Damian meluangkan waktunya hari ini untuk datang ke Genius Groups atas permintaan Pascal yang menginginkan dirinya hadir. Malam ini, akan ada pesta perpisahan resmi Damian yang akan melanjutkan pekerjaannya sebagai dewan direksi di Harold Times. Hadir juga para petinggi Genius Groups yang sering ditemui oleh Damian. Mereka terlihat kehilangan sosok pria tampan itu karena telah lebih dari lima tahun dipimpin olehnya. Saat Damian masuk ke dalam ruang pertemuan, dirinya telah disambut meriah oleh para karyawan lamanya. Ada Darren dan Marco yang turut hadir sesuai undangan dari Pascal. Mata Damian dan Marco bertemu. Marco sempat ketakutan dan akhirnya berhasil menghindari tatapan mata elang itu. "Semuanya, kita kedatangan tuan Damian Easton yang kini sibuk di tempat barunya. Kita ucapkan selamat datang pada tuan Damian," sambut Pascal dengan wajah cerianya. Damian berdiri mengucapkan salam sejenak lalu kembali duduk. "Acara hari ini adalah acara pelepasan tuan Damian ke tempat barunya
Damian mengangkat ujung bibirnya hingga membuat lengkungan tinggi. Senyum mengejek setelah mendengar rekaman suara yang baru saja diperdengarkan oleh Ken padanya. Tiba-tiba ia mendorong kursi lalu menaikkan salah satu kakinya. "Menurutmu, itu projek apa?" tanya Damian pada Ken. "Apa saja yang sedang dikerjakan oleh Pascal?" "Menurut informasi dari sekretaris beliau, saat ini tuan Pascal belum mengerjakan projek baru. Beliau masih melanjutkan semua projek lama peninggalan tuan Damian," jawab Ken yang dibalas anggukan oleh Damian. "Pasti setelah ini Rose akan menghubungi Pascal. Dia akan menggunakan nama kakaknya untuk menjeratnya lalu menjebak perusahaanku." Damian berdiri dari kursinya. Wajahnya sangat lelah. Saat melirik arloji di tangannya, ia terkejut. Rupanya, hari sudah hampir malam. "Apakah nyonya telah tiba di rumah?" tanya Damian sambil berjalan merapikan mejanya. Ia tengah bersiap-siap untuk pulang. "Sudah. Tuan akan pulang?" "Uhm. Kau antar aku pulang, lalu kau boleh
Henry masuk ke tempat yang ditunjukkan Rose dalam pesan singkatnya di ponsel. Sebuah kamar pribadi dengan tingkat keamanan yang cukup tinggi. Ruang yang dipesan oleh Rose adalah ruangan kedap suara terbaik di seluruh tempat di Amberfest. Untuk pertemuan bisnis yang cukup rahasia, tempat itu mulai dipertimbangkan oleh Henry kelak jika ingin bertemu dengan seseorang. "Kau sudah lama menunggu?" Henry masuk lalu menutup pintu ruangan khusus itu. Rose yang telah sampai lebih dulu, duduk menyilangkan kaki sambil memanggang daging di atas tungku arang. "Duduklah dulu, Henry. Hari ini kita akan membicarakan tentang sesuatu yang menarik." Rose mengangkat gelas kecil berisi minuman berwarna putih kehijauan. Henry pun sama. Keduanya menenggak minuman itu hingga tandas. "Aku ingin tahu apa yang ingin kau bicarakan. Apa ini tentang rencana kita untuk..." "Kau mengenal Pascal? Salah satu sepupu jauh Damian yang masih berada di pohon keluarga Easton," tanya Rose yang membuat Henry mengerutkan da
Carol mengerutkan dahinya. Sekilas tatapannya mengarah pada satu sosok pria yang sedang duduk di depan sebuah kafe dalam gedung kantor. Sosok itu sekilas mirip mantan suaminya jika melihat dari bentuk punggungnya. Carol menaikkan bahunya menganggap tak pernah melihat sosok itu lalu kembali berjalan lurus menuju lift khusus. Saat ia berjalan, sosok itu menoleh. Tepat pada langkah ketiga, Carol ikut menoleh dan kedua mata mereka pun beradu pandang. Namun dalam hitungan dua detik, Carol membalikkan pandangannya tak ingin menatap Henry yang kini terus memandanginya. 'Aku membencinya.' Sesampainya di lantai atas, suasana hati Carol sangatlah buruk. Matanya masih terngiang-ngiang wajah menyebalkan yang dulu pernah hadir di hidupnya. Entah mengapa tiba-tiba saja trauma menyakitkan itu datang lagi menyerbu kepalanya. Tubuh Carol mulai limbung. Kepalanya pusing hingga membuatnya ingin pingsan. Beruntung dia pengawal yang berada di sampingnya dengan cepat memegangi tubuh bagian belakangnya
Mata kelam Henry menatap tajam ke arah ruangan kaca yang terletak pada ujung lorong dekat pintu masuk. Lorong yang paling ditakutin oleh para pekerja terutama para manajer dan pemimpin divisi. Ruangan itu milik tuan Dustin lima tahun lalu, sekarang disulap menjadi milik Damian. Tatapan tajam itu menyiratkan sebuah kebencian dan dendam yang mendalam pada sosok yang tengah duduk menyandarkan kepalanya di kursi kebesarannya. Terlihat anggun dan kharismatik tapi juga terselip kesan membunuh di setiap tatapannya. Henry berhenti sejenak lalu menghela napas kesalnya. Kebodohan macam apa yang membuatnya terpuruk hingga harus kehilangan kesempatan mendapatkan kursi panas yang kini ditempati oleh Damian. Damian diam-diam melirik dari ujung matanya lalu tersenyum sadis. Henry yang tak menyadarinya segera beranjak dari tempatnya berdiri menuju ruangannya yang letaknya tak terlalu jauh dari ruangan Damian. Hari ini, ia hanya sebentar saja datang ke Harold Times. Ada sesuatu yang harus diurusny
Hari pertama Damian bekerja penuh di Harold Times hanya membahas mengenai perkembangan projek yang tengah dihadapi oleh kantor berita terbesar di Amberfest. Hanya projek biasa dan itu telah membuat Damian bosan. Sebelumnya, ia sering membahas berbagai projek besar yang sangat sulit. Ia berpikir, tak ada tantangan baginya di sini. "Bagaimana jika kalian memikirkan kembali tentang program talk show yang pernah berjalan lima tahun lalu. Aku pernah melihat program itu cukup banyak menarik audiens. Entah mengapa program itu berhenti tiba-tiba." tatapan mata Damian begitu dingin menyapu ke seluruh ruangan pertemuan di lantai sepuluh. Ada aura mencekam setiap kali Damian berbicara dengan tegas. Para manajer dan pemegang program acara yang duduk di dalam ruangan saling melirik satu sama lain. Mereka berbisik pelan lalu menunduk menuliskan sesuatu di komputer kerjanya. "Saya ingin proposal acara itu. Tuan Erik, ada tambahan? Sebenarnya, tidak seharusnya hari ini saya berada di sini. Namun t