“Kamu baik-baik saja, Kak?”
Emily bertanya cemas pada Aleeta. Ia akui, sejak tadi ia memang terus memerhatikan gerak-gerik kakar iparnya tersebut yang terlihat sedikit berbeda. Aleeta terlihat tidak fokus, sering melamun, dan memasang raut wajah sedih seharian ini.“Ya.” Aleeta berusaha memberikan sebuah senyuman dari wajahnya yang terlihat pucat.“Kalau kamu sakit, lebih baik istirahat di rumah saja tadi, kak. Nggak usah memaksakan diri untuk berangkat.” “Nggak, Emily. Ini hanya efek datang bulanku saja. Percayalah, aku nggak apa-apa.” Aleeta berujar seraya mengecek gambar yang di berikan oleh Emily. “Lagipula pekerjaan kita sangat banyak hari ini. Jadi, kamu pasti akan membutuhkan bantuanku.”Emily diam sejenak. Ia sudah menduga hal ini sejak pagi tadi. Tapi ia masih ragu untuk menanyakannya. “Kak Aleeta ...,” kakak iparnya itu langsung menoleh ke arahnya. “Apa kamu bertengkar dengan kak Nicholas?”Aleeta langsungLukas yang baru saja sampai di apartemennya segera membuka pintu, dan melangkah masuk ke dalam kamar. Pria itu dengan cepat melepas jas, dasi, kemeja dan juga sepatunya lalu merebahkan dirinya ke atas ranjang tempat tidur. Ia berbaring tanpa mengenakan atasan, meletakkan kedua tangannya di bawah kepala dan menatap langit-langit kamarnya dalam diam.Sejak tadi Lukas tak bisa berhenti memikirkan tentang kejadian yang baru terjadi siang tadi. Tepatnya setelah ia selesai makan siang bersama Aleeta.Lukas sadar betul, bahwa sejak ia dan Aleeta keluar dari butik Emily, sudah ada orang yang mengawasi mereka. Lukas menghela napas, mengingat kejadian yang terjadi siang tadi. “Kamu ingin makan di mana kali ini?” Lukas bertanya saat ia dan Aleeta keluar butik.Aleeta tampak berpikir sejenak. “Yang dekat saja, Luke. Bagaimana kalau Cafe yang ada di ujung jalan sana? Aku dan Emily pernah makan di sana, dan rasanya lumayan enak.”“Baiklah. A
Saat Nicholas keluar ruangan, berjalan melewati meja sekretarisnya tiba-tiba langkahnya terhenti. Ia menoleh menatap Ella yang juga langsung balik menatapnya dengan tatapan bertanya.Nicholas menaikkan sebelah alisnya, sedangkan Ella dengan cepat langsung berdiri. Membungkuk hormat ke arah Nicholas.“A-apa ada yang bisa saya bantu, Tuan?” Ella bertanya gugup.Perasaan Ella tidak melakukan kesalahan apapun hari ini. Tapi kenapa atasannya menatapnya seperti itu? Membuat jantung Ella berdegup takut saja.“Aku ingin meminta pendapatmu,” ujar Nicholas.“P-pendapat?” Ella mengernyitkan dahi. “Pendapat soal apa, Tuan?”Nicholas diam sejenak. Ia tampak ragu menanyakan hal ini kepada Ella. Tapi Nicholas yakin, setidaknya mungkin jawaban Ella akan terdengar jauh lebih baik dari pada saat ia meminta pendapat kepada Lukas waktu itu.“Menurutmu mana yang lebih bagus untuk di berikan sebagai hadiah, bunga atau uang?” Tan
