Share

Pembunuh!

Penulis: SweetWater
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-06 11:09:02

“Oh, sudah sadar rupanya?”

Suara itu membuyarkan lamunan Aleeta. Ia segera menoleh dan menemukan Sonya yang sedang berdiri di dekat pintu.

“Aku kira kamu akan mati dalam kecelakaan tadi?” Lagi-lagi Sonya kembali bersuara.

Aleeta memejamkan mata sebelum kemudian ia berkata. “Ya. Jika bisa memilih aku memang lebih baik memilih untuk mati dalam kecelakaan tadi,” desisnya tajam.

Sonya memicing. “Lalu kenapa kamu tidak mati saja, heh? Dari pada membuatku repot begini. Kamu tahu berapa banyak waktuku yang terbuang hanya untuk menunggumu di sini?”

Aleeta tidak habis pikir. Ia baru saja terbangun beberapa menit yang lalu. Tapi kenapa Sonya sudah tega mengatakan hal seperti itu pada dirinya? Apa tidak ada hal lain yang bisa Ibunya katakan selain mengatakan tentang kematiannya? Apa memang sebegitu tidak berharganya Aleeta di mata Ibunya, hingga wanita itu mengharapkan kematiannya?

“Ma ...” Aleeta menatap Sonya. “Kalau Mama ingin aku mati, kenapa Mama nggak membiarkan aku tergeletak di jalanan saja tadi? Kenapa malah membawaku ke sini?!” Teriaknya marah.

“Kamu pikir aku yang membawamu ke sini?! Cuih!” Sonya membuang ludahnya ke samping. “Orang-orang itu yang membawamu ke sini, Aleeta. Aku terpaksa ikut hanya gara-gara aku tidak ingin repot jika ada orang yang menghubungiku nomorku.”

Aleeta berteriak histeris. “Jika aku mati Mama memang nggak akan merasa repot lagi, kan?! Harusnya biarkan aku mati saja, Ma.”

“Kamu—“

“Kenapa?! Mama ingin menamparku?” Aleeta memicing ke arah Sonya yang sudah mengangkat tangan kanannya. “Tampar, Ma. Aku—“

Mata Aleeta terpejam saat satu tamparan itu benar-benar mendarat secara cepat di pipinya. Apakah perih? Tentu saja iya. Tapi Aleeta mencoba untuk tidak merasakannya, karena rasa perih di pipinya itu tetap tak akan sebanding dengan perih yang di rasakan hatinya.

“Masih ingin mencoba untuk melawanku?” Aleeta hanya bisa diam saat Sonya mulai mencengkeram kuat dagunya. “Jangan pernah berani untuk melawanku lagi. Ingat itu! Membuang-buang tenagaku saja.”

Aleeta tetap terdiam. Sebisa mungkin untuk menahan rasa sakit, kekecewaan dan desakan untuk menangis. Aleeta yakin ia masih bisa menahan semua ini.

***

Sonya kembali masuk ke ruang perawatan yang di tempati Aleeta, setelah suster yang mengecek kondisi putrinya tadi sudah keluar dari sana.

Aleeta berjalan tertatih, mendekati Sonya. “Apa Mama tahu keadaan orang yang kecelakaan denganku tadi? Apa dia juga di rawat di rumah sakit ini?”

“Ck! Itu bukanlah urusanku!” ketus Sonya.

Aleeta hanya mampu terdiam, ia kembali berjalan tertatih di belakang Sonya yang sudah lebih dulu melangkah di depannya. Bahkan dalam keadaan seperti ini saja Ibunya tetap tidak mau membantunya. Aleeta tidak ingin meminta lebih, hanya sedikit saja kasih sayang dari Sonya, setidaknya Ibunya mau membantunya berjalan itu sudah lebih dari cukup. Tapi percuma saja. Ibarat Aleeta mengharapkan salju turun di negara tempat tinggalnya.

“Aleeta, cepatlah! Lama sekali sih kamu seperti siput!” Sonya berseru jengkel karena Aleeta masih tertinggal jauh di belakangnya.

Sebisa mungkin Aleeta mencoba untuk menahan rasa sakit yang sedang ia rasakan. Sakit karena lukanya, juga dengan sakit atas perkataan Ibunya.

Samar-samar Aleeta mendengar suara orang menangis di lorong sebelah kiri. Ia menoleh dan ternyata suara itu berasal dari orang-orang yang sedang berdiri di depan ruang operasi.

