Share

08. Keluarga

Wilayah Kaisar Naga Sejati

Lisa melayang di atas hutan yang begitu lebat nan luas, di depannya ada seorang gadis yang juga melayang. Gadis dengan rambut yang disanggul berwarna emas berkilau, menampakkan lehernya dengan rambut tipis. Kulitnya begitu putih bersih, dengan bibir tipis merah muda dan pupil mata yang sama dengan warna rambutnya. Dada dan panggulnya bulat berisi, dengan pinggul kecil dan kaki jenjang. Bisa dikatakan bahwa tubuhnya sangatlah ideal.

"Mendistorsi ruang waktu yang menggagalkan teleportasiku, seharusnya ada satu orang yang bisa melakukannya di dunia fana ini," ujar Lisa sambil melepaskan topengnya perlahan-lahan, menunjukkan wajahnya yang tidak kalah cantik.

"Kekuatanmu turun sejauh ini, apa masih berani mendatangi mereka?" Gadis berambut emas perlahan-lahan mendekati Lisa.

"Apa ingin memberiku kekuatan, kak Viona?" Lisa tersenyum lebar sambil terus menatapnya.

Gadis bernama Viona itu kemudian menjentikkan jarinya, membuat penghalang yang mengelilingi mereka.

Set Blushhh!!

Tiba-tiba Viona meletakkan jari telunjuknya pada kening Lisa, lalu seketika muncul hentakan energi yang sangat kuat. Energi berwarna keemasan yang mengalir seperti air, menyebar dari tubuhnya dan berkumpul ke dalam tubuh Lisa.

Krekk..

Penghalang yang ia buat mulai retak, tak mampu menampung energi yang begitu besar di dalamnya.

Akara merasa lemas, telinganya berdenging dan mulai membuka matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah seorang gadis kecil, yang umurnya lebih muda darinya. Gadis itu sedang berdiri di samping ranjang, tempatnya sedang tidur. Ruangan di sekitar juga terasa sangat asing baginya, ruangan yang cukup besar dan cukup modern dibandingkan kamarnya yang berdinding kayu.

Melihat Akara bangun, gadis itu malah terlihat panik dan belari ke belakang kursi. Digunakannya kursi itu untuk bersembunyi, dengan sesekali mengintip ke arah Akara.

"Halo?" sapa Akara sembari melambaikan tangannya.

"Kamu siapa? Ini di mana?" lanjutnya.

"Alice," ujarnya dengan pelan, dan saat ingin melanjutkan ucapannya, Akara malah memotongnya.

"Alis? Kenapa dengan alisku?" Bocah laki-laki itu malah memeriksa alisnya, dari kiri dan kanan.

"Bukan!" seru Alice sambil keluar dari persembunyiannya, lalu kembali bersembunyi saat Akara melihat ke arahnya.

"Namaku Alice," lanjutnya dengan suara pelan sambil sedikit mengintip.

"Alice? Hehe maaf, aku kira alis. Heh, alis!?" Akara teringat kembali saat Lisa memperkenalkan diri, saat itu ia mengucapkan namanya sambil menujuk ke arah alisnya.

"Kak Akara, tidak apa-apa?" Alice keluar lagi dari persembunyiannya, mendekati kakaknya yang terlihat kebingungan.

"Tidak apa-apa," jawabnya sambil menyingkapkan selimut, lalu menyadari sesuatu.

"Bagaimana bisa tau namaku!?" serunya sambil menurunkan kedua kakinya dari ranjang, namun masih duduk.

"Alice itu adikmu," jawab mamanya Akara sambil membuka pintu kamar, lalu masuk bersama dengan 3 wanita cantik lainnya.

"Kapan mama melahirkan lagi?" Akara kebingungan sambil memandangi adiknya, namun Alice langsung berlari menuju salah satu wanita yang baru saja masuk ruangan. Wanita yang sangat cantik, namun bertubuh mungil dengan tinggi hanya 150cm.

"Mama, mereka siapa?" ujarnya lagi saat melihat mamanya tertawa mendengar pertanyaan sebelumnya.

"Ini mama Serin, mamanya Alice," jawab mamanya sambil menunjuk ke arah Alice dan mama serin.

"Lalu ini mama Violet," lanjutnya mengenalkan wanita cantik yang sedikit lebih tinggi darinya, dengan tinggi 172cm.

"Tuan Akara," ujar Wanita yang begitu cantik nan anggun, dengan sorot mata yang tajam, namun juga terlihat teduh dan sayu. Gaunnya yang bernuansa hitam dan ungu sangatlah cocok dengan namanya dan juga warna pupil mata serta rambutnya.

"Dan ini mama Lia." Mama Rani memperkenalkan wanita terakhir.

"Hallo Akara!" seru mama Lia dengan suara ceria dan begitu bersahabat. Wanita yang tidak kalah cantik dengan ketiganya, juga terlihat riang dan ceria seperti mama Rani, namun memancarkan aura keibuan yang begitu teduh.