“Luke, jangan menertawakanku.” Aleeta berdecak sebal saat sejak tadi Lukas tak berhenti-hentinya tertawa, ketika ia menceritakan apa yang ia alami saat pertama kalinya datang ke kantor Nicholas. Saat ia di usir dan di tarik-tarik oleh sekuriti kantor Nicholas. Belum lagi saat ia menjadi bahan tontonan orang-orang yang ada di lobi kantor tadi.Hari ini Lukas memang sengaja datang ke butik adiknya lagi untuk mengajak Aleeta makan siang bersama. Dan kali ini Emily memilih mengalah, membiarkan kedua kakaknya itu pergi makan siang berdua lagi tanpa dirinya. Meski sejujurnya tadi Emily juga sempat merajuk.Sebuah Cafe yang berada tidak jauh dari butik Emily menjadi tujuan tempat makan siang Lukas dan Aleeta. Mereka bahkan memilih untuk berjalan kaki untuk datang ke Cafe yang hanya berjarak beberapa meter dari butik Emily tersebut.“Bagaimana aku nggak tertawa? Itu benar-benar lucu, Aleeta,” sahut Lukas masih memegangi perutnya yang mulai kram k
Ella masih terdiam seraya mengamati layar ponselnya. Ia bingung. Antara harus mengangkat panggilan atau tidak. Tapi jika Ella tidak mengangkatnya. Ia yakin sekali kalau Nicholas pasti akan memarahinya nanti.Lagi-lagi Ella hanya bisa mendesah dalam hati. Ia kemudian melirik Aleeta yang masih terlihat diam di tempatnya. Rasanya tidak enak juga kalau Ella membiarkan ponselnya terus berbunyi. Sementara di hadapannya sedang ada istri dari atasannya yang kini tengah memanggilnya.“Sebelumnya maaf, Nyonya. Saya izin untuk mengangkat panggilan terlebih dahulu,” ucap Ella sopan, sedangkan Aleeta langsung mengangguk.“Halo—““Bilang pada istriku kalau dia ingin pulang, biar di antar oleh sopirku saja.”“B-baik, Tu ...,” Ella segera menjauhkan ponsel dari telinganya. Kebiasaan atasannya itu memang tidak pernah berubah. Selalu saja mematikan panggilan bahkan di saat dirinya belum selesai berbicara. Ella hanya bisa mengurut dada
“Aku membawakan sarapan untukmu.”Aleeta masih tersenyum manis kepada Nicholas. Meski suaminya itu hanya terus memasang ekspresi datar.“Aku sudah membuat semur daging ini khusus untukmu. Jadi kamu harus memakannya,” imbuh Aleeta sembari mulai membuka tas bekal makanannya.Nicholas hanya menaikkan sebelah alisnya. Ia lalu berdiri menuju dinding kaca ruangannya. Menatap gedung tinggi yang ada di sekitar gedung miliknya. Tapi begitu ia menolehkan kepalanya kembali untuk menatap Aleeta. Nicholas terkesiap.Pasalnya Aleeta yang sedang menunduk sambil menata makanan di atas meja itu membuat kerah dress yang di kenakannya terbuka. Menampilkan sedikit belahan dada yang tampak menggoda di mata Nicholas.Hanya sedikit. Nicholas hanya melihat sedikit belahan yang berbalut bra hitam yang dikenakan oleh istrinya itu. Tapi efeknya .... Nicholas segera memalingkan wajahnya dari pemandangan yang—ah, oke lupakan.Nicholas lalu bersed
Aleeta hanya bisa mengerucutkan bibirnya saat beberapa menit ia menunggu, tapi Nicholas tak kunjung juga menoleh ke arahnya. Perasaan ia sudah menyapa dengan suara yang tidak pelan. Apa Nicholas tidak mendengarnya? Atau jangan-jangan Nicholas sedang tertidur?Tidak ingin menebak-nebak. Aleeta pun akhirnya kembali memutuskan untuk memanggil Nicholas.“Nicho, apa kamu tidur?” Kali ini Aleeta memberanikan diri untuk melangkah mendekat. “Nicho ...,” Ujarnya seraya mengendap-endap mendekati meja Nicholas.“Apa?!”“Astaga!” Aleeta langsung melonjak kaget saat tiba-tiba kursi yang di duduki Nicholas itu berputar ke arahnya. “Kamu ini mengagetkanku saja,” gumam Aleeta seraya memegangi dadanya.Nicholas hanya memasang wajah datar. Menatap Aleeta yang tampaknya memang benar-benar terkejut karenanya. “Dari mana kamu tahu kalau ini adalah kantorku?” Nicholas bertanya dingin. Aleeta yang di tanya seperti itu hanya bis