Hal itu tiba-tiba saja mengingatkan Aleeta akan sesuatu.

“Suster.” Aleeta segera menghentikan seorang suster yang baru saja melintas.

“Ya, ada yang bisa saya bantu?”

Sebenarnya Aleeta tidak yakin dengan hal ini, tapi demi membuktikan kebenarannya Aleeta harus bertanya untuk mendapat jawaban.

“Em, saya ingin bertanya, apa mereka keluarga dari korban kecelakaan lalu lintas yang terjadi beberapa saat yang lalu?” Tanya Aleeta sembari menunjuk ke arah ruang operasi.

“Betul sekali, Nona. Saat ini korban sedang menjalani operasi karena korban mendapat luka yang cukup serius dari kecelakaan tadi.”

Apa? Luka yang cukup serius? Bagaimana bisa? Aleeta memilih untuk mengabaikan semua pertanyaan itu. Ia segera mengucapkan terima kasih kepada suster tersebut, lalu menatap kosong ke arah ruang operasi.

Sonya sudah tidak terlihat, mungkin wanita itu memang sudah benar-benar meninggalkan Aleeta. Dan Aleeta sama sekali tidak peduli. Saat ini Aleeta lebih peduli dengan keadaan dari keluarga korban atau lebih tepatnya orang yang telah menyelamatkannya tadi.

Tiba-tiba Aleeta merasa begitu bersalah. Seandainya wanita yang sedang berada di ruang operasi tadi tidak menyelamatkannya, mungkin ia tidak perlu mengalami hal seperti ini. Bukankah seharusnya Aleeta lah yang saat ini ada di ruang operasi? Atau bahkan mungkin saat ini seharusnya Aleeta sudah mati.

Ya, seharusnya memang dirinya mati saja.

Aleeta tidak tahu harus berbuat apa. Ia benar-benar bingung sekarang. Akhirnya Aleeta memutuskan untuk mendekati ruang operasi. Berniat menemui keluarga wanita yang menolongnya tadi. Ada dua orang pria berpenampilan rapi lengkap dengan setelan jas mahalnya, dan satu wanita paruh baya yang sedang berusaha menenangkan salah satu pria yang sedang menangis di sana.

“Ma, Sesilia, Ma ...”

Aleeta mendengar isak tangis pria berjas hitam itu saat langkahnya kian mendekat. Aleeta terus melangkah pelan, sembari berpegangan pada dinding rumah sakit.

“Tenanglah, Nicholas. Semuanya pasti akan baik-baik saja.”

“Bagaimana aku bisa tenang, Ma. Di sana ...” Nicholas tak sanggup melanjutkan perkataan.

Aleeta ikut meringis saat mendengar nada ketakutan dari pria tersebut. Entah apa hubungan wanita bernama Sesilia dan pria tersebut, yang bisa Aleeta simpulkan, bahwa pria itu terlihat sangat mengkhawatirkan Sesilia.

Langkah Aleeta terhenti saat melihat pintu ruang operasi terbuka, dan seorang dokter keluar dari sana. Pria yang sedang menangis tadi segera mendekati sang dokter.

“B-bagaimana keadaannya, Dok? Bagaimana keadaan calon istri saya?”

Aleeta langsung membungkam mulutnya saat mengetahui bahwa wanita bernama Sesilia itu ternyata adalah calon istri dari pria tersebut. Ya Tuhan, Aleeta semakin merasa bersalah atas kejadian kecelakaan tadi.

“Aleeta!”

Aleeta terkejut ketika mendengar suara teriakan di ikuti dengan jambakan pada rambutnya.

“Bagus sekali. Aku sudah repot-repot menunggumu di luar sana, ternyata kamu malah sibuk bengong di sini!” Ketus Sonya.

“M-ma, sakit. Mama bisa pelankan suara sedikit. Ini rumah sakit jadi jangan berteriak kalau nggak ingin di tegur oleh pihak rumah sakit,” jawab Aleeta sembari berusaha melepaskan jambakan Ibunya. “Sebentar, Ma. Aku ingin menemui mereka,” ujar Aleeta sembari menunjuk ruang operasi.

Sial, gara-gara kedatangan Sonya, Aleeta jadi tidak bisa mendengar apa yang sedang dokter itu katakan.

“Memangnya mereka siapa?! Apa pentingnya untukmu?!”

