Nicholas berdiri di tepi tebing, menatap laut di depannya. Setelah selesai berbincang dengan Aleeta tadi diam-diam Nicholas memilih untuk pergi dengan membawa salah satu mobil sport yang ada di carpot Villa Ander.
Pria itu menghela napas seraya bersandar di kap depan mobil sport yang ia bawa. “Semudah itu kamu menyerah?” Nicholas menoleh, dan menemukan Victor yang berdiri tidak jauh darinya. Pria itu mengenakan celana pendek dan kaus berkerah berwarna putih, tidak lupa dengan kaca mata hitamnya. “Nggak. Kamu pikir aku ini apa?” Cetus Nicholas. “Lalu kenapa saat Aleeta menyuruhmu pergi, kamu pergi begitu saja?” “Kamu mengintip?” Nicholas memicing. “Kalian bertengkar di rumah yang sedang banyak orang, bodoh. Jadi jangan salahkan jika aku mendengarnya,” sahut Victor santai.Noah sudah berenang bersama Nicholas satu jam lamanya. Suara tawa terdengar sampai ke dapur dimana Aleeta tengah membantu Karina membuat biskuit coklat untuk Noah.“Suara tawanya terdengar bahagia sekali,” ujar Karina mengintip dari jendela dapur.“Ya, Noah memang sangat suka berenang,” jawab Aleeta pelan.Karina menoleh kepada Aleeta. “Aleeta, kamu baik-baik saja? Maksud Mama, kalau kamu merasa terganggu dengan kehadiran Nicholas, Mama bisa meminta Nicholas untuk pergi dari sini.” Aleeta menggeleng, menyentuh tangan Karina. “Aku baik-baik saja, Ma. Hanya ….” Ia menghela napas. “Terkadang kita sering terjebak di masa lalu, meski hal itu bukanlah hal yang kita inginkan.” Karina mengangguk. “Mama mengerti, Aleeta.”“Aku hanya … belum siap.” Aleeta menatap Karina lekat. “Maaf, aku masih belum mampu melupakan semuanya. Ada bagian yang rusak dan nggak bisa aku perbaiki.”
“Grandpa! Aku ingin berenang!”Noah melompat-lompat di dekat meja makan. Sementara Javier sedang mengunyah sarapan.“Noah, habiskan sarapanmu terlebih dahulu.” Aleeta membimbing Noah kembali ke kursinya.“Grandpa! Aku ingin berenang!” Noah masih terus berseru, seraya menghabiskan sarapannya.“Kamu lihat dia, Ma? Keras kepala persis siapa?” Bisik Javier kepada istrinya.Karina hanya tersenyum. “Seperti anak kamu, Pa. Siapa lagi?”Javier tersenyum. Lalu membelai kepala cucunya. “Noah, Grandpa tidak bisa berenang hari ini.” “Kenapa?” Noah menatap Javier dengan mata yang bulat. “Apa Grandpa nggak tahu cara berenang?”Pertanyaan Noah berhasil membuat Aleeta dan Karina terkekeh mendengarnya.“Grandpa tahu, hanya saja, pagi ini Grandpa harus mengurus sesuatu,” jelas Javier pada Noah.“Lalu siapa yang menemani aku berenang
Sepanjang malam Aleeta terus terjaga dan memikirkan maksud dari perkataan Nicholas. Untuk apa Nicholas meminta kesempatan padanya? Sementara Aleeta sendiri sudah tidak ingin memberikan kesempatan apapun lagi pada pria itu?Nicholas meminta agar Aleeta tidak menyuruhnya untuk menjauh. Sementara Aleeta sendiri ingin sekali melihat pria itu bisa menjauh dari hidupnya dan, juga anaknya. Aleeta benar-benar sangat bingung.Wanita itu lalu mendesah, membalikkan tubuh dan berbaring terlentang. Menatap langit-langit kamarnya yang masih terlihat gelap.Aleeta berusaha memejamkan matanya. Ia harus tidur, tapi tetap saja ia tidak bisa melakukannya. Akhirnya Aleeta pun memutuskan untuk bangkit dari tempat tidurnya. Lalu berdiri seraya mengambil jubah tidur yang tersampir di ujung ranjang tempat tidurnya. Untung saja, semalam Noah mau tidur bersama Karina. Jadi, Aleeta tidak perlu khawatir dan memikirkan putra kecilnya tersebut.
Karina membangunkan Aleeta untuk makan malam. Meski enggan untuk keluar dari kamar, Aleeta memaksakan dirinya untuk bangun hanya karena tidak ingin membuat Karina khawatir. Lagi pula sudah cukup lama Aleeta berada di dalam kamarnya. Ia yakin kalau sejak tadi Noah pasti sudah mencarinya.“Mama!”Benar saja yang di pikirkan oleh Aleeta. Begitu ia muncul di ruang makan. Putranya itu langsung berteriak dan berlari ke arahnya. Aleeta pun membungkuk, meraih Noah ke dalam gendongannya lalu memeluknya erat.“Kata Grandma Mama sakit, ya. Mana yang sakit? Aku ingin menyembuhkan sakitnya Mama.”Kedua mata Aleeta seketika terasa basah ketika mendengar nada khawatir yang baru saja di ucapkan oleh putranya.“Mama sudah nggak apa-apa, Sayang. Mama hanya pusing sedikit tadi.” Kata Aleeta yang tidak ingin membuat putra kecilnya itu terus khawatir.“Apa gara-gara naik pesawat tadi Mama pusing?”
Nicholas berdiri di tepi tebing, menatap laut di depannya. Setelah selesai berbincang dengan Aleeta tadi diam-diam Nicholas memilih untuk pergi dengan membawa salah satu mobil sport yang ada di carpot Villa Ander. Pria itu menghela napas seraya bersandar di kap depan mobil sport yang ia bawa. “Semudah itu kamu menyerah?” Nicholas menoleh, dan menemukan Victor yang berdiri tidak jauh darinya. Pria itu mengenakan celana pendek dan kaus berkerah berwarna putih, tidak lupa dengan kaca mata hitamnya. “Nggak. Kamu pikir aku ini apa?” Cetus Nicholas. “Lalu kenapa saat Aleeta menyuruhmu pergi, kamu pergi begitu saja?” “Kamu mengintip?” Nicholas memicing. “Kalian bertengkar di rumah yang sedang banyak orang, bodoh. Jadi jangan salahkan jika aku mendengarnya,” sahut Victor santai.
“Kak Aleeta!” Emily langsung melambai begitu melihat Aleeta yang sudah menunggu di bandara bersama dengan keluarganya. “Noah, Sayang. Apa kamu merindukan Freyya?” Emily tersenyum seraya mencubit pipi Noah. Ia memang suka sekali menggoda Noah dengan Freyya. Meski terkadang kedua balita itu tidak mengerti dengan maksud godaan Emily. Tapi Emily tetap saja menggoda mereka.“Kenapa lama, Emily? Untung saja tidak sampai terlambat.” Javier menatap putrinya yang saat ini hanya meringis ke arah suaminya.“Biasa, Pa. Terjadi drama pagi yang nggak bisa di hindarkan,” ujar Emily.Javier mengernyit. Menatap Emily lalu berpindah menatap ke anak menantunya.“Celo agak rewel, Pa. Jadi kami harus membujuknya tadi.” Kata suami Emily cepat.Javier mengangguk, sedangkan Emily hanya mengulum senyum.“Kalau begitu Celo ikut Grandpa, yuk. Kita naik pesawat bersama-sama.