Nicholas baru hendak masuk ke dalam lift, saat ia mendengar suara seseorang memanggil namanya dari arah belakang. “Selamat pagi, Tuan,” sapa Christa begitu Nicholas menoleh ke arahnya. “Ya. Ada apa?” Chista—yang merupakan salah satu staff HRD di kantor Nicholas itu segera menjawab, “Begini, Tuan. Terkait perekrutan karyawan yang Tuan minta beberapa hari yang lalu. Datanya sudah saya siapkan. Barangkali Tuan bersedia mengeceknya terlebih dahulu sebelum saya merekrut mereka.”Nicholas langsung mengangguk. Ia baru ingat kalau beberapa hari yang lalu ia memang sempat meminta departemen HRD untuk merekrut beberapa karyawan untuk mengisi kekurangan staff yang ada di divisi keuangan. Dan karena ini berhubungan dengan divisi keuangan perusahaannya, maka Nicholas memutuskan untuk ikut turun tangan dalam perekrutan tersebut guna mendapatkan karyawan yang benar-benar kompeten dalam bidang tersebut.Nicholas pun mengurungkan niat untuk m
Aleeta memegang kotak bekalnya dengan gugup. Ini pertama kali ia datang ke kantor Nicholas. “Ya Tuhan, kenapa aku tiba-tiba jadi gugup seperti ini? Apa aku pulang saja, tapi ... Aku kan sudah terlanjur sampai di sini.”Aleeta berdiri dan menatap sekeliling halaman kantor Nicholas. Gedung pencakar langit yang ada di hadapannya begitu tinggi. Aleeta bahkan sampai melongo menatapnya. Apa benar gedung ini milik keluarga suaminya? Aleeta lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. Ini bukanlah saat yang tepat untuk memikirkan hal yang lain. Saat ini ia harus berfokus pada tujuan awalnya.Aleeta lalu memberanikan diri untuk melangkah masuk ke dalam lobi. Dan saat itulah ia baru menyadari bahwa semua orang yang ada disini sekarang sedang menatap ke arahnya. Aleeta melirik pakaiannya. Dress berwarna gading yang terlihat cocok dikulitnya. Perasaan tidak ada yang aneh dengan penampilannya?“Permisi, ada yang bisa saya bantu?”Aleeta tidak sadar jika ia sudah berdiri di depan meja resepsionis kantor i
Seharusnya pagi ini berjalan berbeda dari pagi yang sebelumnya. Tapi entah kenapa bagi Aleeta semuanya tampak sama saja. Ia masih terbangun seorang diri di kamar tidurnya. Matanya menatap nyalang pada langit-langit kamar. Sepi dan sunyi. Tidak ada suara apapun di dalam kamarnya.Aleeta lalu segera beranjak turun dan masuk ke dalam kamar mandi. Melihat ada handuk basah dan juga wangi sabun yang masih tercium di kamar mandi menandakan bahwa Nicholas mungkin sudah lebih dulu bangun dan mandi. Lalu sekarang dimana suaminya itu berada?“Mary, apa kamu melihat Nicho? Dia nggak ada di kamar. Apa mungkin dia sedang berlari pagi?” Aleeta bertanya saat memasuki dapur.Mary yang tengah memasak segera menoleh ke arah Aleeta. “Tuan sudah berangkat pagi-pagi sekali ke kantor.” Aleeta mengernyit. “Kamu yakin?”“Iya, Nona. Tadi Tuan sempat berpamitan kepada saya.”Aleeta terdiam. Kenapa Nicholas tidak berpamitan juga padanya? Apa ka