“Mereka keluarga dari wanita yang menolongku tadi, Ma.”

Sonya memelotot. “Dasar bodoh! Kalau begitu, seharusnya kamu jangan temui mereka. Biarkan saja mereka, kita pergi sekarang.”

Aleeta menggeleng. “Nggak, Ma. Aku harus minta maaf.”

Aleeta sedikit bingung ketika melihat pria yang menangis tadi sudah tidak ada di tempatnya. Di sana hanya tersisa wanita paruh baya tadi, dan pria yang satunya. Mereka tampak bersedih.

“Permisi.”

Wanita paruh baya dan pria yang memiliki wajah datar itu segera menoleh.

“Ya?” Meski sedang bersedih, wanita paruh baya itu tetap berusaha bersikap ramah kepada Aleeta.

“S-saya ... Saya, Aleeta. Wanita yang hampir mengalami kecelakaan tadi,” ujarnya dengan jantung berdegup kencang. Entah kenapa tiba-tiba Aleeta merasa takut, terlebih saat pria berwajah datar di depannya langsung berubah menatapnya tajam. “S-saya ingin—“

“Apa yang kamu lakukan di sini?”

Aleeta terkejut ketika mendengar suara dingin yang begitu menusuk telinganya tersebut. Ia segera menoleh dan mendapati pria berjas hitam tadi berjalan keluar dari ruang operasi.

“S-saya—“

“Pembunuh!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Penjara Dendam Suami Konglomerat   Aleeta Menanyakan Soal Selena

    “Aleeta …,” Aleeta mengerjap saat samar-samar mendengar suara lembut yang memanggilnya. “Sayang, kamu bisa mendengarku?” Suara itu lagi-lagi kembali terdengar. Aleeta berusaha membuka kedua matanya yang sialnya masih terasa begitu berat sekali. Samar-samar Aleeta bisa melihat bayangan pria yang duduk di hadapannya. Ia mencoba fokus pada wajah pria itu tapi sayangnya penglihatannya masih begitu buram. Sudah berapa lama Aleeta tidak sadarkan diri? Kenapa ia masih kesulitan untuk membuka matanya? Akhirnya Aleeta memutuskan untuk kembali memejamkan matanya. Mengatur napas sejenak sebelum kemudian ia mencoba untuk memfokuskan penglihatannya lagi. Dan kali ini bayangan itu sudah semakin jelas. Aleeta bisa melihat wajah pria yang duduk di hadapannya. Pria itu menatapnya khawatir, sedangkan tangannya terus menggenggam salah satu tangannya. “Sayang, kamu bisa mendenga

  • Penjara Dendam Suami Konglomerat   Lukas Yang Akan Membereskannya

    Nicholas hanya bisa berdiri dengan tubuh lemah, sedangkan matanya terus menatap Aleeta yang sampai saat ini masih berada di ruang ICU. Dokter bilang perlu memantau keadaan Aleeta sebelum mereka memindahkan Aleeta ke ruang perawatan. Rasanya ingin sekali Nicholas merengkuh tubuh Aleeta sekarang dan mengucapkan segala kata maaf pada istrinya. Tapi kaca pembatas yang ada di hadapan Nicholas membuat pria itu sadar bahwa tidak ada yang bisa ia lakukan sekarang selain hanya bersabar menunggu Aleeta keluar dari ruangan tersebut. Nicholas mengulurkan tangannya, menempelkan telapak tangannya pada kaca di hadapannya. “Kamu akan baik-baik saja, Aleeta. Tenanglah aku pasti akan melakukan semua yang terbaik untuk kesembuhanmu,” gumam Nicholas pelan. Tiba-tiba Nicholas mengerjap saat merasakan kalau ponselnya bergetar. Sudah sejak beberapa jam yang lalu ponselnya memang tidak berhenti bergetar. Nicholas tahu kalau