"Hallo," jawab Akara sambil mengangkat tangannya dengan ragu-ragu.

"Lalu siapa nama mama?" ujar Akara kepada mamanya sendiri.

"Ahh? Hahaha mama Rani," jawabnya dengan begitu malu karena anaknya sendiri belum mengetahui namanya.

"Begitulah Rani," ujar mama Serin, sambil geleng-geleng kepala heran.

"Ya, mau bagaimana lagi." Mama Lia juga ikut-ikutan heran.

"Ahahaha, maafkan. Oh iya Akara, mereka juga seperti mama, istrinya ayahmu." Mama Rani malah dengan begitu riang memperkenalkan para istri suaminya.

"Orang tua itu menikah lagi saat meninggalkan kita!?" Akara kini kesal, bahkan memanggil ayahnya dengan sebutan orang tua.

"Hahaha bukan bukan, ayahmu menikahi kami berempat sudah dari dulu," jawab mama Rani, kemudian keempat wanita itu malah tertawa.

Saat Akara ingin berdiri, tiba-tiba ia terhuyung lagi, membuat keempat mamanya secara bersamaan membungkuk, mengulurkan tangan untuk menahan tubuhnya.

"Berbaring dulu, kamu sudah pingsan selama dua minggu lebih," ujar mama Lia sambil mengangkat selimut dari kasurnya, lalu menyelimuti tubuh bocah itu begitu ia ditidurkan oleh mama Rani.

"Aku ambilkan makanan ya?" Mama Lia kini bergegas keluar kamar begitu selesai menyelimuti Akara.

Melihat keakuran keempat wanita itu, Akara begitu kebingungan.

"Kenapa Akara? Memangnya kenapa kalau kami berempat akur?" ujar mama Serin, mamanya Alice sambil tertawa kecil. Padahal Akara tidak berbicara sedikitpun.

"Tidak, bukan begitu." Akara kebingungan ingin menjawab apa.

"Hehehe, ehh, ada apa cantik?" ujar Mama Serin begitu melihat anaknya yang sedang khawatir menatap kakaknya.

"Mama, kak Akara tidak apa-apa?" ujar Alice dengan begitu imutnya, ia belum berani bertanya langsung kepada Akara.

"Tanya saja kepada kakakmu." Mama Serin kini malah menggoda anak-anaknya, hingga membuat Alice bersembunyi di belakangnya.

"Tenang saja! Kakakmu ini calon master bela diri terkuat, jadi tentu saja kuat!" seru Akara dengan penuh semangat, padahal beberapa saat yang lalu hampir tersungkur karena lemas.

"Beneran kak!?" seru adiknya sambil keluar dari persembunyiannya dan kini berani mendekatinya.

"Tentu!" seru Akara lagi sambil mengacungkan jempolnya ke arah dirinya sendiri.

"Ehh, ada apa?" Mama Lia masuk ke kamar sambil membawa nampan berisi makanan yang terlihat mengebul karena masih hangat.

"Si cantik sudah berani mendekati kakaknya ternyata," lanjut mama Lia membuat Alice bersembunyi kembali di belakang mamanya.

Mereka kemudian menertawakan kelakuan Alice, namun tidak dengan mama Violet. Ia selama ini hanya diam saja, namun sekarang berjalan perlahan mendekati mama Lia dan meraih nampannya. Dibawanya nampan tadi menuju tempat tidur dan duduk di tepi ranjang. Disendokkan bubur yang masih hangat, lalu ditiup agar lebih dingin sebelum menyuapi Akara.

"Buka mulutnya tuan," ujarnya saat menyuapi anaknya.

"Aku Akara!" serunya karena tidak nyaman dipanggil tuan.

"Tuan Akara aaa." Mama Violet tetap menyuapinya dan tetap memanggilnya tuan.

Akara hanya pasrah dan mulai membuka mulutnya, menerima suapan dari mama tirinya.

Hari selanjutnya, Alice pagi-pagi sekali sudah berada di kamar kakaknya, ia ragu-ragu saat ingin membangunkan kakaknya. Saat ingin menyentuh pundaknya, ia urungkan, lalu malah menengok ke kanan dan kiri.

Setelah itu ia melihat vas bunga, langsung didekatinya dan diambilnya, lalu ingin dijatuhkan. Lagi-lagi ia urungkan hal itu dan dikembalikan vas bunga tadi ke tempat semula. Kemudian pandangannya tertuju pada sepasang pedang kayu milik kakaknya yang ditaruh pada cantolan di dinding. 

Segera ia dekati pedang itu,

namun saat sudah berjarak sekitar 1 meter, tiba-tiba saja kedua pedang kayu itu melesat ke arahnya dengan sangat cepat.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Aldho Alfina
Done, aku revisi
goodnovel comment avatar
ANAS PRASTOWO
ini kayaknya penulis lg frustasi, g punya ide mkanya diulang lagi, dikira kaya film
goodnovel comment avatar
Asri Beleng
bagi pembaca pemula. novel in gk sah diteruskan baca. cerita ny banyak di ulang².
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status