pasukanku telah menemukan keberadaan kekasih fanamu! Para gadism
335Di angkasa lepas yang gelap dan dihiasi cahaya bintang. Bruak!... Rose kembali tertahan oleh dinding transparan dan Akara langsung berada di depannya, memukul hidungnya dengan sekuat tenaga. Dinding transparan langsung hancur dan gadis itu terlempar ke belakang. Akara ingin membuat dinding transparan lagi, namun segera ada energi kematian yang menyelimuti tubuh Rose. Gadis itu tidak lagi menabrak dinding transparan dan menembusnya. Akan tetapi, Akara tetap muncul di depannya dengan mengayunkan pedangnya. Tring tring!... Benturan pedang dan cakar rubah menciptakan percikan api, lalu mereka saling menyerang sambil terus melesat. Bugh!... Rose menendang perut Akara hingga terlempar mundur, namun pemuda itu langsung berteleport di belakangnya. Crang!... Ia mengayunkan pedangnya, ditahan oleh selendang, namun tetap membuat meluncur jauh. Ia kembali berteleport dan menendang punggungnya, hingga melenting sebelum terlempar. Gadis itu terlempar menuju planet di dekatnya, terbakar saat mem
Kubah pelindung arena bergetar hebat, membuat semua orang menoleh, termasuk para penyandera dan yang di sandera. Pria bertopeng kucing oranye sempat melirik leher penyandera, namun getaran itu tidak berlangsung lama. ...Di dalam arena, bongkahan batu tadi sudah menyala merah layaknya bara api. Sedangkan Rose diselimuti oleh selendangnya yang perlahan-lahan membuka. Ia terkekeh saat melihat sekitarnya dipenuhi asap bekas terbakar. "Kau bodoh! Membakar seluruh tempat hanya akan membunuh dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi oksigen untukmu ber..." Ia terdiam saat bongkahan batu yang melayang-layang tersibak, nampaklah pemuda berjaket hitam yang melebarkan kedua tangannya ke samping. Di ujung telapak tangannya, ada sebuah benda seperti kelereng yang bercahaya sangat terang, dengan ketiga auranya yang menyala. Aliran energi sangat lebar layaknya selendang sutra merahnya, bergerak masuk ke dalam kedua titik bercahaya. "Sudah kubilang, aku akan membunuhmu!" Akara menyeringai, namun se