  • Penjara Dendam Suami Konglomerat   Roi Dan Joni Berhasil Melarikan Diri

    “Matilah aku!” Roi menggenggam kuat belatinya yang kini sudah berlumur dengan darah. “Sonya pasti akan membunuhku,” ujarnya ketakutan.“Sekarang apa yang harus kita lakukan, Bos?” Joni mulai ikut terlihat panik.Roi menggeleng. Ia tidak tahu. Satu-satunya hal yang ingin ia lakukan saat ini hanyalah melarikan diri. Sementara di hadapannya, ia melihat seorang wanita yang nyaris tak sadarkan diri akibat dari perbuatan bodohnya.“Aleeta …,” Tubuh Nicholas membeku dengan kedua tangan merengkuh tubuh istrinya. “N-Nicho …” lirih Aleeta. Ia tampak begitu kesakitan.“Aleeta … Sayang, bertahanlah,” ucap Nicholas tercekat. “S-sakit, Nicho.” Aleeta kembali merintih pelan. “Sakit …” ia kembali merintih.“Bertahanlah, Sayang. Aku mohon,” pinta Nicholas.Aleeta hanya diam. Ia tidak mampu menjawab. Setetes air mata lolos dari pelupuk matanya sebelum kemud

  • Penjara Dendam Suami Konglomerat   Aleeta Terluka

    “Kamu tahu kemana arah Aleeta pergi?” Roi bertanya seraya menyalakan mesin mobilnya. Kali ini ia benar-benar harus bisa membawa Aleeta ke hadapan Sonya, supaya Sonya tidak bisa lagi meremehkan hasil kerja kerasnya. “Sepertinya dia keluar dari gerbang rumah sakit, Bos.” Joni menjawab seraya memasang sabuk pengaman. “Bodoh! Maksudku ke arah mana Aleeta pergi? Dia pergi ke kanan atau kiri. Atau dia lurus menyeberangi jalan.” Roi berujar geram. Joni hanya meringis. “Nggak tahu, Bos. Tadi aku nggak melihatnya. Tapi sepertinya dia lurus—“ “Diam!” Roi langsung membentak kesal. “Berbicara denganmu memang tidak ada gunanya!” Ketus Roi, lalu mulai melajukan mobilnya. Saat mobil yang di kendarai Roi keluar dari gerbang rumah sakit. Roi melihat Aleeta yang tengah menyeberangi jalan. Tapi sialnya, tidak lama setelah itu Nicholas atau suami Aleeta turut ikut menyeberang jalan. Mengiku

  • Penjara Dendam Suami Konglomerat   Rencana Roi Dan Joni

    Siang ini, Roi kebetulan pergi ke rumah sakit untuk mengantar anak buahnya—Joni yang ingin melakukan check up. Sebenarnya Roi sangat malas sekali pergi ke rumah sakit. Tapi mau bagaimana lagi? Ia harus tetap bertanggung jawab atas pengobatan Joni yang sialnya harus mengalami patah hidung setelah mereka mencoba melawan pria yang ternyata bukanlah tandingan mereka. “Kamu bisa cepat atau tidak!” Bentak Roi saat Joni hanya berjalan pelan di belakangnya. “Aku takut, Bos,” sahut Joni pelan. “Apa yang kamu takutkan?” “Aku takut jika dokter dan para perawat itu akan kembali menyentuh hidungku.” “Bodoh!” Roi langsung memukul kepala Joni. “Tandanya mereka sedang memeriksamu, sialan!” Imbuhnya kesal. “Tapi aku benar-benar takut, Bos. Bos Roi nggak akan pernah tahu seberapa sakitnya saat mereka—“ “Kamu ingin cepat sembuh atau tidak?!” Sahut Roi geram

  • Penjara Dendam Suami Konglomerat   Maaf Dan Biarkan Aku Pergi

    Sementara itu, Aleeta yang sudah berhasil berlari keluar dari gerbang rumah sakit segera berpikir, kemana ia harus pergi selanjutnya? Aleeta tidak mungkin kembali ke rumah. Tidak. Ia tidak ingin bertemu Nicholas saat ini. Aleeta benar-benar ingin sendiri terlebih dahulu. Tapi kemana ia harus pergi? “Aleeta!” Wanita itu langsung menoleh. Melihat Nicholas yang sedang mengerjarnya. Seketika Aleeta menggeleng. Kenapa Nicholas harus mengerjarnya? Nicholas tidak boleh mendekat. Aleeta harus segera pergi sekarang. Tanpa banyak berpikir Aleeta segera berlari menyeberangi jalan. Bahkan karena aksinya tersebut, Aleeta hampir saja tertabrak oleh mobil yang baru saja melintas. Beruntung mobil itu bisa berhenti sebelum benar-benar menabrak tubuh Aleeta. “Kamu ingin mati, ya?! Perhatikan jalanmu!” Maki sang pengguna mobil. Aleeta hanya b

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status